PANGKALPINANG – Niko (29 tahun) seorang pengrajin pot bunga, kursi, dan meja taman ini patut diacungi jempol. Pasalnya, ia mengajak anak-anak muda yang putus sekolah dan tidak tahu mau melanjutkan masa depannya, untuk ikut bekerja bersama dirinya.
“Kebetulan saya tau Niko dan adiknya Antonio. Mereka luar biasa. Masih muda tapi mampu mengembangkan usahanya. Potensi yang tidak kita kira sebelumnya. Bahkan sampai bisa memberdayakan orang lain dan membuka lapangan kerja bagi yang lain,” ungkap Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kepulauan Bangka Belitung (Dekranasda Babel), Melati Erzaldi saat mengunjungi tempat usahanya.
Di Galeri Berlian tersebut, Ketua Dekranasda Babel bertemu dengan pemilik galeri, Niko, di Jembatan 12, Kota Pangkalpinang, untuk berdiskusi mengenai dunia usaha. Di tempat ini, Nico juga menjual berbagai tanaman hias. Hal ini bermula dari hobi, Niko yang mengolah tanaman hias kemudian beranjak pada kerajinan pot, dan sekarang berkembang hingga meja dan kursi taman.
“Potensi kita besar Bu, tanah di Bangka ini mineralnya bagus. Tidak perlu melalui banyak proses dan bahan campuran. Cukup tanah dan semen saja, kita bisa memroduksi banyak kerajian. Berbeda dengan kondisi di pulau Jawa yang harus melalui berbagai proses produksi untuk menghasilkan suatu kerajinan,” ungkap Niko.
Diakui Niko, satu set kursi taman yang terdiri dari satu buah meja dan empat buah kursi batu berada di kisaran harga Rp 1.100.000 di Babel. Harga ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan harga satu set kursi taman di Pulau Jawa yang di jual minimal Rp 2.500.000.
Dalam kurun waktu satu tahun lebih berdiri, galeri ini sudah bisa menghasilkan omzet hingga Rp 500.000 per hari. Hal ini tergantung musim. Jika masuk hari besar, omzet yang diterima bisa lebih banyak lagi. Pesanan yang masuk meningkat hingga 60 set. Namun jika sedang sepi, omzet yang diterima galeri bisa berada dibawah Rp 200.000 per hari.
Dengan sistem kerja yang tidak terikat, yakni 'kerja ketika mau dan pulang ketika semua selesai’ menjadikan hasil produksi mampu dibuat dengan sepenuh hati. Pot, meja, dan kursi yang dihasilkan memiliki nilai seni tinggi dan kokoh diterjang cuaca.
“Kita pernah menggunakan sistem jam kerja. Tapi kerja malah berantakan dan hasilnya tidak maksimal. Ya, itu karena moodnya kurang bagus. Jadi sekarang tidak kita paksain,” ungkap Niko.
Ketua Dekranasda Melati mengapresiasi niat mulia Niko yang seperti diketahui hingga saat ini telah mempekerjakan tujuh orang yang berasal dari berbagai kalangan dan berusia lebih muda dari dirinya sendiri termasuk adik sepupunya, Antonio (20 tahun).
“Mereka ini kumpulan anak muda asli Bangka. Membuat kerajian pot dan yang keren adalah, dapat dibuat tanpa menggunakan cetakan. Niko mengajari anak-anak muda ini, padahal sebelumnya Niko sendiri belajar secara autodidak,” ungkap Ibu Melati.
Saat ini, pandemi justru memberikan berkah bagi Niko. Selama berada di rumah, banyak masyarakat yang beralih menggemari tanaman. Ini mendatangkan hal baik bagi Niko. Ia bahkan tidak sempat menyetok produknya karena selalu mengerjakan pesanan pelanggan. Akan tetapi, dirinya mengungkapkan tidak berani membuka pesanan melalui media sosial online karena takut pesanan tidak bisa memenuhi permintaan pelanggan.
“Nah, di sini diperlukan manajemen yang baik. Kalian harus bisa mengatur pesanan yang masuk, desain yang diinginkan, dan pekerja yang dibutuhkan. Buat target ke depan produknya mau seperti apa. Kalau kalian kerjanya gini-gini aja, saya jamin lima tahun lagi kamu pasti sudah bosan,” ungkap Ketua Melati.
“Benar Bu. Saya sekarang saja sudah bosan. Seharian cuma ngerjain pesanan. Saya bingung apa target saya nanti,” ujar Niko
Selain itu, Ketua Dekranasda Melati juga mengingatkan untuk mendaftarkan usaha ini pada Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK). Banyak keuntungan yang bisa didapatkan, salah satunya, kalau ada program pemerintah, usaha yang telah terdaftar IUMK bisa mendapat jatah bantuan.
“Insyaallah IUMK ini bisa kita bantu prosesnya dan pastinya gratis,” ungkapnya.
Kisah Niko berhasil menginspirasi banyak pihak, bahwa di tengah pandemi, ternyata tidak selalu membawa dampak yang berarti. Pandemi justru menjadi tantangan yang membawanya mendapatkan keuntungan dan memberikan manfaat ke banyak orang di sekitarnya.
“Saya berharap galeri ini bisa menelurkan entrepreneur yang memiliki mimpi-mimpi besar untuk masa depan mereka. Anak muda ini belajar dan berdaya sehingga bisa mandiri dan menghidupi masa depannya sendiri,” pungkas Ibu Melati.
Penulis : Natasya