Lifestyle


Rabu, 19 Mei 2021 15:03 WIB

Inner Child dan Pengaruhnya Bagi Kehidupan

Inner Child biasanya juga disebut dengan luka masa kecil, atau hal-hal buruk yang terjadi pada diri kita dan secara tak sadar terus menghantui kita hingga dewasa, bahkan terkadang membuat kita menerapkan perilaku buruk yang sama kepada anak-anak kita ataupun orang lain tanpa kita sadari.

Banyak juga sumber yang mengatakan bahwa inner child adalah jiwa anak-anak terluka yang terperangkap di dalam tubuh dewasa, dikarenakan pada saat anak-anak berumur 0-6 tahun bahkan lebih, mereka mengalami kepahitan yang belum bisa mereka cerna dalam pikiran polosnya.

Salah seorang psikolog holistik dari Philadelphia, AS, Dr. Nicole LePera, mengatakan, “Pada saat anak berada pada umur tersebut, gelombang otaknya berada dalam keadaan ‘theta’ (gelombang otak yang bekerja di alam bawah sadar manusia dan terjadi ketika manusia dalam keadaan tidur ringan namun hampir tertidur dalam posisi mengatuk), mirip dengan orang yang dihipnotis. Mereka menyerap semua yang ada, yaitu bahasa, cara hidup di dunia, juga cara menjalin ikatan dengan figur orang tua,” jelasnya.

Pada saat itu, anak-anak juga mempercayai pelabelan yang ada dalam dirinya, seperti anak baik, anak pintar, anak nakal, anak manja, dan pelabelan lainnya tanpa bisa mencerna. Ketergantungan kepada orang tua dan orang dewasa membuat anak-anak terus saja menerima pelabelan yang baik atau buruk yang disematkan dalam diri mereka.

Selain itu, adanya pertengkaran yang dilakuakan orang tua, sikap tidak baik saudara, baik itu berupa pelecehan, perundungan, dan lainya yang menyebabkan trauma tersendiri bagi anak-anak. Mereka belum bisa melakukan sebuah perlawanan ataupun mengatasi hal tersebut. Akhirnya tanpa terasa menghasilkan kondisi di mana perilaku dan keyakinan inti ini diterapkan untuk bertahan hidup. Tak jarang hal tersebut bertentangan dengan keinginan anak-anak. Hasilnya hingga dewasa, anak-anak terkadang melakukan penyangkalan-penyangkalan diri, jika mereka berasa tidak diterima oleh lingkungan. Karenanya, anak-anak menjadi orang yang penyendiri, memilki rasa percaya diri yang rendah, ketakukan, bahkan penolakan tak hanya lingkungan keluarga, terkadang juga merambat ke lingkungan sekolah dan lainnya.

 

Menyebabkan Trauma  

Dalam pengasuhan, orang tua terkadang masih melakukan pola asuh yang sama seperti ketika mereka di asuh oleh orang tua mereka. Kepahitan yang mereka rasakan tanpa sadar diturunkan pada pola pengasuhan anak-anak, sehingga anak-anak merasakan rasa sakit, bahagia, atau amarah yang dulu mereka rasakan.

Menurut Carilone, salah seorang pimpinan UK Training of WingWave, trauma ini juga dapat disebabkan karena adanya akumulasi dari momen buruk yang terjadi dalam hidup mereka, seperti kehilangan orang tua, ditinggalkan saudara, dikucilkan dari lingkungan saat masa sekolah, bahkan mendapatkan “bully” dari orang-orang sekitar, dapat menjadi pemantik bagi anak-anak untuk hidup dalam inner child mereka secara terus menerus.

Akhirnya orang-orang yang memilki dan membawa luka masa kecil ini hingga dewasa, hidup dalam kondisi yang tidak selesai terutama secara emosial. Efeknya tentu saja berpengaruh pada cara mereka dalam mengambil keputusan, mengatasi masalah, memperlakukan orang lain, dan proses pendewasaan dalam diri. Mereka ingin mencintai dan dicintai, namun proses ini tidak dapat berjalan alami dan juga dalam cara yang positif dari pengalaman masa kecil pahit yang terbawa dalam kehidupan dewasa.

 

Cara Menyembuhkan Inner Child

Manurut Caroline, tak ada cara yang lebih ampuh kecuali kita menghadirkan kembali sosok masa kecil yang ada dalam diri dan berinteraksi.

Jadi temukan waktu hening yang dapat digunakan untuk memanggil sosok masa kecil kita yang terluka. Terkadang mengunakan foto masa kecil atau dengan memutar kembali sosok kita kecil dalam pikiran kita seolah-olah sedang menonton sebuah film di dalam teater yang besar. Berusahalah untuk terkonekasi dengan diri kita saat itu, dan coba rasakan apa yang dia (sosok kecil dari kita) rasakan. Apakah rasa sedih? Bahagia? Kecewa? Atau marah? Tanyakan pada anak kecil dalam diri kita, apa yang menyembabkan mereka tersakiti hingga perasaan tersebut belum selesai hingga sekarang.

 

Salah satu cara untuk mengakhiri inner child, kita harus mengetuk pintu agar bertemu dengan sosok kecil ini, dan berkatalah sambil memberikan sebuah pelukan hangat untuk diri kecil yang terluka itu. Katakan padanya ”Hei, tidak apa-apa. Kamu sudah menjadi anak kecil yang hebat dan berani. Kamu sudah menjadi anak yang kuat dan berusaha sebaik yang kamu bisa, tidak apa-apa, tidak perlu ada yang kita sesali. Bahkan kamu dan rasa kuatmu yang membuat kita berada di sini. Sampai titik ini, terima kasih sudah membawaku ke sini, sekarang waktunya kita maafkan semua hal hal yang meyakiti kita saat kecil dulu.”

 

Dengarkan apa yang ingin dikatakan oleh sosok kecil tersebut kepada kita, berilah nasihat yang baik, hal-hal yang bijaksana, peluk, dan dekap lebih erat sosok kecil yang mungkin belum bisa menyembuhkan diri dari luka, dengarkanlah semua ketakukan, rasa pedih, dan penolakan yang dulu mereka rasa. Katakan pada sosok tersebut bahwa kita akan bersama-sama belajar untuk memaafkan, menerima, dan tumbuh menjadi sosok yang bahagia.

 

Hal yang terpenting dalam proses penyembuhan ini adalah merubah pola pikir, dari yang awalnya berpikir bahwa kita adalah korban masa kecil, ubahlah pola pikir kita bahwa semua yang dirasakan saat itu membentuk kita yang kuat saat ini. Kejadian itu merupakan wadah dan proses kita untuk belajar, tantangan yang sudah bisa kita taklukan dan atasi, bahkan membentuk jati diri kita saat ini, ketika kita masih belum bisa mencintai diri sendiri, coba lakukan healing journey lagi.

 

Gusti Neka


#Gaya Hidup
Bagikan :

Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur