News


Sabtu, 26 November 2022 18:45 WIB

IDN

Praktik Sunat Perempuan Berisiko Memutus Urat Vagina, Stop Sekarang Juga!

Para ulama perempuan dari delegasi KUPI 2 berfoto bersama usai seminar bertajuk Pemotongan dan Perlukaan Genitalia Perempuan di Ponpes Hasyim Asy'ari Bangsri Jepara. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) 2 pada hari kedua, Jumat (25/11/2022) membahas praktik pemotongan dan perlukaan genitalia perempuan (P2GP) atau kerap disebut sunat perempuan.
____

Penulis: Fariz Fardianto
Editor: Putra Mahen


Bertempat di Ponpes Hasyim Asy'ari Bangsri Jepara, pembahasan terkait praktik sunat perempuan dikemas dalam seminar halaqoh tematik pararel yang menyedot perhatian ratusan ulama perempuan dan para aktivis dari berbagai daerah bahkan delegasi luar negeri. 

Saking antusiasnya mendengarkan penjelasan mengenai bahaya praktik sunat perempuan, terdapat 15 peserta seminar yang bergantian bertanya kepada empat praktisi dari penyelenggara KUPI 2. 

Masing-masing praktisi ada Tim Pj Fatwa KUPI 2 Dr Iffah Umniati, Dr Nur Rofiah, Dr Atiyatul Ulya, Umma Farida, Fatimawati Hilal, Ulya Izzati. 

Nur Huda Ramli merupakan delegasi dari Institute Islamic Malaysia yang antusias mengungkapkan, secara gamblang praktik sunat perempuan yang berlangsung di negaranya. 

Ia mengaku, dirinya selama ini mendapati praktik sunat perempuan di negaranya dilakukan sangat vulgar. Tak cuma itu saja, sejak setahun belakangan ini terdapat pasangan suami istri yang kerap memviralkan beragam postingan video anak-anak perempuan yang sedang menjalani proses sunat perempuan di klinik maupun rumah sakit terdekat. Video sunat perempuan lalu disebarluaskan ke media sosial dengan followers ratusan ribu. 

"Rekaman videonya menunjukan mulai dari si anak disunat dalam kondisi menangis, wajah dan sekujur tubuhnya juga direkam lalu disebarluaskan dengan menempelkan dalil-dalil Alquran. Rata-rata pada chat kolom komentarnya para netizen di Malaysia mendukung video sunat perempuan itu," kata wanita 33 tahun itu ketika berbincang dengan IDN Times. 

Huda berkata, praktik sunat perempuan saat ini justru tumbuh subur di negaranya.

Terlebih lagi, sesuai hasil survei yang dilakukan pihaknya muncul fenomena dari kalangan Millennial di semua negara bagian Malaysia yang mendukung penuh praktik sunat perempuan. Ada 27 persen Millennial Malaysia yang setuju dengan praktik sunat perempuan. 

Menurutnya praktik sunat perempuan sulit dihapuskan di negaranya karena mendapat dorongan dari kementerian keagamaan maupun kementerian kesehatan Malaysia. 

"Walaupun sudah ada upaya untuk mengusulkan me-review aturan mengenai sunat perempuan, tapi nyatanya usulannya tidak ditanggapi serius oleh pemerintah. Yang ada malah tanggapan yang menyatakan apakah harus menghentikan sunat perempuan atau sifatnya makruh. Dan sampai sekarang tidak ada kejelasan," keluhnya. 

Sedangkan, Anggota Tim Pj Fatwa KUPI 2, Dr Nur Rofiah menegaskan praktik sunat yang membahayakan organ reproduksi perempuan perlu dihentikan secepatnya. Sebab, organ reproduksi perempuan diciptakan oleh Allah SWT dengan fungsi yang lengkap sehingga sangat berbeda dengan penis laki-laki. 

"Kalau khitan pada laki-laki bertujuan untuk membersihkan kotoran dan memperlancar saluran sperma, tapi kalau sunat pada perempuan berpotensi memutus jaringan syaraf klitoris. Risikonya organ reproduksi perempuan yang dikhitan akan terganggu mengingat organ genitalia milik perempuan bentuknya sudah terbuka dan tidak tertutup layaknya laki-laki," ungkapnya. 

Ia menegaskan KUPI 2 akan merumuskan sistem advokasi untuk menghentikan praktik sunat perempuan. Dalam pembahasan rancangan fatwa KUPI 2 akan ditentukan seperti apa tindakan yang dilakukan untuk menyetop praktik sunat perempuan sekaligus mengedukasi masyarakat di kalangan grassroot. 

"Hari Sabtu (26/11/2022) besok akan muncul penetapan Fatwa dari KUPI 2 untuk menyikapi persoalan tersebut," ujar Rofiah. 

IDI Jateng Temukan Praktik Sunat Perempuan Dilakukan Secara Simbolis

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Tengah menyatakan, praktik khitan atau sunat pada anak perempuan saat ini menjadi persoalan budaya yang masih dilakukan sebagian kalangan masyarakat. 

Menurut Ketua IDI Jateng, dr Djoko Handojo, praktik sunat perempuan tidak pernah sekalipun tercatat secara medis bahkan Dinas Kesehatan (Dinkes) tidak pernah mendata secara resmi. 

"Pendataan tidak pernah dilakukan IDI yang berkaitan dengan sunat perempuan karena kita tidak melihat urgensinya dimana. Malahan Dinkes juga gak pernah tuh mencatat datanya. Yang kita lakukan selama ini ya mendata jumlah khitan bagi laki-laki karena faktor medisnya memang ada terutama untuk membersihkan kotoran pada organ vital," kata Djoko kepada IDN Times via telepon, Jumat (25/11/2022).

Ilustrasi IDN Times

Di Indonesia, ia mengeklaim, kalangan mahasiswa yang berkuliah di Fakultas Kedokteran juga tak pernah diajarkan untuk membahas sistem sunat perempuan. Namun, dari sejumlah penelusuran yang dilakukan pengurus IDI di masing-masing daerah, ia tak menampik bahwa masih ada praktik sunat perempuan yang terjadi saat ini. 

"Kalau selama ini beberapa orang yang bilang ke saya bahwa ada sunat perempuan. Ini kelihatannya jadi persoalan budaya. Kadang-kadang yang terjadi tidak seperti laki-laki yang dipotong, tapi hanya secara simbolis atau formalitas saja. Selama ini yang saya lihat ya," sambungnya. 

Ia mengatakan sunat perempuan juga tidak dilakukan seperti orang disunat pada umumnya tapi sistemnya dilakukan secara simbolis.

Dirinya sendiri sering mempertanyakan kenapa seorang anak perempuan yang baru lahir masih ada yang harus menjalani praktik sunat perempuan. 

"Saya juga bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan khitan perempuan, apanya yang akan dikhitan. Kalau itu dilakukan apa sih keuntungannya, nah kalau itu tidak dilakukan apa sih kerugiannya," ungkapnya. 

Lebih jauh lagi, ia mengingatkan kepada paramedis maupun pihak terkait agar tidak sembarangan melakukan tindakan yang menimbulkan luka pada organ vital anak perempuan. Sebab, kalau sampai menimbulkan luka maka bisa memicu sebaran kuman apalagi tidak dilakukan perawatan luka dengan baik. 

"Perlu kehati-hatian yang ekstra karena kalau menimbulkan luka pasti bisa menyebarkan kuman, terutama kalau tidak ada perawatan luka yang baik," cetusnya. 

Sedangkan, Ketua Komnas Perempuan, Andi Yentriani saat jumpa pers dalam acara KUPI 2 di Ponpes Hasyim Asyari Bangsri Jepara mengatakan, sejak lama sudah ada larangan bagi petugas medis agar tidak terlibat di dalam praktik sunat perempuan. Akan tetapi ia menganggap aturan larangan itu tidak dijelaskan apakah menjadi menyeluruh atau tidak.

"Sehingga kita mendorong peserta kongres yang mayoritas ulama perempuan untuk merangkul dan bekerjasama dengan tokoh pemuka agama untuk menyelesaikan kultur yang ada selama ini mulai tradisi pemotongan alat genitalia perempuan dan penghentian organ reproduksi perempuan," jelasnya. 

 

Sumber:klik di sini

 

 


Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur