Gastronomy Dalam Sajian Lempah Kuning Dan Martabak Bangka
“Cooking demands attention, patience, and above all, a respect for the gifts of the earth. It is a form of worship, a way of giving thanks”.
- Judith B Jones
Makanan tidak hanya menjadi salah satu ciri khas yang menggambarkan keanekaragaman sumber daya alam yang ada di suatu daerah, ternyata banyak hal yang terkandung dalam sebuah sajian makanan. Cousin C Gillesoie dalam bukunya yang bejudul European Gastronomy Into 21st Century menuliskan bahwa, terdapat ilmu yang mempelajari hubungan antara makanan dan budaya. Ilmu tentang hal ini disebut Gastronomi. Ilmu Gastronomi mempelajari berbagai komponen budaya dengan makanan sebagai pusatnya (seni kuliner). Makanan bukan hanya suatu hasil dari sebuah proses memasak, namun lebih dari itu, setiap makanan dapat merepresentasikan sebuah karya kreativitas dari sang juru masak, mangandung nilai sejarah di dalamnya, dan seni dalam penyajiannya.
Memiliki kekayaan laut yang melimpah menjadi keuntungan tersendiri bagi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan bahwa, Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Karenanya, produksi perikanan Indonesia menjadi yang terbesar kedua di dunia dengan tangkapan sebanyak 6 juta ton. Sedangkan Babel, memiliki potensi produksi perikanan tangkap sebesar 282.100 ton. Tak mengherankan jika produk laut, mudah dijumpai ketika berada di Babel. Produksi laut dengan kualitas terbaik ini diolah, guna membuat masakan yang sudah menjadi warisan tak benda sejak tahun 2015 ini tetap segar.
Gastronomi Ala Lempah Kuning
Berpijak pada ilmu gastronomi, makanan khas dari Negeri Serumpun Sebalai bernama Lempah Kuning, layak kita ketahui. Perpaduan lezatnya ikan dan juga bumbu rempah yang disajikan berkuah menjadikan salah satu masakan khas dari Babel ini menjadi primadona bagi setiap wisatawan yang datang. Sejarawan Kepulauan Bangka Belitung, Akhmad Elvian menuturkan bahwa, ‘Lempah’ memiliki arti masakan yang berkuah, dengan demikian ‘lempah kuning’ berarti masakan yang berkuah kuning.
Lempah Kuning merupakan salah satu olahan ikan laut hasil cipta karya dari Etnis Grup Orang Laut, salah satu dari empat etnis yang ada di Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Santapan ini sudah menjadi makanan khas bagi Etnis Suku Laut sejak abad 15, sehingga sajian ini menjadi masakan rumahan yang cita rasanya sudah sangat dikenal oleh masyarakat Bangka.
Kandungan omega 3 yang tinggi pada ikan laut dalam sajian Lempah Kuning membuat siapa pun yang mengonsumsinya semakin sehat. Ahli Nutrisi Rumah Sakit Timah Pangkalpinang, Pratika Anung Sari mengatakan bahwa, omega 3 pada ikan laut memiliki peran penting dalam proses pembentukan sel-sel saraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan dan mempertajam daya ingat dan menunda penuaan. Bumbu yang terkandung dalam sajian Lempah Kuning seperti lengkuas, kunyit, cabai, bawang merah, asam, nanas dan terasi pun memiliki khasiat yang baik bagi kesehatan tubuh, karena mengandung antioksidan yang tinggi. Bumbu Lempah Kuning ini juga bisa digunakan untuk dimasak pada daging lain sepeti daging, ayam, udang, atau cumi-cumi.
Keistimewaan makanan ini juga terletak pada cara penyajiannya. Lempah Kuning disantap dengan cara ‘ngamper’ atau duduk bersama sama di lantai dengan anggota keluarga lain. Sehingga menciptakan rasa kekeluargaan, persaudaraan semakin erat, menyambung tali silaturahmi, dan menghadirkan banyak cerita. Menikmati lempah kuning dengan cara tersebut diyakini dapat menghilangkan kebencian dan perseteruan atau yang dikenal dengan istilah ‘cicik dan tegem ambus’ bagi masyrakat Bangka.
Hak Lo Pan dari Perspektif Gastronomi
Selain memiliki Lempah Kuning yang kaya akan rasa, gizi, dan juga makna filosofis, Negeri Serumpun Sebalai juga memiliki kudapan yang tak kalah istimewa, yakni Martabak Bangka yang juga dikenal sebagai martabak manis, atau juga biasa disebut ‘Hok Lo Pan’. Menjadi kudapan yang menguggah selera, dari sisi gastronomi, Hok Lo Pan pun sangat menarik, ternyata Martabak Bangka ini sudah dapat dinikmati oleh masyarakat Bangka secara luas sejak 28 tahun yang lalu.
Nama Hok Lo Pan diambil dari kata ‘Hok Lo’ yang merupakan salah satu suku besar keturunan Cina yang ada di Babel, yakni suku Hokkian atau Hok Lo dan kata ‘Pan’ yang berarti kue. Sejarawan Akhmad Elvian turut menjelaskan bahwa, pada abad ke 17 masehi Etnis Cina yang datang ke Babel terdiri dari dua suku besar yang pertama Suku Hakka atau yang biasa disebut dengan Orang Khek dan yang kedua Suku Hokkian atau Orang Hok Lo. Suku Hokkian atau Hok Lo merupakan suku yang dikenal memilki banyak keahlian yang biasa disebut ‘Gilda’ , salah satu keahliannya adalah keterampilan mengolah makanan dan kue.
Zaman dulu mereka membuat kudapan tersebut hanya untuk dinikmati oleh lingkungan keluarga. Namun karena cita rasanya yang enak, banyak dari suku Hokkian akhirnya menjual kudapan ini. Terbukti, hingga saat ini Martabak Bangka menjadi salah satu ikon kudapan yang paling diburu oleh wisatawan.
Terciptanya Tradisi dari Sajian Daerah
Lempah Kuning dan Hok Lo Pan bukan hanya merupakan santapan spesial dari Bangka Belitung. Lebih dari itu, makanan ini merupakan ciri dan karakteristik yang diwariskan oleh masyarakat Babel dari berabad-abad lalu. Willy Siswanto, Budayawan dan Sastrawan Babel mengatakan bahwa, setiap manusia memiliki ide atau buah pikiran (cult) dan jika ide tersebut diterapkan secara terus menerus dan berkesinambungan akan menjadi suatu tradisi (tradition). Tradisi yang terus dilestarikan akan melahirkan budaya (culture) dan membentuk nilai hidup masyarakat (life values) dan budaya kuliner berada di dalamnya.
Masyarakat Babel yang terus berpartisipasi melestarikan Lempah Kuning dan Hok Lo Pan, bukan saja untuk mendapatkan keuntungan secara komersial, tetapi juga melestarikan nilai tradisi dan budaya yang memiliki nilai hidup yang dipercayai dan dianut oleh masyarakat.
Ingatan tentang rasa (memory of the taste) yang tercipta pada saat menikmati Lempah Kuning maupun Hok Lo Pan membuat banyak orang ingin kembali mencicipi kelezatannya. Tanpa disadari kebiasaan tersebut menjadi salah satu upaya pelestarian yang paling sederhana. Di sisi lain, kebutuhan untuk menikmati kuliner khas Bangka menjadi salah satu pendorong bagi masyarakat untuk melestarikannya.
Sajian yang melegenda ini tampaknya tak cukup untuk menjadi satu satunya daya tarik dari kuliner khas Negeri Laskar Pelangi. Perlu adanya wadah untuk mengapresiasi hasil karya dan juga nilai tradisi yang dikandungnya. Tak hanya karena ingin menorehkan prestasi di berbagai kompetisi, tapi lebih kepada rasa bangga dalam mempersembahkan sajian khas yang mencerminkan kekayaan budaya Negeri Serumpun Sebalai sebagai penguatan identitas terhadap kuliner khas Bangka Belitung.
Menutup tulisan ini, mengutip dari Club Gastronomi Indonesia bahwa, food has its own tale , (Makanan punya kisahnya) baik itu tentang falsafah, sejarah maupun budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta identitas suatu bangsa.
Penulis : Gusti Neka Pertiwi
Subscribe Kategori Ini