Mohammad Yamin, perumus naskah sumpah pemuda 28 oktober 1828/ foto: internet
"Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya punya rumusan resolusi yang elegan) yang berbunyi: Pertama: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Kedua: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”
Prof. Mr. H. Mohammad Yamin
Pahlawan Nasional RI
-----------------------
Penulis: Septiadi
Editor: Nekagusti
Pada tahun 1908 adalah era kebangkitan nasional ditandai dengan kebangkitan pemuda saat mereka mulai berorganisasi. Masa ini ditandai dengan berdirinya organisasi pemuda seperti Boedi Oetomo di Batavia dan Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) yang didirikan pelajar Indonesia di Belanda.
Sejumlah organisasi lain bermunculan, salah satunya adalah Tri Koro Dharmo yang berdiri pada 1915, yang kemudian berganti nama menjadi Jong Java. Namun, terdapat kekurangan pada organisasi-organisasi bentukan tersebut. Yakni organisasi pemuda saat itu masih bersifat kedaerahan dan mementingkan kepentingan suku bangsa masing-masing.
Namun, pada akhirnya kepentingan bangsa menjadi tujuan utama pemuda. Untuk menyatukan perjuangan untuk kepentingan bangsa.dilansir dari kompas, Buku Indonesia dalam Arus Sejarah (2013) menjelaskan, perubahan radikal yang dilakukan organisasi pemuda mendorong mereka untuk bersatu dan berkumpul dalam satu wadah.
Kongres pemuda pertama
Pada 30 April 1926, para pemuda melakukan rapat besar antar-kelompok pemuda yang dikenal dengan Kongres Pemuda I di Jakarta. Namun, saat itu upaya untuk menyatukan berbagai kelompok pemuda dalam satu organisasi gagal.
Kongres Pemuda I belum bisa menghasilkan kesepakatan yang berarti. Akan tetapi, pidato Mohammad Yamin menimbulkan gejolak semangat yang baru. Sebelum melakukan pertemuan akbar kedua, para pemuda kembali berupaya menyatukan sejumlah organisasi untuk fusi dalam satu wadah. Perhimpunan Indonesia dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPKI) menyepakati hal itu.
Kemudian, banyak organisasi pemuda yang memilih untuk fusi dalam satu wadah. Namun, Mohammad Yamin menolak dilakukannya fusi organisasi pemuda. Yamin lebih memilih dibentuknya federasi dari perkumpulan-perkumpulan yang ada. Sebab, perkumpulan masing-masing daerah lebih bisa bergerak bebas tanpa adanya sebuah aturan yang melekat.
Hingga dilakukannya Kongres Pemuda II dibuka pada 27 Oktober 1928 di Jakarta, Yamin yang menjabat sebagai Sekretaris Kongres masih belum menyetujui dibentuknya fusi. Meski begitu, Yamin tetap memiliki semangat akan persatuan Indonesia. Dia tetap berharap semangat persatuan tetap ada namun tak menghilangkan kekhasan tiap daerah. Yamin juga tak ingin Kongres Pemuda II berakhir tanpa hasil.
Setidaknya, harus ada kemauan dan kesepakatan bersama yang dibacakan peserta kongres. Saat kongres tengah berlangsung, Yamin mulai menuliskan gagasan "Sumpah Pemuda" tersebut dalam suatu kertas. Kertas itu kemudian dia sodorkan kepada Soegondo Djojopoespito, yang saat itu menjabat Ketua Kongres.
Penentang yang merumuskan
Namun, tokoh pemuda itu kemudian malah dikenal sebagai sosok yang merumuskan Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda II yang berlangsung pada 1928. Tokoh itu adalah Ketua Jong Sumatranen Bond, Mohammad Yamin.
Sebagai pemimpin kelompok pemuda Sumatera,Mohammad Yamin memang memiliki darah Sumatera Barat kental. Yamin lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat pada 23 Agustus 1903. Anak dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah ini memang dibesarkan di keluarga terpelajar.
Mohammad Yamin memang memiliki darah Sumatera Barat/ foto: internet
Ayahnya yang mantri kopi membuat Yamin kecil dibekali pendidikan mumpuni. Setelah mendapatkan pendidikan dasar di kampung halaman, Yamin melanjutkan pendidikan ke Pulau Jawa, tepatnya ke Algemene Middelbare School (AMS) di Surakarta. Selanjutnya, Yamin menuju ke Jakarta dan masuk Sekolah Tinggi Hukum (Rechts Hooge School) di Jakarta. Setelah aktif dan memimpin Jong Sumatranen Bond, Yamin mulai aktif mengemukakan gagasan tentang persatuan Indonesia.
Sebagai seorang sastrawan dan penyair, salah satu cara yang diyakini Yamin dapat menjadi "alat" persatuan adalah bahasa. Gagasan ini pun diucapkan lantang dalam Kongres Pemuda I. Melalui pidatonya, "Kemungkinan Bahasa-bahasa dan Kesusastraan di Masa Mendatang", Yamin "menyodorkan" bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
"Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa bahasa Melayu lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan dan bahasa persatuan yang ditentukan untuk orang Indonesia. Dan kebudayaan Indonesia masa depan akan mendapatkan pengungkapannya dalam bahasa itu,"
Yamin
Pidato itu mendapatkan respons baik dari para pemuda yang hadir dalam kongres. Mereka tertarik terhadap pemaparan Mohammad Yamin, terutama mengenai persatuan. Banyak yang meyakini bahwa pemakaian bahasa Melayu yang memang sudah banyak digunakan sebagai bahasa pengantar selain bahasa Belanda dan bahasa Arab, akan digunakan sebagai bahasa pengantar di Indonesia.
Jong Sumatranen Bond sendiri pernah mendiskusikan bahasa persatuan ini sejak 1923. Kelak, penggunaan "bahasa Indonesia" ini diharapkan mendesak penggunaan bahasa Belanda. Kongres Pemuda I memang belum berhasil menyatukan kelompok pemuda dalam satu organisasi. Namun, konsep mengenai persatuan Indonesia semakin benderang.
Menuju Sumpah Pemuda Foto 28 Oktober 1928 di halaman depan Gedung IC, Jl. Kramat 106, Jakarta. Tampak duduk dari kiri ke kanan antara lain (Prof.) Mr. Sunario, (Dr.) Sumarsono, (Dr.) Sapuan Saatrosatomo, (Dr.) Zakar, Antapermana, (Prof. Drs.) Moh. Sigit, (Dr.) Muljotarun, Mardani, Suprodjo, (Dr.) Siwy, (Dr.) Sudjito, (Dr.) Maluhollo. Berdiri dari kiri ke kanan antara lain (Prof. Mr.) Muh. Yamin, (Dr.) Suwondo (Tasikmalaya), (Prof. Dr.) Abu Hanafiah, Amilius, (Dr.) Mursito, (Mr.) Tamzil, (Dr.) Suparto, (Dr.) Malzar, (Dr.) M. Agus, (Mr.) Zainal Abidin, Sugito, (Dr.) H. Moh. Mahjudin, (Dr.) Santoso, Adang Kadarusman, (Dr.) Sulaiman, Siregar, (Prof. Dr.) Sudiono Pusponegoro, (Dr.) Suhardi Hardjolukito, (Dr.) Pangaribuan Siregar dan lain-lain./ foto: Dok. Kompas
"Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya punya rumusan resolusi yang
elegan)," kata Yamin kepada Soegondo, dikutip dari buku Mengenang Mahaputra Prof. Mr. H. Muhammad Yamin Pahlawan Nasional RI (2003). Rumusan itu kini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda, yang berbunyi: Pertama: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Kedua: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Lagu Indonesia Raya pertama kali berkumandang tanpa lirik ‘merdeka’
Lagu "Indonesia Raya" dinyanyikan di depan Belanda Sumpah Pemuda menjadi momen memperdengarkan lagu "Indonesia Raya" yang menjadi lagu kebangsaan untuk pertama kali. Dilansir Kompas.com, Jumat (28/10/2022), kegiatan itu diawasi oleh aparat keamanan Hindia Belanda, terutama mereka yang berdinas di Dinas Intelijen Politik (PID).
Kata merdeka dihapus, dimainkan secara instrumental Soegondo Djojopoespito yang saat itu menjadi Ketua Kongres Pemuda II disodori teks dan partitur dari WR Supratman. Soegondo terkejut ketika membaca lirik lagu pada bagian refrain lagu "Indonesia Raya" yang memuat kata "merdeka, merdeka".
Soegondo khawatir jika lagu itu dilantunkan dengan lirik tersebut, maka dikhawatirkan para peserta akan ditahan. Alhasil, Soegondo meminta WR Supratman membawakan lagu "Indonesia Raya" secara instrumental dengan biola.
Saat lagu dimainkan WR Supratman, salah seorang peserta rapat, Theodora Athia Salim atau Dolly Salim (anak perempuan Haji Agus Salim), yang sudah hapal lirik lagu "Indonesia Raya" langsung melantunkannya. Dengan cermat dia mengganti lirik "merdeka, merdeka" dengan "mulia, mulia" guna menghindari kegiatan itu dibubarkan aparat keamanan Belanda.
sumber: kompas