Ketua majelis hakim Wahyu Iman Santosa memimpin sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. (KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)
Berikut profil Wahyu Iman Santoso yang telah dikutip IDN Times dari beberapa sumber, Kamis (15/12/2022).
______
Penulis: Rivera Jesica
Editor: Putra Mahen
Sosok Hakim Wahyu Iman Santoso kini tengah menjadi sorotan, usai ditunjuk menjadi Ketua Majelis Hakim dalam sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, dengan terdakwa antara lain Ferdy Sambo.
Wahyu dipercaya memimpin persidangan tersebut sejak sidang perdana Ferdy Sambo yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), pada 17 Oktober 2022 lalu.
Ketegasan Hakim Wahyu serta serangkaian pertanyaan yang dilayangkan kepada terdakwa dalam persidangan, kerap kali menuai pujian dari publik. Sebab, ia dinilai mampu memunculkan titik terang dari kasus tersebut secara perlahan.
Hal ini tentu membuat masyarakat penasaran tentang sosok Hakim Wahyu. Berikut profil Wahyu Iman Santoso yang telah dikutip IDN Times dari beberapa sumber, Kamis (15/12/2022).
Dikutip dari situs resmi PN Jaksel, pn-jakartaselatan.go.id, Wahyu Iman Santoso menyandang jabatan sebagai Wakil Ketua PN Jaksel. Wahyu dilantik langsung oleh Ketua PN Jakarta Selatan Saut Maruli Tua Pasaribu pada 9 Maret 2022.
Jabatannya tersebut diketahui untuk menggantikan posisi Lilik Prisbawono, yang dipromosikan menjadi Ketua PN Kelas 1A Khusus Jakarta Pusat. Di sisi lain, saat ini Wahyu memperoleh Golongan atau Pangkat Pembina Utama Muda (IV/c).
Menilik dari Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil (NIP) yang terpampang di situs web PN Jaksel, Wahyu lahir pada 17 Februari 1976. Artinya, Wakil Ketua PN Jaksel ini tengah menginjak usia 46 tahun. Sedangkan, pendidikan terakhir yang ditamatkannya adalah S2 atau Magister.
Hakim Wahyu pertama kali diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada tahun 1999. Sebelum menjadi Wakil Ketua PN Jaksel, ia menjabat sebagai ketua PN Denpasar, Bali menggantikan H. Sobandi pada 2021 hingga 2022. Kemudian, posisinya digantikan oleh I Nyoman Wiguna.
Selain itu, ia juga memiliki beragam karier yang berkilau. Wahyu pernah menjabat sebagai Wakil Ketua PN Karanganyar, Jawa Tengah. Kemudian, menduduki posisi sebagai Ketua PN Kelas 1B Tarakan, Kalimantan Timur. Bahkan, ia juga pernah bertugas di PN Kelas 1A Batam sebagai Ketua Pengadilan.
Pekerjaannya itu memang menuntutnya untuk pindah dari daerah ke daerah. Bahkan, Wahyu Iman Santoso juga pernah menjabat sebagai Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya, Ketua Pengadilan Tinggi Samarinda, Hakim atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri Pasarwajo.
Wahyu juga tercatat telah berhasil menuntaskan kasus gugatan praperadilan Bupati Mimika Etinus Omaleng pada bulan Juli 2022. Ia pun terlihat aktif menyuarakan kasus yang marak terjadi di Indonesia yakni terkait perceraian.
Dikutip dari situs resmi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), elhkpn.kpk.go.id, Wahyu tercatat terakhir melaporkan kekayaannya pada 24 Januari 2022.
Menurut data tersebut, ia memiliki total kekayaan sebesar Rp12.09.356.307 (Rp12 miliar) dengan utang senilai Rp693.452.912 (Rp693 juta). Kekayaan terbesarnya berasal dari beberapa aset tanah dan bangunan, yakni senilai Rp7,9 miliar.
Ia juga punya harta lainnya dengan nilai Rp 2,3 miliar dan harta bergerak lainnya Rp 1.935.000.000 (Rp1,9 miliar). Adapun kekayaan berupa dua unit kendaraan Rp358 juta, serta kas dan setara kas sebesar Rp 209.809.219 (Rp209 juta).
Diadukan kuasa hukum Kuat Ma'ruf
Grafis iNews
Kuasa terdakwa Kuat Maruf, Irwan Irawan, mengadukan Hakim Ketua persidangan kasus pembunuhan Brigadir J, Wahyu Iman Santoso, ke Komisi Yudisial (KY).
Irwan mengatakan, laporan yang dia layangkan ke Komisi Yudisial merupakan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Hakim Ketua.
"Dengan ini perkenan melaporkan terjadinya pelanggaran kode etik dan perilaku hakim yang dilakukan Ketua Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa perkara pidana dengan register 800/Pid.B/2022/PN.JKT.SEL," tulis surat aduan, Kamis (8/12/2022).
Irwan menilai, Wahyu melanggar Pasal 158 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal tersebut berbunyi, Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa.
Adapun penasihat hukum Kuat Maruf menilai Hakim sudah mengeluarkan pernyataan tentang keyakinan kliennya.
Kemudian, Hakim dinilai melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 atau disebut Peraturan 2009.
"Sikap dan perilaku Hakim yang diduga melanggar etika sebagaimana yang telah diuraikan di atas, telah disiarkan secara luas dan dipublikasikan di sejumlah pemberitaan media," kata Irwan.
Perilaku tersebut, Irwan menyebutkan, telah menyebabkan dampak negatif terhadap persidangan, khususnya institusi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Sehingga, diperlukan ketegasan Komisi Yudisial Republik Indonesia untuk menjaga moral dan etika hakim sekaligus menjaga etika dan profesionalisme hakim serta menjaga kewibawaan peradilan Indonesia," pungkas Irwan.
Adapun Kuat Maruf merupakan satu dari lima terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Sumber: IDN Times