Delegasi G20 (foto: net)
Koordinator Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Fatia Maulidiyanti, menyoroti pengamanan pra-penyelenggaraan KTT G20 di Bali yang dianggap berlebihan.
___
Penulis: Lia Hutasoit
Editor: Putra Mahen
"Sejumlah tindakan itu didalihkan untuk menjaga situasi kondusif dan protokoler aparat keamanan, untuk menjaga citra penyelenggaraan agenda Internasional di mata dunia," ujarnya dalam keterangan pers, Kamis (10/11/2022).
"Bukan hanya aparat keamanan, kelompok Ormas pun ikut serta melakukan pengamanan dan membatasi kegiatan dengan ikut melakukan intimidasi dan menghalangi masyarakat sipil mengkritik pemerintah dan berkampanye soal lingkungan," tambahnya.
Dianggap menyulitkan akses dan akomodasi warga setempat
Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar ketika berbicara di program siniar dengan Fatia Maulidiyanti (Tangkapan layar YouTube Haris Azhar)
KontraS melihat pengamanan yang dilakukan sangat berlebihan atau excessive use of force. Mulai dari pengerahan 11 satuan tugas pengamanan side event G20 dari satgas intelijen, hingga satgas pemantauan wilayah.
"Penempatan petugas keamanan secara berlebihan tersebut seperti di pelabuhan dengan mengerahkan aparat Kepolisian, Satpol PP, hingga TNI yang memfokuskan pemeriksaaan digelar di pintu masuk pelabuhan menggunakan metal detector hingga kamera CCTV," ujarnya.
Penempatan kepolisian di beberapa tempat juga dianggap menyulitkan akses dan akomodasi warga setempat.
Penggunaan identifikasi wajah orang yang dianggap asing dan berbahaya
Umat yang akan mengikuti misa di Gereja HKTY Ganjuran wajib scan barcode kartu identitas diri.(IDN Times/Daruwaskita)
Selain itu, kata Fatia, KontraS juga menyoroti penggunaan face recognition terhadap warga yang keluar-masuk untuk keperluan identifikasi wajah orang yang dianggap asing dan berbahaya.
Di banyak negara, penggunaan face recognition bermasalah perihal privasi dan kriminalisasi. Di beberapa kasus, penggunaan alat tersebut sering kali mengidentifikasi dan mengancam keterlibatan masyarakat dalam mengemukakan pendapat secara damai, karena dianggap sebagai ancaman bagi ketertiban umum,"
- Fatia Maulidiyanti -
Selain itu, pengamanan berlebihan pada momentum G20 harusnya diiringi dengan suka cita, bukan dengan penuh ketakutan warga sipil.
Memengaruhi masyarakat untuk membantu tugas aparat
Upacara pembukaan G20 Indonesia (g20.org)
KontraS juga mengecam rangkaian intimidasi terhadap aktivis lingkungan yang ingin menyampaikan pendapatnya soal perubahan iklim di G20.
Pada Senin (11/8/2022), Fatia menyebut ada intimidasi dialami oleh tim pesepeda Chasing the Shadow yang ingin melakukan kampanye selama KTT G20 oleh kelompok yang mengaku sebagai perwakilan masyarakat Probolinggo.
"Dari kejadian tersebut, terlihat intimidasi bukan dilakukan oleh kepolisian tetapi oleh kelompok ormas, yang artinya ada pengkondisian secara berlebihan dan memengaruhi masyarakat untuk membantu tugas aparat seakan-akan terjadi konflik horizontal. Rangkaian intimidasi tersebut secara jelas merusak prinsip demokrasi dan mencederai kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi," ujarnya.
Negara disebut terlalu takut dan gunakan keamanan buat represi masyarakat
(g20.org/media)
Ada juga beberapa informasi mengenai pembatalan acara-acara yang diprakarsai oleh aktivis lingkungan, atas dugaan intimidasi kelompok ormas dan aparat keamanan.
"Hal ini mencerminkan negara yang terlalu paranoia, menggunakan pendekatan keamanan untuk merepresi masyarakat padahal segala bentuk kebebasan berpendapat diatur oleh undang-undang. Selain itu, pengekangan ekspresi masyarakat oleh aparat dan kelompok ormas justru hanya akan menampilkan wajah pemerintahan Indonesia yang semakin antikritik di mata negara peserta G20," jelasnya.
KontraS mendesak aparat keamanan dan pemerintah Indonesia untuk menghentikan pendekatan keamanan dengan berlebihan pada aktivitas pengamanan G20. Kemudian membuka akses partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan G20 dan menghentikan tindakan represif serta intimidatif.
Sumber: IDN Times