Sebanyak 25% masyarakat Kepulauan Bangka Belitung (Babel) terdata sebagai penyintas Covid-19, salah duanya adalah Kepala Dinas Komunikasi Dan Informatika Babel, Sudarman dan seorang mahasiswi bernama Taka. Mereka membagi ceritanya kepada kita.
PANGKALPINANG – Sudarman membagi bagaimana ia sembuh saat hadir sebagai narasumber dalam program Ku Cinta Babelku dengan tema “Cerita Penyintas Covid-19” di LPPL In Radio 97.6 FM, Senin (16/8/21).
"Sebagai seorang penyintas dirinya sangat menyetujui adanya tempat isolasi terpadu di Babel," kata Sudarman.
Asrama Haji Babel saat ini beralih fungsi menjadi lokasi isolasi terpadu bagi masyarakat Babel yang positif Covid-19 tanpa ataupun dengan gejala.
“Ini adalah gagasan terbaik untuk melayani pasien Covid-19. Kita sebagai pasien, gizi terpenuhi. Jangan sampai, ketika sesak baru datang ke rumah sakit. Tentu terlambat. kita juga harus menjaga pola pikir untuk selalu dalam keadaan positif. Memang susah, satu persatu peti jenazah lewat. Tapi memang harus dibawa enjoy,” ungkap Kadiskominfo Babel, Sudarman.
Kadiskominfo Babel, Sudarman diketahui merupakan pasien komorbid yang berhasil melalui masa kritisnya. Menurutnya, menjaga kesehatan psikis juga perlu menjadi perhatian. Perlu manajemen yang baik dari pasien karena, mereka yang paham betul kondisi hatinya. Jika bahagia, maka tingkat imun bisa meningkat sehingga pasien lebih cepat sembuh.
“Dengan isolasi terpadu juga bisa mencegah terciptanya klaster baru di lingkungan keluarga kita,” jelasnya.
Berbeda dengan Kadiskominfo Babel, Sudarman, Taka seorang mahasiswi penyintas Covid-19 yang menjadi narasumber menceritakan kisahnya ketika isolasi mandiri dan berhasil untuk tidak menyebarkan virus di keluarganya.
“Jadi aku selalu dalam kamar, alat makan dan baju semua dicuci terpisah. Sebelum dicuci juga pasti disemprot sama disinfektan dulu. Ketika aku ke toilet atau keluar untuk berjemur pasti aku bawa semprotan dan pakai double masker. Semua yang habis aku sentuh pasti aku semprotin. Udah, setelah itu di kamar aja sisanya,” ungkapnya.
Dirinya mengaku dengan menggunakan double masker dan membawa disinfektan ketika keluar kamar menjadi kunci utama untuk untuk melindungi keluarganya dari Covid-19. Meski Taka telah berhasil melalui masa isolasi mandiri di rumah tanpa menyebarkan virus, dirinya lebih setuju jika dilakukan isolasi terpadu.
“Pengetahuan kita kan masih minim, nah ini yang bisa bikin fatal. Obat-obatan juga belum tentu komplit kalo isoman, fasilitas kita juga kadang gak memadai untuk isoman. Kalau isoter, makanan disediakan, pola hidup diatur menjadi lebih baik. Taka juga sudah liat lokasi isoter, di sana dilengkapi AC juga, jadi kita jangan khawatir,” ungkapnya.
Dokter Spesialis Paru, dr. Liyah yang turut menjadi narasumber dalam program ini pun sepakat dengan pernyataan Kadiskominfo Babel, Sudarman dan Taka. Selama ini, banyak pasien Covid-19 dibawa ke rumah sakit ketika saturasi sudah di bawah 70 maka, tak heran jika angka kematian terus meningkat. Padahal jika dirawat lebih awal, tingkat fatalitas bisa diminimalisir.
“Kalau isoter, tenaga kesehatan juga jadi lebih mudah memantaunya. Fasilitas Kesehatan ada, sarana dan prasarana juga disediakan. Yang kita tahu juga sekarang banyak yang positif tapi pura-pura tidak tahu. Datang ke warung, padahal sedang bawa virus. Karena itu, masalah kita masih belum tuntas. Kesadaran diri dan pengetahuan mengenai penanganannya pun masih kurang,” jelasnya.
Di akhir program ketiga narasumber menjawab pertanyaan dari pendengar dan berpesan bahwa penting sekali untuk menjaga diri agar terhindar dari Covid-19. Mereka sepakat bahwa, penerapan protokol kesehatan terbukti dapat membatasi penyebaran Covid-19 sehingga pandemi bisa segera berakhir.
NTA