Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly (kedua kanan) dan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kanan) menerima dokumen laporan Komisi III terkait RKUHP dari Ketua Komisi III Bambang Wuryanto (kiri) saat Rapat Paripurna DPR Ke-11. (Foto:DWI PAMBUDO / RM)
Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia menegur pemerintah RI karena mengesahkan KUHP baru yang disinyalir memuat pasal kontroversial.
____
Penulis: CNN Indonesia
Editor: Putra Mahen
Menurut PBB, ada beberapa aturan dalam UU KUHP yang bertentangan dengan kebebasan dan hak asasi manusia.
Berikut pasal-pasal yang dikritik oleh PBB.
1. Ancaman Kriminalisasi Pers
Dalam pernyataannya, PBB menyampaikan KUHP baru berisi beberapa pasal yang berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers.
Bila menelisik rancangan undang-undang KUHP terbaru, persoalan itu tercantum dalam Paragraf 7 tentang Penyiaran dan Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong. Ada dua pasal soal berita bohong, yakni Pasal 263 dan Pasal 264.
Pasal 263 dibagi menjadi dua. Ayat (1) berbunyi, "Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp500 juta."
Sementara ayat (2) berbunyi, "Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp200 juta."
Lebih lanjut, pada Pasal 264 disebutkan, "Setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga, bahwa berita demikian dapat mengakibatkan kerusuhan di masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50 juta."
Dengan demikian, bagi pewarta yang dinilai menyebarkan berita bohong bisa dikenai pidana mulai dua hingga empat tahun penjara. Mereka juga bisa dikenai denda mulai Rp50 hingga Rp500 juta.
2. Diskriminasi LGBT
Pasal mengenai perbuatan cabul yang tercantum dalam beleid KUHP baru juga menjadi sorotan PBB. Menurut PBB, pasal itu bisa mengkriminalisasi kelompok seksual minoritas LGBT.
Hal itu sendiri diatur dalam Pasal 414. Pasal itu menyebut siapa pun yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang yang berbeda atau sesama jenis kelamin bisa dipenjara hingga satu tahun atau didenda hingga Rp50 juta. Jika hal itu dipublikasi maka bisa dipenjara hingga sembilan tahun.
3. Hak Kesehatan Seksual
PBB turut menyoroti pasal yang mengatur soal hak kesehatan seksual atau dalam hal ini aborsi dan kontrasepsi.
Dalam RKUHP, perihal aborsi diatur dalam Pasal 463, Pasal 464, dan Pasal 465.
Pada Pasal 463, perempuan yang melakukan aborsi bisa dipidana paling lama empat tahun penjara. Pada Pasal 464, jika aborsi itu dilakukan dengan persetujuan perempuan yang bersangkutan, maka bisa terancam pidana hingga lima tahun penjara. Apabila tanpa persetujuan, maka bisa dipidana hingga 12 tahun penjara.
Kemudian pada Pasal 465 menyasar tenaga kesehatan yang membantu melakukan aborsi. Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang membantu aborsi sebagaimana Pasal 464 bisa ditambah pidananya hingga 1/3. Selain itu, tenaga kesehatan juga bisa dicabut haknya.
Sementara perihal kontrasepsi diatur dalam Pasal 408 dan Pasal 409.
Pada Pasal 408, orang yang melakukan, menawarkan, atau mempromosikan alat kontrasepsi bisa didenda hingga Rp1 juta. Pada Pasal 409, orang yang tanpa hak melakukan seperti yang tercantum dalam Pasal 408 bisa dipenjara hingga 6 bulan atau denda hingga Rp10 juta.
4. Hak Privasi
Aturan soal hak Privasi dalam hal ini melakukan seks di luar nikah atau tinggal bersama (kohabitasi) juga disoroti PBB. Hal ini diatur dalam Pasal 411 dan 412 soal Perzinahan.
Pada Pasal 411, orang yang melakukan seks dengan yang bukan suami atau istri bisa dipenjara hingga satu tahun atau didenda hingga Rp10 juta.
Sementara pada Pasal 412, orang yang tinggal bersama dengan yang bukan suami atau istrinya bisa dipenjara hingga 6 bulan atau denda hingga Rp10 juta.
5. Hak Beragama atau Berkeyakinan
Aturan yang membahas soal agama dan keyakinan juga menjadi sorotan PBB. Menurut PBB, terdapat pasal yang berpotensi melanggar hak memeluk agama atau berkeyakinan dan melegitimasi sikap sosial yang negatif terhadap penganut agama atau kepercayaan minoritas seperti ateis.
Sikap negatif itu juga disebut bisa membuat penganut minoritas itu mendapat tindak kekerasan.
Persoalan ini sendiri diatur salah satunya dalam Pasal 302. Pasal 302 menyebut siapapun yang menghasut seseorang agar tidak beragama atau berkepercayaan yang dianut di Indonesia bisa dipenjara hingga dua tahun atau didenda hingga Rp50 juta.
Kemudian, bila orang tersebut memaksa orang untuk menjadi tidak beragama atau pindah agama, bisa dipidana hingga empat tahun atau didenda hingga Rp200 juta.
6. Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi
Aturan yang membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi ini antara lain mengenai penghinaan terhadap presiden, lembaga negara, hingga melakukan demo.
Terkait penghinaan terhadap presiden, hal ini diatur dalam Pasal 218. Orang yang menghina presiden seperti menyerang kehormatan atau harkat martabatnya bisa dipenjara hingga tiga tahun atau didenda hingga Rp200 juta.
Mengenai penghinaan terhadap lembaga negara, hal itu diatur dalam Pasal 349. Dalam pasal itu, siapapun yang menghina kekuasaan umum atau lembaga negara bisa dipidana hingga 1,5 tahun penjara. Ancaman pidananya bisa diperberat jika penghinaan menyebabkan kerusuhan.
Pasal 350, pidana bisa diperberat hingga dua tahun jika penghinaan dilakukan lewat media sosial. Sementara, yang dimaksud kekuasaan umum atau lembaga negara dalam RKUHP yaitu DPR, DPRD, Kejaksaan, hingga Polri. Sejumlah lembaga itu harus dihormati.
Kemudian, soal demo diatur dalam Pasal 256. Dalam pasal tersebut, orang yang melakukan demo tanpa pemberitahuan, bisa dipenjara hingga enam bulan atau didenda hingga Rp10 juta. Hal ini dikritik lantaran pada penerapannya, polisi kerap mempersulit izin demo.
7. Melarang Paham Selain Pancasila
Lebih lanjut, ada pula pasal yang melarang ajaran komunis. Larangan itu diatur dalam Pasal 188.
Mereka yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunis, marxisme, dan leninisme bisa dipenjara hingga empat tahun dan bisa ditambah hingga 15 tahun jika mengakibatkan kerusuhan dan kematian.
Sumber: CNN Indonesia.com