Korban kekerasan pada pembantu rumah tangga (PRT) dalam agenda Konferensi Pers: Catatan Akhir Tahun PRT, Surat untuk Presiden dan Ketua DPR, yang diselenggarakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Senin (12/12/2022). (IDN Times/Lia Hutasoit)
Kini, Ani berusia 28 tahun dan bersuara soal penyiksaan yang dialaminya. Bukan hanya Ani, tiga temannya juga mengalami hal yang sama.
______
Penulis: Lia Hutasoit
Editor: Putra Mahen
Para ibu Pekerja Rumah Tangga (PRT) korban kekerasan di Indonesia, meminta perhatian Presiden Jokowi dan Ketua DPR Puan Maharani agar para PRT tidak dipandang rendah, sebelah mata, diakui keberadaannya sebagai pekerja dan manusia.
Upaya percepatan penetapan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi Undang-Undang juga turut digaungkan. Sri Siti Marni atau Ani mengungkapkan kisah pilu saat dirinya disiksa dan disekap oleh majikan selama 9 tahun, dia disiram air panas, dipukul benda tumpul hingga mengalami cacat.
"Saya pekerja rumah tangga yang disiksa atau disekap majikan selama 9 tahun," kata dia dalam Konferensi Pers: Catatan Akhir Tahun PRT, Surat untuk Presiden dan Ketua DPR, yang diselenggarakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Senin (12/12/2022).
Kala itu, Ani masih berusia 11 tahun saat pertama kali bekerja. Dia mulai menjadi PRT pada 2007 tepat setelah lulus sekolah dasar. Menahan siksaan, Ani menjadi PRT hingga 2017.
Bekerja selama sembilan tahun, akan disekolahkan atau dikuliahkan akhirnya saya mendapatkan penyiksaan,"
- Sri Siti Marni -
Kini, Ani berusia 28 tahun dan bersuara soal penyiksaan yang dialaminya. Bukan hanya Ani, tiga temannya juga mengalami hal yang sama.
Dia disiksa oleh majikannya dengan disiram air panas, dipukul dengan benda tumpul. Bahkan dia disuruh memakan kotoran kucing hingga terkena TB atau tuberkulosis.
"Hidung saya dipukuli hingga luka, mata saya bekas kena benda tumpul, tidak bisa melihat dengan jelas, dipukuli dan disobek," ujarnya.
"Saya trauma berat sampai saat ini saya juga trauma jika melihat air panas atau melihat benda-beda yang membuat saya trauma," kata dia.
Bukan hanya itu, Rizki N yang juga hadir dalam agenda ini hadir menceritakan kisah penyiksaan yang dialaminya. Perempuan berusia 18 tahun ini menjadi korban kekerasan majikannya dengan disiram air cabai dan bubuk cabai.
Oleh suami majikannya, dia juga kerap dipukul dengan raket di bagian paha. Hingga bahkan, dia pernah ditelanjangi hingga diancam videonya akan disebar. Dia juga terpaksa tidur di balkon.
Badan Legislasi Rapat Kerja dengan Menkumham dan PPUU DPD RI terkait dengan Penyusunan Prolegnas RUU Tahun 2020-2024 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2020 di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/12). (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Kisah serupa juga dialami Toipah yang jadi korban kekerasan mantan anggota DPR Fanny Safriyansah alian Ivan Haz pada 2015 di Apartemen Asscot, Tanah Abang Jakarta Pusat. Toipah alami luka-luka karena kerap alami kekerasan.
"Satu bulan pertama gapapa baik, gaji dibayar, bulan kedua mulai berkata kasar, dua bulan saya gak terima gaji sampai September," kata Toipah dalam kesempatan yang sama.
Dia mengatakan sering dipukul di bagian kepala, telinga, bahkan matanya juga bengkak, kukunya bahkan lepas buat nutupin matanya yang dipukul.
"Kuping berdarah, kepala bocor, kuku lepas," ujarnya.
Dia akhirnya bisa kabur dan kerap trauma jika melihat apartemen.
"Masih sering teringat, trauma yang saya alami sampai sekarang mengganggu di kepala saya," ujarnya.
"Saya bekerja ikut salah satu anggota dewan, yang sampai sekarang trauma itu masih ada masih kuat belum bisa hilang, kami bukan budak, kami bekerja untuk keluarga karena ekonomi, saya hanya lulus SD, karena saya bepikir waktu itu jikalau saya bekerja ekonomi keluarga bisa berubah, tapi ternyata saya mengalami penyiksaan," ujarnya
Sejak 2004 RUU PPRT sudah diajukan dan pada 2009 RUU sudah didorong untuk disahkan. Kemudian 2019, RUU PPRT masuk dalam prolegnas tai belum disahkan. Pada 2020, Badan Legislasi DPR sepakat bahwa RUU PPRT jadi inisiatif DPR, namun belum juga dibawa ke rapat paripurna.
Ani meminta agar Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Ketua DPR Puan Maharani bisa mengesahkan RUU PPRT ini.
"Kami bukan budak, kami bekerja, ingin menghidupi keluarga, saya memohon kepada bapak Presiden dan Ibu Puan untuk segera mengesahkan UU PRT supaya tidak ada yang bernasib seperti saya, saya mohon," kata Ani.
Sumber: IDN Times