Opinion


Selasa, 23 Maret 2021 16:21 WIB

She Was Just Walking Home, Sebuah Cerita Pembunuhan Seorang Wanita Di Inggris

Pembunuhan Sarah Everard mengungkap kebenaran yang mengerikan tentang kekerasan terhadap perempuan di Inggris

London - Sarah Everard akhirnya menjadi sebuah nama yang terukir dalam sejarah Inggris.
Pembuhanan terhadap Sarah Everard,  seorang eksekutif pemasaran yang berusia 33 tahun yang tiba tiba menghilang dalam perjalanan pulang ketika melewati sebuah wilayah yang padat penduduk, pada tanggal 3 maret 2021 yang lalu, dan jenazahnya ditemukan seminggu kemudian sekitar 50 mil (kurang lebih 80 kilometer) jauhnya, hal ini memicu kesedihan dan kemarahan yang luar biasa bagi warga Inggris.

Sarah tergabung dalam perusahaan yang mengenaskan, di mana banyak wanita mengalami kasus pembunuhan,  di antaranya Milly Dowler, Joy Morgan, Suzy Lamplugh, Rachel Nickell, di sebuah negara di mana dalam 10 tahun terakhir, setiap tiga harinya rata rata seorang wanita terbunuh oleh seorang pria.

Kota Inggris menceritakan kisah yang mengerikan mengenai seksisme (prasangka negatif terhadap wanita), misogini (kebencian terhadap wanita), dan kekerasan patriarki. Saat ini mengenai pembunuhan Sarah Everard yang dilakukan oleh petugas kepolisian bernama Wayne Couzens yang bertugas saat itu, Wayne Couzens merupakan salah seorang personil elit kepolisian. Hal ini telah mengungkap kebenaran yang mengerikan bahwa di Inggris, petugas yang dipercaya untuk melindungi wanita dari kekerasan ternyata adalah pelaku dari kekerasan tersebut, dan respon dari pemerintah adalah memberikan mereka lebih banyak kekuasan untuk melakukan hal-hal yang lain yang tidak berpihak pada korban. 

Di Clapham Common, sebuah taman yang dekat dengan tempat dimana Sarah menghilang, ratusan wanita menunjukan penghormatan mereka pada acara yang dilarang oleh pihak kepolisian dengan alasan melanggar batasan dikarenakan penyebaran virus corona. Sebelumnya,  acara tersebut merupakan aksi yang damai, sampai akhirnya ketika malam tiba, polisi-polisi datang dan bergerak untuk melumpuhkan wanita-wanita yang melakukan aksi tersebut ke tanah kerana menuntut pemerintah supaya lebih peduli terhadap keselamatan perempuan, aksi ini terekam dan menjadi sampul berita utama di banyak koran nasional Inggris keesokan harinya dengan tagline #shewasjustwalkinghome.

Aksi brutal ini sangat mengejutkan, tapi hal tersebut ternyata sejalan dengan catatan kepolisian tentang kekerasan berbasis gender. Buktinya sangat nyata antara tahun 2012  dan 2018, sebanyak 562 total anggota kepolisian di Metropolitan yang terindikasi melakukan pelecehan seksual, namun hanya 43 anggota yang mendapatkan tindakan/hukuman kedisiplinan.

Dalam kasus Sarah Everard,bbahkan dari petugas yang menjaga jenazahnya diduga membagikan gambar yang tidak seharusnya kepada sesama rekan kerja, hingga adanya petugas yang  menolak  untuk menyelidiki  laporan pemaparan atas tindakan tidak senonoh tersebut setelah mereka berjaga pada hari sabtu. Hal ini pun sudah mencerminkan budaya  kerja dari lembaga ini.

Karena kasus pembunuhan ini, pengunjuk rasa semakin tidak tergoyahkan. Sejak Sabtu, demonstrasi sudah dilaksanakan setiap hari di London, dipimpin oleh sebuah kelompok Feminis di Inggris, Sisters Uncut. Ribuan orang berkumpul di markas besar polisi dan berbaris ke Parlemen dan Trafalgar Square yang merupakan  dua lambang  tempat kekuasaan ibu kota yang paling terkenal. Dalam pandangan mereka tidak hanya anggota kepolisian tetapi juga negara yang akan  menjamin dan memberikan sanksi atas kekerasan yang mereka lakukan

Seolah ingin membuktikan maksudnya, pemerintah  yang panik dengan kerusuhan tersebut,  menanggapinya dengan membuat penertiban yang  lebih ketat. Diikuti dengan janji yang akan merekrut sebanyak 20.000 lebih anggota kepolisian, rencananya pemerintah akan menempatkan petugas yang berpakaian seperti preman di club dan bar untuk melindungi wanita dari pelecehan.
Menteri Dalam Negeri Inggris, Priti Patel, sedang menjalankan undang-undang yang akan memperluas kewenangan kepolisian termasuk di dalamnya hak untuk membatasi aksi damai.

Dikarenakan kejadian ini, harapan-harapan yang sudah menggantung begitu lama akhirnya disatukan. Mengungkap cerita mencekam tentang kekerasan yang terjadi pada wanita. Rasanya seperti banyak yang akhirnya mengakui sikap dasar institusi terhadap kekerasan yang terjadi. Karena pada akhirnya seperti salah satu peribahasa, kalian tidak bisa menyingkirkan sebuah apel yang busuk ketika seluruh sistemlah yang menyebabkan pembusukan itu terjadi.

Hal ini merupakan realisasi yang ingin dibentuk dalam beberapa dekade ini, namun sepertinya “cahaya” yang sama sudah tercerahkan dan terpantik  dalam pikiran wanita Inggris. Kita patut berharap cahaya itu akan terus ada dan akhirnya mengantarkan kita, perempuan, selamat sampai dirumah.

Oleh Moya Lothian-McLean
Lothian-McLean adalah seorang jurnalis Inggris yang telah melaporkan secara luas tentang institusi kepolisian, politik, dan gender.

 

#Internasional
Bagikan :

Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur