Wakil Ketua DPD Gerindra Bangka Belitung, Melati Erzaldi (foto: dok. Gerindra Babel)
Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) masih dalam pembahasan, namun ternyata di grass root, atau di kalangan masyarakat masih banyak yang belum memahami makna RUU itu. Wakil Ketua Gerindra Babel, Melati Erzaldi berbicara tentang ini.
___
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Putra Mahen
Silang pendapat terjadi karena Omnibus Law versi Keuangan ini akan mengatur sekaligus mereformasi segala institusi keuangan tanah air yang terus berkembang, mengikuti arus kemajuan teknologi sebagaimana muncul soal financial technology (Fintech), pinjaman online (pinjol), crypto currency, hingga bank emas (Bullion Bank).
Di saat yang sama, kelembagaan keuangan yang sudah lama eksis seperti perbankan, asuransi, bahkan koperasi juga akan turut diatur.
Atau istilahnya, akan banyak sistim pembayaran di masa depan, khususnya koperasi sebagai kelompok keuangan yang paling dekat dengan masyarakat arus bawah. Dan masyarakat sendiri harus bersiap diri.
Nah, soal RUU ini, kami berbincang dengan salah seorang penggiat sosial dan ekonomi di Bangka Belitung, Melati Erzaldi.
Bagaimana RUU ini menurut Wakil Ketua Gerindra Babel, Melati Erzaldi?
Kata Melati, koperasi selama ini sudah punya payung yang kokoh melalui Pancasila sila ke-5, kemudian pasal 33 ayat 1, maupun UU No. 25 Tahun 1992 yang sedang dalam tahap revisi.
Keterlibatan masyarakat (koperasi) secara intensif (dalam pembahasan RUU P2SK), dalam konteks ini menjadi penting agar tak ada kesalahpahaman atau ada pihak yang dirugikan saat kelak aturan ini disahkan,"
- Melati Erzaldi -
Melati, yang juga Koordinator Wilayah (Korwil) International Council Small Bussiness (ICSB) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, berkata cara pembahasan oleh DPR RI dan Pemerintah Pusat dalam membina koperasi dan UMKM sangat penting.
"Terutama seperti di Provinsi Bangka Belitung yang memang di daerah-daerah ada kekhasan dari UMKM atau koperasi dalam menjalankan usahanya", tegas Melati Erzaldi di sela-sela mempersiapkan acara wisuda Sekolah untuk Perempuan Mandiri dan Terlatih (Sekuntum Melati), Minggu (4/12/22).
Nah, ujar Melati, yang harus jadi perhatian Pusat, selain soal partisipasi, ada perihal pasal-pasal sensitif yakni pasal 191 dan 192 yang mengatur bahwa perizinan dan pengawasan koperasi simpan pinjam berpindah, dari Kementerian Koperasi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kenapa begitu sensitif?
Karena kata Melati, niat ini harus dilihat benar-benar secara mendalam agar aspirasi masyarakat koperasi dan keinginan pemerintah bisa saling memahami, tidak bertolak belakang dan nantinya malah merugikan masyarakat.
Wakil Ketua DPD Gerindra Babel, Melati Erzaldi (foto: dok. Natak Sekapot)
“Solusi 'antara' diperlukan untuk merespon dinamika perizinan dan pengawasan koperasi bila OJK bukan solusinya, karena prinsipnya masyarakat koperasi memang ingin diawasi. Misalnya, dengan menguatkan kapasitas Kemenkop UKM untuk mengawasi atau membuat sebuah institusi independen yang beranggotaan orang-orang kredibel agar Asas Kekeluargaan dan Asas Gotong Royong dapat dibawa dalam semangat pengawasan yang bertanggungjawab," ungkap Melati.
Banyak pihak berharap bahwa aturan ini bisa merespon tantangan resesi yang ke depan mengemuka.
Namun sebaliknya, terdapat pula kekhawatiran bahwa produk hukum ini membuat kalangan dunia keuangan tak mampu leluasa dalam menjalankan peran-peran sentralnya yang selama ini sudah terdampak akibat pandemi.
Namun yang pasti kata Melati, setiap kebijakan yang berhubungan dengan hajat hidup masyarakat luas, harus benar-benar melibatkan dan mempertimbangkan rasa berkeadilan di masyarakat.
"Saya ingin berperan mengedukasi ini ke masyarakat, jangan sampai waktunya tiba (RUU menjadi UU) masyarakat kita kalang kabut," sebut Melati Erzaldi.
Sumber: Tribunnews.com