Melati, Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi Partai Gerindra Daerah pemilihan Kepulauan Bangka Belitung, menanggapi isu kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.
Menurutnya, masyarakat harus mengetahui bahwa kebijakan ini bukan produk pemerintahan Prabowo melainkan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang diinisiasi dan diusulkan oleh PDIP pada periode sebelumnya.
“Ini adalah produk undang-undang yang ditandatangani tahun 2021, artinya ini bukan produk di zamannya Pak Prabowo. Jadi masyarakat harus tahu kalau undang-undang ini ditandatangani tahun 2021 dan yang menjadi inisiatornya itu adalah PDIP, pada saat itu sebagai partai penguasa dan sebagai ketua panjanya juga dari PDIP, inisiatifnya dari PDIP,” ungkapnya.
Melati menyatakan pemerintah sudah berusaha mencari jalan tengah dengan tidak menaikkan PPN 12% untuk barang yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari, bertujuan untuk melindungi masyarakat yang kurang mampu.
“Kenaikan PPN 12% ini tidak berlaku untuk barang-barang kebutuhan sehari-hari. Ada pengecualian barang atau jasa tertentu yang tidak dikenakan PPN, seperti barang kebutuhan pokok (beras, gula, garam, dan lain-lain), jasa kesehatan, pendidikan, keagamaan, sosial, serta jasa transportasi umum (bus, kereta, dan kapal). Ini usaha Pak Prabowo untuk melindungi masyarakat kurang mampu agar tidak terbebani dengan kenaikan ini,” sambungnya.
Masyarakat dihimbau untuk tidak serta merta menyalahkan pemerintah yang dipimpin Prabowo, melainkan harus cerdas dan cermat dalam menyikapi isu ini. Berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), barang dan jasa yang dikenakan PPN 12% mengikuti kategori umum Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).
“Teman-teman jangan menyalahkan pemerintah hari ini, seolah-olah tidak pro rakyat dan menyalahkan Bapak Prabowo. Ini amanat undang-undang, siapapun pemerintahannya akan melaksanakan kebijakan ini. Coba cek sama teman-teman dalam UU ini ada BKP dan JKP. BKP meliputi barang berwujud seperti barang elektronik, mobil, motor, alat berat, dan mesin, serta barang tidak berwujud seperti software, hak kekayaan intelektual, dan bahan baku industri seperti besi, baja, dan bahan kimia,” tambahnya.
Selain itu, Melati juga menyebutkan jasa yang dikenakan PPN 12% (JKP), seperti jasa konstruksi dan properti, jasa komunikasi, jasa konsultasi, jasa hiburan, dan jasa logistik.
“Kemudian dalam kebijakan ini ada yang namanya JKP, seperti jasa pembangunan rumah atau gedung, sewa bangunan komersial (gedung perkantoran, ruko), jasa internet, telekomunikasi, TV kabel, jasa konsultan hukum, keuangan, IT, tiket bioskop, langganan platform streaming seperti Netflix dan Spotify, yang peruntukannya kepada masyarakat yang dianggap sudah mampu,” tutupnya.
Sebelumnya, Melati mendapatkan pesan singkat di WhatsApp dan Direct Message (DM) Instagram dari beberapa masyarakat yang menanyakan langsung pada dirinya terkait isu kenaikan PPN 12% ini.