Lifestyle


Rabu, 02 Juni 2021 15:53 WIB

Sebuah Surat Untuk Ayahku Yang Pemarah

'Saya tidak menyalahkan Ayah, tetapi saya ingin Ayah memahami bagaimana tindakan Anda memengaruhi saya: sebuah surat yang selalu ingin saya tulis’

-Anonymous

Ketika saya masih kecil, saya mengalami mimpi buruk yang berulang di mana saya dan dua saudara laki-laki saya seperti binatang kecil yang berlari ketakutan melewati hutan dan ayah adalah T-rex yang mengaum. Kami akan berlomba ke tepi danau dan berenang ke pulau yang berada ditengah, tempat ibu melindungi kami.

Dalam kehidupan nyata, ayah mengatur masa kecil saya seperti seorang tirani, selalu ada saat-saat sebelum kemarahannya meledak dan memenuhi rumah ini dengan ketakutan. Anda pernah memukul saya begitu keras sehingga saya mengompol, dan selama bertahun-tahun, sepulang sekolah, saya akan duduk di lantai kamar mandi, kemudian menangis. Sekolah bukanlah waktu dan tempat yang menyenangkan untuk saya. Ketidakamanan dan ketakutan membuat saya menjadi sasaran empuk para pengganggu yang kejam dan menerima ‘bully’.

Saya tidak menyalahkan Anda, tetapi saya ingin Anda memahami bagaimana tindakan Anda memengaruhi hidup saya; banyak tahun-tahun yang dihabiskan untuk bersembunyi di kamar dan teriakan itu tetap terngiang. Saya selalu bertanya-tanya mengapa saya memiliki gejolak kemarahan yang tidak ada habisnya ini; mengapa saya sangat membutuhkan persetujuan dan pengakuan dari orang lain; mengapa diabaikan membuat saya sangat marah; mengapa saya membenci begitu lama. Sekarang saya menyadari bahwa itu karena Anda, Ayah.

Mungkin sebagian dari sifat buruk ini karena hidup saya tidak berjalan seperti yang saya harapkan. Mungkin jika saya lebih bahagia, ini tidak akan menjadi masalah saat saya dewasa. Tapi sekarang saya mengerti akar penyebab masalah saya: saya tumbuh dalam ketakutan.

Ayah mengejek kami karena mencari cinta dan perhatian ibu.  Ayah melihatnya sebagai sesuatu yang lemah.  Karena Ibunya meninggal ketika ayah berusia enam tahun dan tidak, saya tidak bisa membayangkan seperti apa rasanya, dan saya tidak tahu betapa sulitnya itu.

Yang saya tahu adalah bahwa Ayah tidak pernah bisa menangani perasaanya mengenai persoalan ini, ia tidak pernah mencari pertolongan. Perasaan kehilangan dan sakit hatinya yang mendalam muncul di malam hari, saat makan malam keluarga, dan alih-alih mengatasi trauma itu, Ayah menyalahkan diri sendiri: Anda membenci, meludah, dan mengamuk.

Sekarang saya bukan anak kecil yang ketakutan lagi. Saya telah melawan semua rasa yang dilemparkan kepada saya. Ya, saya juga telah menyebarkan kebencian itu, dan itu sangat saya sesali. Tetapi saya juga telah bekerja keras untuk mencari tahu siapa saya sebenarnya, apa kesalahan saya, bagaimana tindakan saya memengaruhi orang-orang yang saya cintai, dan pertanyaan mengapa saya menjalani kehidupan yang kacau dan tak menentu sejak saya meninggalkan rumah.

https://p2.piqsels.com/preview/283/477/92/father-and-son-happiness-love-walking.jpg

Tetapi ayah, anda belum melakukan hal yang sama dan mungkin tidak akan pernah. Sekarang saya melihat bahwa Anda adalah sang kehilangan itu, yang berteriak di puncak gunung untuk cinta yang telah diambil dari Anda bertahun-tahun yang lalu. Saya hanya berharap Ayah memiliki nyali untuk mengakuinya, dan membiarkan diri akhirnya bahagia.

Gusti Neka


#Gaya Hidup
Bagikan :

Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur