Lifestyle


Sabtu, 31 Juli 2021 09:28 WIB

Pandemi Belum Usai, Waspadai Burnout

Pandemi Covid-19 ini memberikan banyak dampak, seluruh sisi kehidupan merasakan akibatnya. Permasalahan kesehatan sebagai hak dasar manusia, sudah sepatutnya untuk dijaga. Tenaga medis berjuang keras untuk menyembuhkan yang terlanjur sakit.

Penelitian dari Program Studi Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (MKK FKUI) menunjukkan fakta bahwa sebanyak 83% tenaga kesehatan di Indonesia telah mengalami _burnout syndrome_ derajat sedang dan berat yang secara psikologis sudah berisiko mengganggu kualitas hidup dan produktivitas kerja dalam pelayanan kesehatan. Hal ini diakibatkan beban kerja yang sangat berat dan menumpuk, sehingga tidak ada lagi waktu untuk istirahat.

Bahkan Diwartakan World of Buzz, Rabu (20/1/2021), Dr. Ali Noor Hassan, sebagai garda terdepan penanganan pandemi Covid-19 di Malaysia dinyatakan meninggal pada Selasa, (19/1/2021), setelah jatuh sakit akibat kelelahan ekstrim dan kurang istirahat. Foto terakhir menunjukkan bagaimana Dr. Ali jatuh sakit karena kelelahan. Beban kerja yang berat membuatnya jatuh sakit karena kurang tidur.

Pemerintah berupaya menahan penyebaran dengan memberlakukan sistem Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Dengan harapan beban kerja tenaga medis berkurang, dan kesehatan masyarakat bisa terjaga. Namun, risikonya adalah seluruh kegiatan dari luar terpaksa di bawa ke rumah. Dunia kerja dan kehidupan sehari-hari disatukan. Ditambah dengan sekolah anak yang juga dilaksanakan dari rumah. Hal ini sangat rawan memicu kondisi burnout syndrome .

Liza Marielly Djaprie, M.Psi., CH dalam perbincangannya di Media Center Graha BNPB, Kamis (11/2/2021) menyampaikan, burnout merupakan kelelahan kronik, bukan gangguan psikologi tapi sebagai kondisi yang bisa memicu ganguan psikologis. Siapa pun bisa mengalami burnout termasuk ibu rumah tangga. Hal ini disebabkan karena terus mengalami tumpukan pekerjaan yang tidak kunjung usai. Kita tidak punya support system . Capek dan bosan dengan kondisi yang terjadi.

Semua hal dapat menyebabkan burnout , termasuk burnout dengan pasangan. Pada konsepnya burnout merupakan kondisi yang dihadapkan dengan masalah yang tidak kunjung selesai, tanggung jawab terus berdatangan dan kita tidak mampu mengolah dengan baik, maka siapa pun bisa mengalami kelelahan kronik ini.

Gejala burnout ada 3, antara lain fisik, emosi, dan perilaku.

·         Fisik: mudah sakit karena imunitas yang menurun, biasanya sakit kepala belakang salah satu saraf tegang karena dipaksa untuk selalu berpikir

·         Emosi: mood swing, mudah marah, meledak-ledak, takut, nangis namun tidak bisa diprediksi

·         Perilaku: menarik diri dari lingkungan, kehilangan minat bakat, mengisolasi diri dan tidak telalu senang melakukan hobi.

Kondisi masyarakat Indonesia sering kali membuat orang tidak menyadari keberadaan burnout pada dirinya. Kita sering menyangkal akan kehadiran perasaan-perasaan ini. Ditambah dengan kondisi psikologi yang tidak dapat dilihat secara kasat mata. Kita juga hidup di lingkungan yang masih minim empati. Ketika ada teman yang curhat tentang diri dan masalahnya malah dibilang lebay atau diteriaki “AYO KAMU PASTI BISA”. Coba kalimat tersebut diubah menjadi, “Untuk sementara kamu istirahat dulu, cari waktu mu, nanti kita coba lagi,” kalimat ini bisa jadi lebih menenangkan dari pada membakar semangat. Karena salahnya pemilihan kata dan kurang empati, gejala burnout terpaksa kita sangkal. Kemudian akan  menghindari untuk mengolah rasa/perasaan lebih dalam.

Cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah ini adalah silahkan minta tolong. Ketika kita mendapati beban kerja yang amat berat dan menimbulkan gejala-gejala di atas, cobalah untuk minta digantikan. Turunkan sejenak beban kerja dari pundak. Minta ke teman lain untuk menggantikan kita sementara. Sampaikan jika kita butuh istirahat. Kesampingkan dulu rasa ragu, merasa tidak enakan, takut dikira tidak tanggung jawab. Kamu bisa jelaskan apa yang sedang kamu alami agar teman mu mengerti.

 

Self Aware

Sadari jika ada yang tidak beres dari psikologi kita. Jika sudah paham dan mendapatkan waktu, silahkan dedikasikan diri untuk beristirahat. Nah, cara istirahat yang dilakukan tergantung kebutuhan tubuh, karena setiap orang punya cara penanganan yang berbeda-beda, ada yang hanya perlu sendiri, bersama orang lain, olahraga, atau physical touch seperti dipeluk atau dielus. Karenanya untuk bisa self aware kita harus mampu mengenali kecerdasan emosional. Burnout merupakan tumpukan masalah dari masa lalu ditambah dengan ketakutan atau kecemasan di masa yang akan datang. Cara paling mudah untuk mencegah burnout  adalah istirahat dan olahraga.

Karenanya asah empati untuk diri sendiri dan orang lain. Ketika ada yang berkata “Kayaknya akhir-akhir ini kamu mudah marah.” Jangan ditolak dan berkata “I’m fine,” silahkan terima peringatan dari orang lain. Ketika kita belum mampu Self aware , silahkan dengarkan peringatan orang lain. Terima. Diam. Intropeksi. Analisa. Coba istirahat 1-2 hari. Kalau dengan beristirahat ini kamu bisa menjadi lebih baik, kenapa tidak?

Self Hypnosis

Langkah selanjutnya terapi terhadap diri sendiri atau ketemu dengan psikolog terapi atau lakukan self hypnosis . Pengaruh informasi dari luar sangat mampu memberikan pengaruh terhadap alam bawah sadar. Kamu bisa melakukan self hypnosis melalui terapi dengar dari video di youtube .

Dengan mengucapkan dan mendengarkan 1 kata secara berulang-ulang dapat mempengaruhi alam bawah sadar. Waktu yang paling efektif untuk memasuki alam bawah sadar ini adalah ketika hendak tidur atau baru saja bangun tidur. Hal sederhana yang bisa dilakukan adalah ketika bangun tidur jangan langsung lihat handphone karena secara otomatis akan memberikan dampak stres bagi diri sepanjang hari. Berikan instruksi positif ketika baru bangun atau berdoa hal-hal baik.

 

NTA


#Gaya Hidup #Corona
Bagikan :

Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur