Apakah kita semua
Benar-benar tulus
Menyembah pada Nya?
Atau mungkin kita hanya
Takut pada neraka
Dan inginkan surga?
Jika surga dan neraka tak pernah ada
Masihkah kau bersujud kepada-Nya?
Jika surga dan neraka tak pernah ada
Masihkah kau menyebut nama-Nya?
Bisakah kita semua
Benar-benar sujud sepenuh hati?
Karena sungguh memang Dia
Memang pantas disembah
Memang pantas dipuja
Jika Surga Dan Neraka Tak Pernah Ada
---
Selamat siang kawan.
Saya ingin anda bersepakat dengan saya, bahwa tulisan ini jangan terlalu disikapi serius. Jika nyatanya benar, anggaplah itu bonus untuk saya. Jikapun salah, ya karena memang saya tidak mencari benar.
Tulisan ini tiba-tiba ada, gara-gara saya menolak sebungkus rokok dari seorang musuh lama. Usai menolak saya tefakur sesaat, ternyata saya baru sadar bahwa jiwa saya dipenuhi dengan kemunafikan. Menolak, tapi sebetulnya butuh.
Maka saya yakin, dengan berkaca dari diri sendiri, bahwa setengah dari jiwa manusia diisi dengan kemunafikan. Setengahnya lagi, dipersiapkannya untuk menunjuk kemunafikan manusia yang lain. Dan keduanya acap kali bersenggama dalam satu waktu.
Kawan.
Susah untuk memungkiri bahwa di dalam jiwa saya, anda dan kita semua, memang sudah takdirnya tergurat tebal unsur-unsur munafik di hati. Jadi jangan malu, itu memang bagian dari ruh.
Tafsir munafik itu luas. Bahkan bisa berubah-ubah tergantung siapa yang bicara dan ditujukan kepada siapa. Tapi yang jelas, manusia yang munafik, jika mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ialah, manusia yang berupaya berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya kepada sesuatu, akan tetapi, sebenarnya dalam hatinya tidak. Mereka selalu mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya, bermuka dua.
Sifat munafik ini, jika saya boleh meminjam secetek pengetahuan saya dari agama yang dianut turun-temurun di keluarga, yaitu Islam, kendati saya sendiri hingga saat ini belum memilih untuk beragama, adalah sifat yang tergolong buruk.
Menurut Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim, tanda orang munafik itu tiga, apabila ia berbicara berdusta, jika berjanji mengingkari, dan jika diberi amanah mengkhianati.
Munafik berasal dari kata nafaqa-yunafiqu-nifaqan wa munafaqan atau dari an-nafaqa (nafaq), yang artinya munafik adalah lubang tempat bersembunyi. Orang munafik memiliki sifat bermuka dua, yang mana penampilan dan perilakunya bertentangan dengan keadaan batinnya.
Saya juga tak malu menyebut bahwa saya termasuk golongan orang-orang yang munafik, yang bangga menumbuh-kembangkan partikel ruh itu di dalam hati. Terus menerus disiram setiap hari dengan dogma dengki, dan dipupuk bersama rasa apatis.
Munafik dari sudut pandang Alkitab prinsipnya juga sama, dalam beberapa bahasa, kata munafik yang diambil dari kata Yunani hypokrites berarti aktor yang biasanya memakai topeng. Mereka bisa merasa sedih, marah, dan benci. Banyak yang menjadi korban dari kemunafikan ini, menjadi menderita dan sangat sedih.
Di Hindu juga sama. Sifat munafik/takabur, sombong, membangga-banggakan keturunan, pemarah, kasar dan bodoh. Oh Partha sifat-sifat itu adalah orang yang memiliki kecenderungan keraksasaan (Asuri Sampad).
Tapi menariknya, walaupun dibilang munafik itu adalah sifat yang buruk, tapi sebagian kita tak pernah ragu untuk berlakon demikian. Kadang tanpa sadar justru kita berdincak bahagia dan dansa bersama-sama.
Di mukadima tulisan ini saya mengutip lirik lagu karya Ahmad Dhani yang berjudul, 'Jika Surga Dan Neraka Tak Pernah Ada' dan saya jadikan judul artikel 'Antara Saya Surga, Neraka dan Munafik'.
Saya sebagai salah seorang pencinta karya-karya Ahmad Dhani, bahkan sangat menggilai otak dan pola pikirnya, saya menyadari salah satu kejeniusan pemilik Gen Kohler ini, ia mampu menyampaikan isi otaknya ke dalam lirik, yang kemudian tanpa kita sadar itu perlahan menjadi dogma.
Termasuklah lagu yang dinyanyikannya bersama almarhum Crisye itu. Di lagu tersebut mereka berdua seolah ingin menampar wajah kita-kita yang beribadah tapi tak tahu makna dan arah.
Untuk apa ibadahmu? Apa yang kita cari dari menjalankan ibadah? Apakah karena hanya takut akan neraka, dan cuma inginkan surga? Atau hanya berazaskan lawatan spiritual? Bukan semata-mata karena takut akan Tuhan?
Jika jawaban anda di dalam hati, iya, maka sebetulnya anda telah berlakon munafik kepada Halikuljabbar anda sendiri. Andaikan saja Dia tak membelah menjadi neraka dan surga, adakah setengah dari manusia rela dan ikhlas beribadah? Karena manusia merasa tak dapat 'upah' berupa harumnya surga dan jauhnya kerak neraka.
Terimalah. Inilah sifat sahaya yang telah tertanam bahkan sebelum nafas kita dihembus. Dan saya tetap meyakini, setengah dari manusia beribadah bukan karena ia takut kepada Tuhan-nya, tapi hanya karena inginkan surga, takut akan neraka. Nah, sekarang giliran anda bertanya dalam hati, masuk yang manakah saya? Ayo. Jangan munafik. (**)
poe