Ilustrasi PHK (foto: net)
“Aku merasa kayak tidak diinginkan lagi di perusahaan ini. Seolah-olah aku dipaksa buat ngambil opsi gardening leave.”
Erina
Talent Human Resource Perusahaan Startup
______
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Putra Mahen
SEMUA terjadi begitu cepat. Rasanya baru kemarin Erina, bukan nama sebenarnya, duduk di meja kerja yang sudah ia tempati selama lebih dari empat tahun. Namun, dalam sekejap, meja penuh kenangan itu telah kosong melompong. Semua barang miliknya sudah ia kemasi. Erina pergi meninggalkan timnya di divisi marketing tanpa betul-betul mengucapkan salam perpisahan.
Masih begitu lekat di benak Erina ketika Talent Human Resource dan VP Marketing alias Vice President of Marketing di perusahaannya memanggil Erina dalam sebuah ruang rapat. Di hari Selasa itu, entah mengapa perasaan Erina sudah tidak enak. Apalagi kabar pemutusan hubungan kerja alias PHK sudah berhembus kencang. Erina merasa dirinya akan bernasib sama seperti karyawan lain di beberapa perusahaan start up yang terpaksa mengalami lay off.
“Setiap tahun karyawan di tempat aku kerja suka isi performance appraisal. Dari tahun 2018 sampai 2020 hasilnya selalu aman. Tapi di tahun 2021, hasil kinerja aku need improvement,” ungkap Erina sudah mendapat firasat bahwa posisinya sudah terancam.
Kebetulan dari 14 orang di timnya, hanya hasil penilaian Erina yang menunjukan kurang baik. “Setelah melahirkan aku kurang bisa catch up sama kondisi yang ada, jadi aku keteteran. Di tim aku juga lagi banyak hire orang baru, sekitar 7 sampai 8 orang. Mereka belum ngisi performance appraisal,” ucap Erina saat dihubungi detikX.
Sedikit demi sedikit, Erina sudah merasakan efek dari ‘rapor merah' miliknya. Ia tidak lagi mendapatkan bonus dan tidak mengalami kenaikan gaji. Padahal, di tahun-tahun sebelumnya, meski hasil performance appraisal kurang baik, karyawan itu akan tetap mendapatkan kenaikan gaji dan bonus meski dalam porsi yang lebih sedikit.
Ilustrasi PHK (foto: net)
Benar saja, Erina dipanggil karena atasannya menyoroti hasil kerja yang tidak memenuhi ekspektasi. Namun mereka tidak serta merta memecat Erina. Mereka memberikan Erina dua pilihan untuk dipertimbangkan. Dua opsi yang sebetulnya sama-sama tidak mengenakan.
“Aku disuruh pilih antara PIP (Performance Improvement Plan) sama Gardening leave. PIP pilihan paling jarang diambil karena itu semacam training dan akan ada penilaiannya. Harus mencapai angka sekian. Kalau nggak lolos akan dipecat dan aku nggak dapat apa-apa. Bahkan surat rekomendasi kerja aja nggak bakal dikasih. Kayak diberhentikan secara nggak baik,” tuturnya.
Performance Improvement Plan (PIP) adalah sebuah metode perusahaan untuk memberikan kesempatan bagi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya. Harapannya, karyawan yang berhasil melalui proses ini dapat kembali produktif di kemudian hari.
Sedangkan menurut laman Wikipedia, istilah gardening leave merupakan sebuah kebijakan bagi karyawan yang sedang dalam proses PHK untuk tidak bekerja, namun tetap mendapatkan gaji. Kebijakan ini biasa diterapkan jika karyawan telah mendapatkan pekerjaan baru dari kompetitor. Kebijakan ini juga bisa diambil ketika karyawan sedang dalam proses disipliner karena dianggap tidak bekerja secara optimal.
Erina hanya diberi waktu tiga hari untuk memutuskan sendiri bagaimana nasibnya ke depan. Baik itu PIP atau gardening leave, Erina merasa ujung-ujungnya ia harus angkat kaki dari perusahaan e-commerce itu.
“Aku merasa kayak tidak diinginkan lagi di perusahaan ini. Seolah-olah aku dipaksa buat ngambil opsi gardening leave,” ucapnya. Erina menyayangkan pilihan perusahaannya untuk mempekerjakan karyawan baru ketimbang mempertahankan karyawan yang sudah lebih lama bekerja.
“Aku merasa yang di-spotlight itu kekurangan aku di satu tahun ke belakang. Mereka nggak berusaha up grade kita yang sudah bertahun-tahun kerja untuk di-up date secara posisi. Mereka lebih milih untuk hire orang baru yang memang posisinya sudah senior. Aku kurang paham sama startegi mereka dalam me-manage karyawan,” tutur Erina kecewa.
Ilustrasi PHK (foto: net)
Janji CEO di perusahaan itu dalam sebuah town hall meeting untuk tidak melakukan pemecatan bagi karyawannya ternyata hanya isapan jempol belaka. Pada akhirnya Erina dan karyawan dari divisi lain yang entah berapa jumlahnya terpaksa mengambil opsi gardening leave.
Erina diminta mengajukan surat resign sendiri. Sebelumnya, Erina juga sempat disuruh menandatangani surat tertulis yang menyatakan ia tidak diizinkan menyebarluaskan perihal kebijakan gardening leave di perusahaannya itu. "Makanya lebih baik identitas aku dan nama perusahaannya nggak usah dipublish,’ pinta Erina.
Berbeda dengan PHK, selama dua bulan setelah mengajukan resign, Erina masih menerima gaji dan mendapatkan fasilitas asuransi kesehatan. Selama masa itu, Erina melamar di perusahaan lain. “Tapi aku lebih baik di-lay off aja, karena paling nggak kompensasinya sesuai. Kalau ini kompensasi yang aku terima cuma dua kali gaji,” katanya.
Besaran pesangon yang diterima karyawan yang diputus hubungan kerjanya diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja). Para korban PHK bisa menerima pesangon bergantung masa kerjanya, dengan maksimal pesangon sembilan kali upah.
Pekerja yang diputus kontraknya dengan masa kerja kurang dari setahun akan menerima pesangon satu bulan gaji yang durasi bekerjanya lebih dari setahun, tetapi kurang dari dua tahun akan menerima 2 bulan gaji. Dalam hal ini, seharusnya Erina menerima kompensasi sebesar empat kali gaji.
Sumber: Detik
Baca juga: