Sore ini, ketika azan magrib sayup ku dengar bersautan, ku simpulkan kembali diskusi kami tentang motivasi bekerja dari seorang sahabat.
Dengan hati, ada cinta.
Dengan pikiran, ada semangat.
Dengan kebersamaan, ada tanggung jawab.
Sekarang aku tau, kenapa aku dibuat sibuk oleh yang maha kuasa. Dia sengaja membuatku tanpa celah untuk berfikir hal yang rumit. Karena hidup ini begitu sulit sampai akhirnya, hari ini berjalan, setelah ribuan hari sebelumnya aku bangkit dengan terseok.
Aku yang kerap berfikir berlebihan, mulanya melawan keadaan dan membuatku terjebak dalam kotak ini. Aku terpaksa harus menjalankan kehidupanku.
Sedang sebenarnya Tuhan dulu mungkin sedang mempersiapkan hari-hari yang indah untukku. Karena kebiasaan ku berpikir berlebihan, tindakanku per detik sangat terpengaruh dari apa yang ku pikirkan.
Tanggungjawab pun mengikuti hingga hari ini.
Sore menjelang senja, gemericik air dan suara-suara cantik menemani soreku yang panik.
Ntah apa yang ku pikirkan, sepertinya sebuah pikiran berhasil membuatku panik. Sayup-sayup aransemen musik busuk ini membuatku semakin melankolis.
Aku mencari toilet untuk membuang panik ini, mungkin dengan BAB atau bahkan muntah.
Lalu..
Apa panik ini berhenti sampai disitu? Tidak. Damn!
Aku tetap panik.
Kalian bertanya panikku ini apa? Kenapa? Bagaimana?
Who knows? Even.. I dont know
Tapi begitulah panik ini bisa muncul dalam hitungan ratusan hari sekali jangkanya. Kapan hadir dan pergi tanpa ku pahami pola atau ritmenya.
Skip
Setidaknya, seorang sahabat pernah berdiskusi tentang bagaimana dirinya memiliki motivasi untuk menjalankan harinya.
Itu saja yang terkenang detik ini.
Pertama, dia bilang, bekerjalah dengan hati.
Bukan mencintai apa yang tidak dikenal, tetapi mengenal pekerjaannya lalu perlahan cinta akan pekerjaanmu akan mengiringi kesuksesanmu.
Lalu pekerjaanmu yang kau jalankan dengan hati akan ada cinta.
Kedua, dia bilang, bekerjalah dengan pikiranmu.
Saat kita berpikir tentang pekerjaan, akan ada semangat yang timbul.
Dulu, katanya, saat memulai pekerjaanku, sama sekali tidak tahu arah dan tujuan pekerjaan ini. Tetapi bangun tidur, aku bersemangat dengan rencana-rencana kerja yang ku susun.
Aku mendebat. Aku membuat rencana untuk besok pagi, saat menjelang tidur larutku. Setidaknya, memasang alarm karena aku berencana bangun saat setting alarmku berbunyi pada waktunya.
Aku kembali didebat. Sebelum tidur, aku mengevaluasi hari yang sudah ku lalui. Menikmati hasil atau menjadikan kegagalan sebagai semangat baru, bukan kecewa.
Sebelum ku ceritakan motivasi ke tiga dari seorang sahabat ini, obrolan kami waktu itu sedikit melenceng.
Katanya, sel-sel dalam tubuh akan terbentuk karena pikiran. Termasuk imunitas, jika dari pagi sudah tidak bersemangat, maka hingga sore akan terus loyo.
Menurutku, katanya "kehidupan (dunia) ada dalam pikiran". Pada saat kita berpikir akan melakukan sesuatu, dan yakin, maka lakukanlah.
Kalau orang lain bersepakat tentang, manusia berencana, Tuhan memutuskan, dia berpikir berbeda, kita yang memutuskan, Tuhan meridai atau tidak. (Terserahlah Tuhanmu siapa).
Jika diridai, maka akan berhasil, jika tidak, maka tidak berhasil dan harus terus mengevalusi tanpa kecewa.
Oh, waktu itu, dia belum menceritakan motivasi ke tiga karena ingin memasukkan pikiran ini padaku.
Setiap hari enjoy, lanjutnya, manusia saat menjalankan apapun dan berhasil itu karena banyak faktor, salah satunya adalah komunikasi.
Kehidupan kita (manusia), 99 persen ditentukan oleh komunikasi yang baik.
"Komunikasi yang baik menjamin keharmonisan seseorang," katanya dan aku bersepakat, tak salah ku tuntut ilmu ini dulunya, dalam hatiku. Oke, modalku lumayan.
Lanjut, Mekanisme pertahanan diri seseorang berbeda-beda. Ada yang menyesal dalam, ada yang melarikan diri pada agama, ada yang menjadikan semangat kembali.
Nah, masuk gender sedikit, dia bilang kalau wanita lebih sulit mengaktualisasikan dirinya saat mengalami kegagalan. Ku bilang, aku tidak. Dia bilang, aku lebih enjoy, biasa saja bahkan terhadap komentar orang. Biasa menurutnya, 20 persen orang berfikir negatif tentang diri kita.
Ingat saja, katanya frame pikiran orang lain tentang diri kita itu sulit, maka biarkan mereka berpendapat.
"Saat orang butuh terhadap kita, maka itulah guna kita".
Nah, lanjutnya, dengan hati dan pikiran. Masukkan segala sesuatu ke dalam hati/dalam pikiran, maka menegaskan bahwa pekerjaan itu bisa dilakukan. Hasil, tujuan itu nanti, tapi nikmati prosesnya.
Karena proses membuat kita semakin belajar, gagal/berhasil adalah keniscayaan, jangan hilangkan nilai-nilai spritual.
Ah, sudahlah ku jalankan saja, apapun yang akan terjadi, aku melangkah dengan memberikan yang terbaik. Padahal ku pikirkan bahwa ini cukup memotivasi.
------
Ku ceritakan sedikit penilaianku tetang sahabatku ini, dia yang punya jiwa sosial tak terhingga. Sebelumnya juga kami pernah terlibat obrolan ini. Disimpulkannya, bahwa jiwa sosial setiap manusia itu tinggi. Melihat orang sedih, terharu sampai menangis. Melihat orang berbuat baikpun kita terharu, ya..begitulah aku sesekali.
Setiap manusia fitrahnya ingin membantu, hanya terkadang semua sirna karena kepentingan-kepentingan.
Aku, katanya, ingin membantu pada saat pikiran pertama, bukan saat masuk pikiran kedua. Karena pikiran kedua, ada kepentingan.
Astagah, benar juga, kataku dalam hati ketika mengingat ini.
Jadi ku kira, oke aku panik sore ini, dan berhasil mengalihkannya dengan mengenang kembali diskusi kami tentang dua hal yang begitu memotivasi sahabatku untuk menjalankan tanggung jawabnya sebagai seorang pekerja.
Ku ingat kembali..
Motivasi ke tiga dalam hidupnya, katanya adalah bekerja dengan kebersamaan, maka tanggung jawab atas pekerjaan itu terselesaikan dengan baik.
Sore ini, ketika azan magrib sayup ku dengar bersautan, ku simpulkan kembali diskusi kami tentang motivasi bekerja dari seorang sahabat.
Dengan hati, ada cinta.
Dengan pikiran, ada semangat.
Dengan kebersamaan, ada tanggung jawab.
Ku ingat poin ke tiga itu.
Hampir sulit, tapi katanya, dia behasil menjalankannya. Harusnya semua orang bisa.
Oke, aku kembali bersepakat dengan team work yang dimaksudnya. Memang, kemudian tanggung jawabnya akan terasa lebih ringan.
--------
"Jangan pernah berbuat pada orang lain yang kita tak suka orang lain membuatnya pada kita. Singkatnya, jangan mencubit kalau tak mau dicubit."
Baiklah, akan ku ingat quote ini dengan baik, karena sebelumnya, aku menganggap receh rangkaian kata ini. Tapi seorang sahabat pernah mengatakannya dengan tepat, ekspresi yang dalam dengan pengalaman yang dilakukannya sendiri, maka perlu ku rasa, untuk memaknainya lebih dalam.
Hari ini ku tutup terangku menyambut gelap dengan tetap berpikir positif agar panik ku sore tadi tak memberi efek buruk kepada orang-orang yang ku sayangi.
Terima kasih sahabatku, mengenang diskusi ini, membuatku berhasil menghilangkan panikku, mendapat 3 hal penting untukku menjalankan satu sisi kehidupanku (pekerjaan) dengan mungkin mengadopsi motivasi-motivasi ini.
NDP