Warga beraktivitas menggunakan masker di kawasan Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (2/3/2020) (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/ama)
Sejumlah negara saat ini tengah menghadapi persoalan resesi seks, seperti China, Jepang, dan Korea Selatan. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
______
Penulis: Dini Suciatiningrum
Editor: Putra Mahen
DEPUTI Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Agus Suprapto, mengungkapkan sejumlah kota saat ini memang mengalami resesi seks.
Resesi seks merupakan keengganan seseorang atau pasangan suami istri untuk memiliki anak, atau memilih untuk memiliki sedikit anak.
"Iya di beberapa kota misalkan di Yogyakarta, ini artinya pertumbuhan penduduknya menurun tidak ideal lagi, hal ini terlihat dari piramida penduduknya yang semakin menciut," ujarnya saat dikonfirmasi IDN Times, belum lama ini.
Agus menduga keinginan untuk tidak mempunyai anak biasanya terjadi karena karier atau faktor lain.
Jadi bukan karena aktivitas seks, namun ketidakmauan orang punya anak karena kesibukan, menganggu kariernya macam-macam, ya masalah dunia maju, di Korea, Jepang, Eropa kan sudah seperti itu,"
Agus Suprapto
Sementara Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan potensi resesi seks memang ada.
“Ada, potensi (untuk kita resesi seks) itu ada. Karena usia pernikahan kita semakin lama semakin meningkat,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dikutip dari ANTARA.
Menurutnya, potensi resesi seks terjadi karena kebutuhan pernikahan yang berubah. Misalnya seorang istri yang memutuskan menikah hanya untuk mendapatkan pengayoman atau keamanan hidup dari suami maupun suami yang menikah hanya untuk tujuan hiburan atau rekreasi.
"Misalnya di Jawa Timur, Yogyakarta dan Jawa Tengah itu beberapa kabupaten sudah ada yang zero growth atau minus growth. Sehingga ada daerah-daerah yang orangnya bukan semakin banyak malah semakin habis,” katanya.
Selain itu, lanjut Hasto, pengaruh pada pola pikir terkait pernikahan atau memiliki anak, gaya hidup yang berubah ataupun melakukan seks yang bertujuan hanya untuk sekadar rekreasi saja.
Di Indonesia saat ini, hal yang paling terlihat jelas adalah meningkatnya usia pasangan untuk menikah. Sedangkan pada usia melakukan hubungan seksual pertama kali (sexual intercourse) dari yang semula dilakukan pada usia 16-17 tahun, kini maju menjadi 15 tahun.
“Sekarang bergeser ke 15 tahun kalau diukur dari median grafik. Tapi pernikahan mundur karena orang semakin mementingkan studi atau karier. Memang di Indonesia masih mayoritas nikah itu untuk prokreasi atau mendapat keturunan,” ucapnya.
5 Penyebab Resesi Seks, Banyak yang Ogah Menikah
Suasana kawasan Stasiun BNI City yang dijadikan sebagai tempat berkumpul anak muda di Jakarta (IDN Times/Fauzan)
Tak hanya ekonomi, seks bisa juga mengalami resesi, loh. Istilah resesi seks menjadi topik yang ramai diperbincangkan belakangan ini. Melansir situs Hypebae, resesi seks adalah penurunan jumlah penduduk suatu negara karena warganya tidak ingin menikah dan memiliki anak.
Maraknya fenomena resesi seks ini tak hanya terjadi di negara barat saja, bahkan negara di Asia pun juga mengalaminya. Seperti China, Korea Selatan dan Jepang. Melansir The Atlantic dan World Today News, berikut beberapa hal yang menjadi penyebab resesi seks.
1. Dunia kerja yang makin kompetitif
Di era global yang perputarannya bergerak sangat dinamis, di mana tingkat persaingan yang cukup ketat, sehingga karyawan pun dituntut untuk bekerja lebih keras. Kesibukan dan jam kerja yang panjang membuat para pekerja merasa tidak nyaman untuk membina sebuah keluarga.
Tuntutan kerja yang dibebankan menyebabkan baik laki-laki maupun perempuan di usia produktif menjadi enggan untuk berhubungan seks. Lelah dan stres akibat aktivitas pekerjaan yang padat juga berakibat pada menurunnya gairah seksual.
2. Masalah finansial
Untuk menikah saja diperlukan biaya yang tidak sedikit, apalagi jika sudah memiliki anak. Karenanya, laki-laki dengan pendapatan lebih rendah atau tidak bekerja, cenderung tidak aktif secara seksual.
Di negara yang biaya hidupnya tinggi, masalah finansial tentu menjadi sesuatu yang harus dipikirkan dengan matang. Biaya persalinan, harga rumah dan biaya rumah tangga nantinya, menjadi salah satu penyebab terjadinya resesi seks.
3. Menurunnya angka pernikahan
Sekarang ini makin banyak anak muda yang merasa nyaman dengan hidup sendiri. Mereka enggan untuk menikah atau berumah tangga. Menurunnya daya tarik pernikahan di kalangan anak muda ini menyebabkan lebih sedikit orang yang berhubungan seks.
Alasan mereka ogah menikah itu disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya terlalu fokus terhadap karier. Terlalu banyak menyaksikan kegagalan pernikahan juga akhirnya membuat mereka tak lagi tertarik dengan pernikahan.
4. Ketidak setaraan gender
Dalam beberapa pernikahan seperti di Korea Selatan, unsur patriarki masih terlihat jelas. Budaya ini mengutamakan laki-laki atau suami sebagai pemegang kendali. Perempuan hanya diberikan peranan yang sangat minim di lingkungan sosial maupun pekerjaan.
Di samping itu perempuan juga dibebani tanggung jawab yang besar dalam pengasuhan anak. Sementara itu, di Jepang ada yang mengharuskan perempuan untuk berhenti bekerja begitu mereka hamil. Pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak dibebankan kepada ibu saja.
5. Pandemi COVID-19
Masalah pandemi juga berdampak terhadap keinginan perempuan untuk memiliki anak. Hal ini dipicu adanya kekhawatiran perempuan di Cina mengenai vaksin covid yang bisa memengaruhi janin.
Selain itu, adanya aturan 'zero covid' di Cina juga menyebabkan banyak pasangan menunda kehamilan. Belum lagi adanya aturan pembatasan yang ketat selama pandemi di Cina, membuat kesulitan bagi ibu yang menjalani kehamilan atau merawat bayi.
Pemerintah negara yang terkena resesi seks sudah memberikan sejumlah kemudahan dan insentif bagi warganya agar mau menikah dan memiliki anak. Kita lihat saja hasilnya, apakah berhasil atau tidak.
Sumber: IDN Times
Baca juga: