Nelayan mengangkat ikan hasil tangkapannya (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)
"Laut tidak akan pernah mati, tidak akan pernah menjadi tua, juga tidak akan berhenti menjadi biru"
(D. H. Lawrence)
______
Penulis: Erzaldi Rosman | Gubernur Kep. Babel periode 2017-2022
Editor: Putra Mahen
BEBERAPA waktu lalu saya membaca sebuah buku tentang poros maritim dunia. Dan saya menemukan sebuah kutipan dari D. H. Lawrence di atas.
Sejenak saya mencari makna yang paling dalam dari kutipan novelis Inggris tersebut, bahwa laut tidak akan pernah mati. Ia akan dan selalu ada
dengan segala isi yang terkandung di dalamnya.
Mari kita renungi sesaat, Indonesia, negara yang punya wilayah 70%-nya lautan, 30% adalah daratan, punya lebih dari 17.000 pulau dengan garis pantai lebih dari 99.000 Km. Negara ini punya potensi maritim yang tidak main-main jika diolah oleh tangan yang tepat, yang sangat resistan memaksimalkan potensi besar di bidang kelautan dan perikanan.
Sebagai anak bangsa yang terlahir dari sebuah negara dengan maritim yang luar biasa, pendahulu-pendahulu kita telah menggemakan komitmen budaya maritim untuk anak-cucu. Dan kini, di awal tahun yang baru beranjak beberapa hari, alangkah baiknya rakyat bersama pemerintah kembali fokus berkomitmen terhadap pembangunan kembali budaya maritim Indonesia, yakni keseluruhan gagasan yang dapat menghasilkan perilaku dan tindakan bersama atau secara kolektif, oleh kelompok masyarakat kelautan agar terwujud kedaulatan laut dan isinya.
Walau, memang, budaya maritim di Indonesia, secara konsepsual seiring zaman telah mengalami banyak pergeseran. Tapi secara konsep, pengertian, unsur dan fungsinya tetaplah sama adanya.
Budaya maritim menjadi pedoman bagi perilaku ekonomi, jasa bisnis, politik individu maupun sekelompok masyarakat agraris dan non-agraris. Adapun tujuannya adalah, untuk mencapai kepentingan sosial ekonomi, hingga menghasilkan suatu produk.
Dalam pidatonya pada National Maritime Convention tahun 1963, Presiden Soekarno mengatakan bahwa untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai, maka Indonesia harus dapat menguasai lautan.
Dari pidato Presiden RI Pertama tersebut, ia ingin menekankan agar rakyat Indonesia harus kembali memulai berkomitmen dalam menjaga dan mengelola sumber daya laut, dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut, melalui pengembangan industri perikanan, dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama lewat penguasaan lautan.
Di era sekarang ini, banyak hal yang bisa dilakukan dalam tatanan membangun kedaulatan pangan dan maritim. Misal selain adanya industri perkapalan, juga perlu adanya komitmen dalam mendorong pengembangan infrastruktur, dan konektivitas maritim lainnya.
Yang kemudian, kelaknya, lebih luas, dengan membangun pelabuhan laut, logistik, serta program tol laut, akan mempermudah mobilitas barang dan orang antar pulau. Serta menjamin pelayanan masyarakat yang lebih baik, dan meningkatkan nilai tambah ekonomi daerah kepulauan.
Mengutip Mark Erdmann, Vice President Marine Asia Pasifix Field Division Conversation International, ia ingin melihat Indonesia fokus membangun dari sisi maritim karena Indonesia negara kepulauan terbesar di dunia.
Harapan Mark Erdmann di tahun 1990 itu, kini telah dilakukan oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang membangun tol laut di beberapa wilayah di Nusantara, sebagai salah satu upaya mendorong pengembangan infrastruktur dan fokus kepada maritim. Dan selanjutnya, diejawantahkan dengan ide serta gagasan besar lain untuk memaksimalkan potensi-potensi maritim, baik di atas maupun di dalam laut di sepanjang wilayah NKRI.
Erzaldi Rosman (foto: dok. pribadi)
Baca juga: