Opinion


Selasa, 23 Maret 2021 19:24 WIB

Catcalling Tidak Boleh Dianggap Remeh

Kekerasan yang terjadi terhadap perempuan merupakan cerita lama yang sering kita dengar.  Kekerasan merupakan sesuatu yang menimbulkan kerusakan baik fisik ataupun nonfisik/psikis terhadap orang lain yang menyebabkan ketakutan bahkan rasa tidak nyaman. Banyak orang yang memfokuskan tindak kekerasan ini dengan kekerasan yang bersifat fisik, namun taukah kamu? Terdapat salah satu kekerasan psikis yang sangat dianggap lumrah, bahkan di klaim sebagai salah satu tindakan memuji lawan jenis?

Catcalling, salah satu artikel dari seorang peneliti yang bernama Deidre Davis di tahun 1994  dengan judul “The Harm That Has No Name: Street Harassment, Embodiment, and African American Women” yang menemukan bahwa catcalling merupakan bentuk perilaku pelecehan seksual secara verbal seperti  memanggil, melambai, mengedipkan mata, meraih, dan memberikan komentar di jalanan atau ketika wanita yang sedang melakukan aktivitas, baik di jalan raya, pasar, dan tempat publik lainnya. Pada tahun 2014 lalu, Jakarta bahkan menjadi kota besar kelima di dunia yang memiliki transportasi umum paling berbahaya dari 15 kota besar di dunia.

Kenapa catcalling terus terjadi?

Sebagian besar beranggapan  bahwa catcalling adalah tindakan yang biasa, terdapat pujian di dalamnya untuk wanita. Tak hanya itu, budaya patriarki digadang-gadang menjadi salah satu alasan kenapa catcalling terjadi. Rasa berkuasa sekelompok pria di suatu tempat dan rasa ketertarikan mereka menjadi salah satu indikator aksi ini masih dilakukan. Namun tak semua beranggapan serupa, catcalling yang dimulai dari hanya sekedar bersiul, memanggil, dan melambaikan tangan, dapat mengarah kepada tindak kejahatan seksual yang lebih besar, seperti menguntit, dan tindakan berbahaya lainnya.

Berdasarkan data catatan tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tahun 2019, menunjukkan bahwa angka kekerasan di ranah publik mencapai 3.915 kasus, yaitu sebanyak 28 persen. Di mana kekerasan seksual menempati posisi pertama sebanyak 2.521 kasus (64 persen) diikuti berturut-turut dengan kekerasan fisik sebanyak 883 kasus (23 persen), dan kekerasan psikis 212 kasus (5 persen).

Catcalling termasuk ke dalam 15 bentuk kekerasan seksual, yaitu dalam poin pelecehan seksual. 
Salah satu penyebab catcaller (orang yang melakukan catcalling) beraksi salah satunya karena faktor lingkungan yang mendukung, di mana pelaku tumbuh besar di daerah tertentu dan merasa berkuasa (superior) akan daerah tersebut. Sementara itu dampak dari catcalling selain menimbukan rasa yang tak nyaman dan rasa ketersinggungan, aksi ini juga membuat wanita merasa direndahkan martabatnya, merasa ketakutan, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan, serta keselamatan.
 
Apa yang harus dilakukan jika mendapatkan Catcalling?

Ada baiknya korban segera melaporkan tindakan tersebut jika sudah sangat merasa terganggu atau sangat merugikan baik dari sisi psikis ataupun fisik. Terlebih jika pelaku catcalling ini sudah terlihat berani untuk betindak dan berlaku terlalu jauh. Menurut Pasal 281 KUHP ayat (2), jika seseorang yang melakukan suatu perbuatan asusila tanpa persetujuan dari orang tersebut di depan orang lain, maka pelaku dapat dipenjara atau dikenakan denda. Selain itu, tidak sendirian jika berpergian di jam-jam yang rentan, atau di jalan jalan yang sepi merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan saat ini. 

Namun yang paling penting untuk mencegah aksi ini adalah dengan mengedukasi bahwa, setiap orang memilki hak yang sama tentang kenyamanan dan keselamatan di manapun dan dilindungi oleh negara. Catcalling termasuk dalam pelecehan seksual yang harus dituntaskan. Kesadaran untuk tidak melakukan catcalling sebaiknya terbentuk bukan hanya karena takut akan tuntutan dan denda hukum, namun lebih kepada kemampuan untuk menghargai hak dan kebebasan orang lain, keinginan untuk menerapkan gender yang setara, kemampuan untuk menahan diri agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, dan yang terpenting yakni penghormatan terhadap hak asasi setiap manusia.

Penulis : Neka Gusti

#
Bagikan :

Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur