Culture


Sabtu, 12 Juni 2021 07:38 WIB

Mengenali Batu Satam Khas Pulau Belitung, Melati Kunjungi Galeri Firman

TANJUNG PANDAN - Setelah beberapa tahun terakhir menjabat Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Dekranasda Babel), Melati Erzaldi berkesempatan mengunjungi seorang pengrajin cinderamata Batu Satam, Jumat (11/06) di Galeri milik Firman Zulkarnaen di Desa Pangkal Lalang, Tanjung Pandan. 

Menyadari adanya pengrajin cinderamata atau penggiat batu satam khas Pulau Belitung, Melati Erzaldi mengatakan dari beberapa kali expo yang diikuti Dekranasda Babel, dirinya belum pernah bertemu langsung dengan Firman Cinderamata karena biasanya peserta yang difasilitasi merupakan UKM atau IKM yang direkomendasikan oleh Kabupaten. 

"Berdasarkan rekomendasi dari Disperindag Babel, hari ini saya mengunjungi sendiri galeri kerajinan milik pak Firman Zulkarnaen," ungkap Melati Erzaldi.

Firman Zulkarnaen yang berusia 66 tahun, telah berkiprah selama 32 tahun untuk mempelajari hingga memperkenalkan pada masyarakat luas tentang Batu Satam, yang jika diartikan, Pasir Empedu (sa = pasir dan tam = empedu).
Bangsa Belanda menyebutnya billitonite, sedangkan Amerika yang banyak melakukan penelitian Batu Satam, menyebutnya tectite, walau umumnya dikenal dengan sebutan batu meteorid. 

"Saya golongan orang yang berkarya. Sejak dulu, pekerjaan sulit sekali dicari sehingga saya berfikir harus menciptakan lapangan pekerjaan untuk diri sendiri dan orang lain," ungkap Firman bersemangat menceritakan tentang sejarah dirinya mulai mengenal batu hitam pekat dengan aneka ragam bentuk dan ukuran ini. 

Dijelaskan oleh Firman saat menyambut tamu istimewanya, dirinya mengatakan selain batu satam, Kayu Simpor laki, Kayu Petaling, Kayu Akar bahar merah dan Kayu Cendana menjadi koleksi di galerinya. Masing-masing dari benda-benda ini memiliki manfaat tersendiri dalam kehidupan manusia. 

"Merupakan harta paling berharga bagi saya, diantara ratusan batu satam yang saya temui, dua diantaranya bertulis Allah dan Muhammad dalam tulisan arab," ungkapnya menjelaskan sambil menunjukkan Batu Satam yang dimaksudnya. 

Tidak sedikit petinggi Indonesia yang menggunakan salah satu cinderamata berbentuk tongkat komando karya Firman, hingga Ia menyebutnya, "Satam dari langit, akar bahar merah dari bumi, bumi dan langit dipegang dalam bentuk tongkat komando."

Bahkan, sesuai dengan manfaat masing-masing, tongkat komando dibentuk dari 3 kayu khas Babel yang ditumpuk memanjang. 

"Biasanya saya bertemu petinggi-petinggi negeri dalam pameran tingkat nasional seperti PRJ yang rutin saya ikuti selama 19 tahun," jelasnya bersemangat menjelaskan kepada Ketua Dekranasda yang baru  pertama kali bertemu dengannya. 

Sama bersemangatnya, Melati Erzaldi mendengarkan banyak sejarah dari Batu Satam dan beberapa jenis kayu yang dijelaskan oleh Firman. 

"Saya ingat perkataan Ustadz Yusuf Mansyur, karakter orang kaya, tidak minta-minta, karakter orang kaya itu mencari dan memberi," ungkap Melati Erzaldi yang cukup terkagum dengan kerajinan yang digeluti oleh Firman. 

Melati Erzaldi dalam kesempatan ini mengatakan dan bersepakat bahwa jenis Batu Satam dan akar bahar merupakan kekayaan alam Babel yang dilindungi, salah satunya karena hasil alam ini mulai langka.

Sekalipun produk-produk cinderamata ini begitu diminati pasar nasional maupun internasional bahkan untuk kepentingan penilitian, Melati Erzaldi tetap mengajak untuk menjaga dengan hati-hati karena termasuk hasil alam yang terancam punah.


Penulis : Nona


Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur