Lifestyle


Kamis, 03 Juni 2021 13:58 WIB

Writer?s Block: Mengatasi Kebuntuan Dalam Menulis, Ini Tiga Tipsnya

Penulis cenderung menunda dan menjadikannya alasan ketika bertemu dengan Writer’s Block atau hambatan ketika menulis. Menurut Rowena Murray, “mereka sebenarnya hanya menghindari untuk meminta bantuan”.

Benang merah dalam percakapan tentang betapa sulitnya menulis adalah merasa terus-menerus tidak siap untuk menulis atau merasa tidak cukup baik dalam menulis. Hal ini biasanya disebut dengan kebuntuan pada penulis atau Writer’s Block, mereka berbicara banyak tentang penundaan dan perfeksionisme. Mereka membuat daftar aktivitas pengganti seperti memeriksa email, Facebook, referensi, mencuci pakaian, membersihkan kamar, memotong rumput, melihat tanaman bertumbuh, dan mereka tahu bahwa semua ini tidak ada hubungannya dengan kegiatan menulis.

Ini masalah penulisan yang sering dialami. Dalam bukunya Understanding Writing Block, Keith Hjortshoj mengatakan: “Writing block atau kebuntuan dalam menulis paling umum terjadi pada mahasiswa tingkat lanjut, mahasiswa pascasarjana, sarjana, dan penulis profesional yang tidak seharusnya membutuhkan bantuan dalam menulis dan tidak memerlukan jenis langkah-langkah dalam penulisan yang ditawarkan dalam kelas kelas menulis tertentu.”

Tapi mengapa writer's block begitu umum di kalangan akademisi dan penulis? Apakah penundaan hanya cara menangkal perlunya bantuan atau instruksi? Akademisi dan penulis seharusnya tahu semua yang perlu mereka ketahui, bukan?

Apakah meminta bantuan akan dilihat sebagai kelemahan? Atau apakah writer's block disebabkan oleh kecemasan penulis? Atau tuntutan yang tidak realistis, yang mengarah pada tujuan penulisan yang tidak masuk akal? Atau tidak adanya waktu penulisan yang sesuai, menciptakan beban kerja di mana output dari menulis ditentukan, tetapi tidak dengan proses penulisan? Atau membutuhkan kesendirian dalam menulis? Banyak penulis membutuhkan waktu sendiri, dan mereka tidak membicarakannya.

Untuk mencapai kekuatan dalam menulis dibutuhkan emosi, kognitif, perilaku, dan retoris, kita dapat menggunakan tiga strategi untuk menghadapi, atau menghindari, hambatan penulis atau writer’s block.

1) Tetapkan Tujuan yang Realistis dan Pantau Sejauh Mana Anda Dapat Mencapainya

Jelas! Mungkin itulah masalahnya, keyakinan bahwa menulis itu rumit untuk memiliki solusi yang begitu sederhana. Tentunya tulisan akademis berkualitas baik tidak terlepas dari tujuan dalam penulisan itu sendiri. Namun masalah yang sering terjadi yakni penulis memilih untuk tidak menggunakan strategi yang membantunya.

Ada kesalahpahaman bahwa menulis tidak dapat didefinisikan dengan cara yang sama seperti tugas akademik lainnya, dalam hal bagian tujuan dan bagian rutin. Begitu kepercayaan ini Anda pegang, menulis tampaknya menjadi mustahil.

Sebaliknya, pikirkan tentang menulis dalam hal tingkat kualitas. Misalnya, untuk menulis sebuah bab, mengerjakan di suatu tingkat/ level dapat melibatkan penulisan tentang semua konten terkait lainnya, tetapi di level ini kita tidak mengklarifikasi argumen. Menulis di level atau tingkat yang lain bisa berarti menulis untuk membuat garis argumen menjadi sangat jelas, tetapi tidak menambah atau memotong apa pun. Level menulis lainnya yakni bisa menyelaraskan ringkasan bab dan isinya. Setiap tingkatkan menulis memiliki tujuan yang realistis.

Ini bukan tentang menurunkan harapan meskipun mungkin terasa seperti itu pada awalnya, tetapi mendefinisikan menulis adalah bagian dari tugas. Jika kita bekerja pada semua level atau tingkatkan menulis ini secara sekaligus, maka akan menjadi tujuan yang tidak realistis karena mencapai tujuan menulis yang realistis mengurangi kecemasan dan apa yang biasa disebut sebagai "perasaan gagal terus-menerus di awal penulisan", dan tentunya mencegah writer’s block.

2) Ciptakan Waktu Menulis Khusus yang Hanya Fokus Untuk Menulis

Penulis lebih fokus dan tidak merasa cemas ketika mereka tidak melakukan banyak hal dalam satu waktu (multitasking). Bahkan memeriksa referensi bisa menjadi sangat penting seperti dalam penulisan akademis, dapat menghentikan fokus penulisan. Kuncinya adalah menulis tanpa adanya “kabel”. Matikan semua perangkat, keluar dari email dan internet dan abaikan tulisan orang lain (buku, artikel, dll) untuk jangka waktu tertentu. Tetapkan tujuan menulis yang realistis misalnya selama 90 menit.

Mengapa semua orang belum melakukan ini? Mungkin karena kecemasan tentang bagaimana cara mengutip karya orang lain sesuai dengan aturan, atau tidak melewatkan telepon seseorang yang penting dan kecemasan dasar tentang kualitas tulisan.

3) Social Writing

Seperti halnya kegiatan akademik lainnya, berinteraksi dengan orang lain tentang ide dan rencana merupakan hal yang sangat bernilai.

Social writing melibatkan kegiatan menulis bersama orang lain yang bukan berkolaborasi dalam sebuah tulisan, tetapi menulis dengan orang lain di dalam ruangan. Menulis bersama, berbicara tentang penulisan yang sedang berlangsung, berbagi tujuan, dan pencapaian menulis membantu kita untuk memahami menulis dengan lebih baik. Social Writing menghasilkan tujuan yang realistis dan waktu menulis yang berkualitas.

Itu juga yang membuat menulis menjadi bagian dari pekerjaan dan kehidupan. Menulis bukan lagi sesuatu yang kita lakukan hanya dalam kesendirian. Berdiskusi tentang menulis bisa menjadi sangat menarik. Social Writing dapat mengurangi penyebab utama writer’s block, kecemasan, dan dapat menstimulasi untuk menulis dengan “hidup”. Dengan adanya Social Writing, mungkin penulis tidak lagi membutuhkan bantuan dan juga instruksi yang formal.

Profesor Rowena Murray Direktur Penelitian Sekolah Pendidikan di University of the West of Scotland.

Gusti Neka


Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur