Gambut mengandung sedikit atau bahkan sama sekali tidak ada nutrisi dan zat yang dibutuhkan tumbuhan sehingga tidak ada alasan untuk terus menggunakan gambut
James Wong
Dalam dunia berkebun, perubahan terjadi dalam waktu yang sangat lama, bahkan hal tersebut bisa membuat frustrasi, terkadang membuat marah. Saya seorang yang menyukai cinta, dan keakraban. Di dunia yang selalu berubah dan tidak dapat diprediksi ini adalah dasar bagi tradisi dan identitas kita. Namun, terkadang penolakan terhadap perubahan ini dapat menyebabkan hasil yang berbeda, yang menurut saya tidak hanya menghalangi kita menjadi petani yang lebih baik, tetapi ironisnya bahkan menghambat hubungan kita dengan warisan alam itu sendiri.
Saya tidak pernah membayangkan ketika, sebagai remaja, saya pertama kali membaca tentang perdebatan seputar gambut, dan ternyata saya masih akan merasakan perdebatan ini berkecamuk beberapa dekade kemudian. Seperti yang saya pikirkan ketika berkebun, sama seperti bekerja dalam ranah kreatif, keragaman pandangan sangat penting, karena hal tersebut adalah kenyataan yang objektif, bahwa penggunaan gambut sebagai media tumbuh yang berkelanjutan tidak dapat dipertahankan dari sudut pandang lingkungan.
Saya mengenal gambut setelah pindah ke Inggris pada tahun 1999, karena di Singapura yang mengikuti tradisi Victoria Inggris, media tanam hortikultura kami adalah campuran tanah kebun, pasir, dan arang dalam jumlah yang kira-kira sama. Baru pada pertengahan abad ke-20, industri hortikultura di Inggris beralih dari formula serupa ke gambut, terutama karena bobotnya yang lebih rendah, sehingga ongkos angkut pun menjadi lebih murah, dengan demikian lebih menguntungkan. Bendera perang telah dikibarkan tentang dampak lingkungannya pada awal 1980-an, hanya beberapa dekade setelah diadopsi dan digunakan ke dalam penggunaan yang lebih luas. Tetapi penolakan untuk tidak mengunakan gambut ini masih terjadi hingga saat ini, 40 tahun kemudian.
https://p2.piqsels.com/preview/703/552/25/garden-green-plants-agriculture-thumbnail.jpg
Tapi ada hal yang lebih aneh lagi, gambut bukan termasuk media tanam tradisional, bahkan gambut ini tidak dibutuhkan karena mengandung sedikit atau bahkan tidak ada nutrisi dan tumbuh dalam campuran berbasis gambut. Petani pun terus-menerus menggunakan pupuk untuk menjaga tanaman tetap sehat. Selain mahal dan kerja ekstra, sebagian besar pupuk ini tidak akan mengandung berbagai mineral dan senyawa aktif biologis yang sama dengan yang ditemukan di tanah, yang berarti kesehatan tanaman sering kali terganggu.
Dengan menanam di media gambut, Anda pada dasarnya menanam secara hidroponik di bagian yang tidak memiliki reaksi, sehingga proses ini dinilai banyak kekurangan dan tidak ada manfaatnya. Hal ini, sebelum kita membahas fakta bahwa gambut bisa menjadi hidrofobik (menolak air) cukup cepat saat mengering. Jika Anda pernah menyirami tanaman yang kering dan melihat kelembapan benar-benar mengalir dari permukaan dan ke bawah sisi pot, itulah yang terjadi. Hal ini memaksa produsen untuk menambahkan “bahan pembasah” (pada dasarnya deterjen) yang memecah tegangan permukaan air, untuk memungkinkan gambut melakukan tugasnya.
https://p0.piqsels.com/preview/836/804/31/green-grow-growing-lettuce-thumbnail.jpg
Jika Anda ingin lebih ramah lingkungan dan mendapatkan hasil berkebun yang lebih baik, buang gambut untuk media tanam berbasis tanah. Dengan hanya mencampur kompos serba guna, bebas gambut dengan tanah kebun biasa di bagian yang kira-kira sama, Anda dapat membuat versi yang jauh lebih murah, dan membeli barang belanjaan untuk berkebun jauh lebih sedikit. Lalu jika alasan ini dapat membantu meyakinkan Anda, ingatlah bahwa cara ini sebenarnya jauh lebih “tradisional” daripada menggunakan gambut.
James Wong
Penasehat Perkebunan
Gusti Neka