Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi jalani sidang lanjutan di PN Jaksel pada Selasa (29/11/2022). (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Majelis Hakim merasa takjub dengan laporan dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh Putri Candrawathi sewaktu awal bergulirnya perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua.
_______
Penulis: Irfan Fathurohman
Editor: Putra Mahen
Alasannya, laporan dugaan pelecehan Putri disusun sesuai pesanan.
Ungkapan kekaguman Hakim itu dilontarkan dalam persidangan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi saat memeriksa saksi eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit.
"Luar biasa sekali berita acara interogasi dibuat berdasarkan pesanan seperti itu kan," kata Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2022).
Kepada Hakim, Ridwan mengaku sama sekali tidak mengetahui jika berita acara interogasi (BIP) atau berita acara pemeriksaan (BAP) kasus dugaan pelecehan Putri sudah dipesan oleh Ferdy Sambo.
"Iya (sudah dipesan), tetapi tidak tahu," ungkap Ridwan.
Ridwan menuturkan Sambo dalam laporan dugaan pelecehan Putri berstatus sebagai saksi.
"(Ferdy Sambo) masuk sebagai saksi," ungkap Ridwan.
Sebelumnya, Ferdy Sambo disebut-sebut menyodorkan berita acara interogasi (BAI) istrinya, Putri Candrawathi terkait dugaan pelecehan yang dialaminya pada saat insiden Brigadir Yosua tewas di Duren Tiga pada 8 Juli 2022.
Keterangan itu diungkap oleh eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit saat bersaksi dalam persidangan perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2022).
Menurut Ridwan, BAI tersebut diserahkan oleh Wakil Kepala Detasemen Biro Paminal Polri AKBP Arif Rahman Arifin. Di dalam BAI tersebut, sudah dituliskan secara lengkap kronologi dugaan pelecehan yang dialami oleh Putri.
"Ada kronologis dari Bu Putri untuk dilakukan BAI," ucap Ridwan.
Ferdy Sambo usai jalani sidang di PN Jaksel pada Selasa (29/11/2022). (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Selepas itu, Ridwan melaporkan hal tersebut ke eks Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budi Herdhi. Dia menyebut Putri sengaja diambil BAI karena diduga masih mengalami trauma pasca kejadian di Duren Tiga.
Mohon izin komandan, ini ada AKBP Arif diperintahkan Pak FS untuk buat BAI karena Bu Putri saat itu kondisinya belum bisa ke Polres karena alasannya saat itu lagi trauma,"
- Ridwan Soplanit -
Singkat cerita, BAI Putri pun dibuat oleh Polres Metro Jakarta Selatan, meski tanpa ada keterangan secara langsung dari Putri.
"Saat itu dibuat Polres Jakarta Selatan, tanpa kehadiran Bu Putri? Hanya mendengarkan Arif?" cecar Hakim.
"Kronologi yang dibawa," ujar Ridwan.
Hakim lalu mencecar Ridwan mengenai mekanisme BAI dugaan pelecehan yang dialami Putri.
"Wajar nggak begitu?" tanya Hakim.
"Untuk itu saya menyampaikan ke Kapolres untuk hal tersebut," ungkap Ridwan.
"Ya wajar nggak BAI dibuat tanpa kehadiran orangnya?" cecar Hakim lagi.
"Tidak wajar yang mulia," tutur Ridwan.
BAI Itu menurut Ridwan juga sudah ditandatangani oleh Sambo dan Putri. Dia sejatinya merasa keberatan ketika disodorkan BAI tersebut oleh Arif.
"Saat itu saya keberatan yang mulia," kata Ridwan.
Entah apa sebabnya, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi kala itu justru memberikan izin agar BAI tersebut diterima oleh penyidik.
"Ya saat itu Kapolres mengiyakan," sebut Ridwan.
Tak hanya itu, Hakim juga mencecar Ridwan mengenai alasan tetap disusunnya BAI Putri padahal dirinya sendiri sudah menyatakan menolak. Ridwan beralasan BAI itu merupakan perintah dari Ferdy Sambo.
"Saat itu Pak Arif menyampaikan bahwa ini perintah Pak FS," ujar Ridwan.
Alasan lainnya, Ridwan mengaku takut dengan Sambo. Pasalnya, saat itu Sambo masih menjabat sebagai Kadiv Propam.
"Seberapa besar ketakutan anggota saudara sama saudara FS saat itu?" tanya Hakim.
"Ya saat itu Pak FS sebagai Kadiv Propam. Karena kita berhadapan dengan seorang Kadiv Propam yang mulia," katanya.
Sambil Tahan Tangis
Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo kembali menyampaikan permohonan maaf kepada para juniornya di Polri yang terseret dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal itu ia sampaikan dalam sidang bersama terdakwa Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (29/11/2022).
Terkait dengan pernyataan kenapa saya harus mengorbankan para penyidik, saya ingin menyampikan permohonan maaf kepada adik-adik saya,”
- Ferdy Sambo -
Sambo mengakui sejak awal kasus ini, ia tidak memberikan keterangan yang benar terkait pembunuhan Brigadir J.
“Karena saya sudah memberikan keterangan tidak benar di awal-awal dan pada sidang kode etik, di semua pemeriksaan saya sudah sampaikan adik-adik ini gak salah, saya yg salah, tetapi mereka juga harus dihukum karena dianggap tahu peristiwa ini,” kata Sambo.
Pada momen inilah, Sambo terlihat menahan tangis sambil kembali menyampaikan permohonan maaf kepada para juniornya yang menjadi saksi di persidangannya.
Mereka adalah eks Kasat Reskrim Ridwan Soplanit, eks Kasubnit 1 Reskrimum Polres Metro Jaksel AKP Rifaizal Samual, eks Pembantu Unit-1 Reskrimum Polres Jaksel, Martin Gabe Sahata.
Selain itu, Eks Kasubnit I Unit I Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Arsyad Daiva Gunawan, Danu Fajar Subekti, Teddy Rohendi, Sullap Abo, dan Endra Budi Argana.
“Jadi saya atas nama pribadi dan kelurga menyampaikan permohonan maaf adik-adik saya. Saya sangat menyesal. Jadi saya sekali lagi mohon maaf,” kata Sambo dengan suara lirih.
“Jadi saya saya sampaikan di depan, komisi kode etik, mereka tidak salah. Mereka secara psikologis pasti akan tertekan. Saya bertanggung jawab karena mereka seperti ini menghadapi proses mutasi. Sehingga saya setiap berhubungan penyidik dan adik-adik saya, saya pasti akan merasa bersalah,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ridwan Soplanit mencurahkan hati ke eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo terkait terseretnya banyak anggota Polri dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Curhatan itu diungkap Ridwan dalam sidang terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (29/11/2022).
Awalnya, Majelis Hakim menanyakan soal sanksi Polri berupa penempatan khusus (Patsus) kepada Ridwan setelah dinyatakan tidak profesional dalam penyidikan.
“Saudara dimasukkan ke sel berapa lama?“
“Saya di penempatan khusus itu 30 hari yang mulia,” kata Ridwan.
“Kemudian saudara disidang kode etik?“
“Betul tang mulia.”
“Saudara mendapatkan hukum apa?“
“Demosi yang mulia,” kata Ridwan.
“Demosi selama?“
“8 tahun yang mulia,” kata Ridwan.
“Atas kesalahan apa?“
“Kurang profesional yang mulia,” ujar Ridwan.
“Di mana letak tidak profesional?“
“Mulai dari oleh TKP yang mylia, kemudian barang bukti diambil alih oleh pihak lain,” papar Ridwan.
“Ada lagi?“
“Kemudian terkait dengan LP yang mana saat itu dibilang tidak ada dasar LP saat dalam membuat laporan model A. Tapi pada saat itu kita buktikan bahwa dasarnya ada,” ujar Ridwan.
“Saat ini saudara masih ditempatkan di?“
“Saat ini kami di Yanma Polri yang mulia.”
“Saudara sudah sekolah sespri, dan saudara akhirnya terhambat untuk melanjutkan karier saudara?”
“Betul yang mulia.”
“Akibat peristiwa ini?“
“Betul yang mulia.”
Pertanyaan Hakim pun berakhir dan akan melanjutkan pertanyaan kepada saksi lainnya, namun Ridwan meminta hakim untuk memberikan satu pertanyaan ke Sambo. Hakim kemudian mengizinkan Ridwan untuk menyampaikan pertanyaan tersebut.
“Pertanyaan saya ke pak Sambo, kenapa kami dikorbankan dalam masalah ini?”
Setelah melemparkan pertanyaan, Hakim kemudian tidak memberikan kesempatan Sambo untuk langsung menjawab. Hakim akan memberikan kesempatan Sambo untuk bicara setelah memeriksa semua saksi.
Sumber: Klik Disini