Tim, 68 tahun dan Viv, di usia 50-an, bertemu pada tahun 1989 ketika mereka memerankan peran sebagai pasangan suami istri yang bertengkar di atas panggung. Mereka menikah di tenda sirkus dan sekarang tinggal di Devon.
Saat itu Viv, yang berusia 50-an, berkencan dengan orang lain dan tidak merasakan ketertarikan yang sama. “Kesan pertama saya adalah bahwa dia adalah seorang pria berpenampilan unik dengan kawat gigi warna-warni sedikit seperti badut,” sambil tertawa. Tim merasa bahwa dirinya tak bisa masuk dalam kehidupan percintaan bersama Viv, tetapi memutuskan untuk membangun persahabatan. Mereka mengerjakan empat drama, termasuk satu drama ketika mereka bermain sebagai suami dan istri. Selama periode latihan tiga minggu, diikuti dengan pertunjukan tiga minggu, mereka semakin dekat.
“Tim dibesarkan di Afrika Selatan dalam keluarga yang melawan apartheid,” kata Viv. “Masa kecilnya sangat berbeda dengan saya dan itu sangat menarik. Menurutku dia adalah perpaduan dari hal yang serius dan lucu." Hubungan Viv dan kekasihnya tidak berjalan lancar, dan dia segera menyadari bahwa dirinya memiliki perasaan untuk Tim. Dia mengajak Tim untuk pergi makan setelah menonton pemutaran drama, sehingga mereka bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Tim berkata “Saya berharap kita akan tetap berteman dan Viv menjawab 'Saya harap kita akan menjadi lebih dari sekedar teman',” ujar Tim. Mereka mulai berkencan, melakukan perjalanan rutin dengan sepeda motor. “Dia membelikan saya jaket kulit dengan pinggiran yang fantastis ini,” kenang Viv. “Hal tersebut mencuri hatiku. Dia tidak ingin membawaku keluar tanpa pakaian pelindung ini. "
Selain bersepeda, mereka senang pergi ke teater dan mengerjakan proyek bersama. “Kami memutuskan ketika bertemu, kami ingin mengejar impian kami untuk bekerja di bidang kreatif,” ujar Viv. “Ini tidak selalu menjadi pilihan yang mudah, tetapi kami memiliki satu sama lain untuk saling mendukung. Ketika kalian bertemu seseorang yang memiliki pandangan yang sama tentang kehidupan, Anda akan merasakan bahwa dia adalah orangnya."
Pada Januari 1990, Viv pergi ke Italia untuk bekerja selama beberapa bulan, sementara Tim melanjutkan tur di bagian utara Inggris. Mereka menelepon sesering mungkin. Tim menemukan sebuah flat di bagian utara London dan mengundang Viv untuk tinggal bersamanya ketika dia kembali. “Saya tidak yakin karena saya pikir keputusan itu mungkin terlalu cepat. Lalu saya melihat flatnya yang begitu indah, jadi saya bilang ya,” candanya. Mereka hidup bersama dan bertunangan di musim gugur.
Karena pola pekerjaan mereka, mereka menghabiskan banyak waktu dalam hubungan jarak jauh, dan mereka ingin memperkuat hubungan ini. Pada tahun 1991 mereka mengadakan pesta pernikahan mewah di tenda sirkus. “Hal itu mencairkan suasana para tamu undangan kami. Saya berperan sebagai sheriff di Nottingham dan Viv adalah seorang harlequin,” kata Tim. Tiga tahun kemudian mereka pindah ke New Barnet, tempat anak-anak mereka lahir pada tahun 1994 dan 1999. Meskipun sebagian besar audisi akting diadakan di London, mereka memutuskan untuk pindah ke Devon pada tahun 2006. “Ternyata komunitas kreatif sangat mendukung dan inklusif di sini,” kata Tim. Dia sekarang melakukan terapi CBT/ Cognitive Behavioural Therapy (terapi untuk mengubah pola fikir dan prilaku) untuk NHS/ National Health Service (Pelayanan Kesehatan Nasional) bersamaan dengan pekerjaan seni kreatifnya dan Viv berpindah karir untuk lebih mendalami musik. “Saya selalu menjadi seorang musisi, pada saat lockdown saya menghabiskan waktu untuk merekam album baru. Itu hal baru yang menantang, tapi saya punya banyak waktu untuk menulis," ujarnya.
Dia menggambarkan suaminya sebagai ‘orang yang sangat otentik’ dengan hati yang besar. “Saya mengagumi kejujuran dan integritasnya. Dia juga selalu membuatku tertawa. Sementara Tim, berkata Viv adalah orang paling penyayang yang pernah dikenalnya. “Ketika saya masih muda saya selalu sangat marah pada ketidakadilan. Viv mengajariku begitu banyak hal. Saat ini saya lebih cenderung untuk mendengarkan daripada bereaksi. Dialah sahabat terbaikku."
Lizzie Cernik
Gusti Neka