Pemuda Yaman Gendong Ibunya Sejauh Banten-Banyuwangi
Berbicara tentang memuliakan ibu, mari kita semua belajar kepada salah seorang sahabat Nabi. Pemuda ini tidak pernah berjumpa dengan nabi. Seorang pemuda miskin yang tinggal di pinggiran Yaman, bernama Uwais Al-Qarni.
Uwais Al-Qarni merupakan seorang pemuda yang tidak terkenal, miskin, dan memiliki penyakit kulit. Tak ada orang yang mengenalnya bahkan namanya pun tak pernah dikenal. Namun ia merupakan pemuda yang pernah disebut oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemuda yang sangat dicintai oleh Allah dan terkenal di langit.
Ibunya adalah seorang wanita tua yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan Ibunya. Hanya satu permintaan yang mungkin sulit ia kabulkan.
“Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersama dengan kamu, ikhtiarkan agar Ibu dapat mengerjakan haji,” pinta ibunya.
Uwais termenung, perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh melewati padang pasir tandus dan panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan, sedangkan Uwais sangat miskin dan tak memiliki kendaraan.
Mengendong Sapi Untuk Latihan
Uwais akhirnya memutuskan untuk membeli seekor anak sapi. Sapi tersebut memiliki bobot sekitar 20 Kg. Lalu ia membuat kandangnya di bukit. Hal ini dimaksudkan Uwais agar dapat menggendong sapi naik turun bukit setiap hari. Dengan usaha ini, ia berharap menggendong sapi bisa sebagai latihan menggendong ibunya yang sudah lumpuh.
Uwais setiap pagi menggendong sapinya turun menuju lereng dan sore harinya menggendong sapinya menaiki bukit. Sungguh bukan perjalanan yang mudah bahkan ini merupakan perjalanan yang begitu berat. Ketika ia harus melewati batu-batu terjal sambil menggendong sapi.
Pada saat Uwais menggendong sapi, ia sering menjadi bahan ejekan. Meski begitu, ejekan ini tidak menyurutkan niat baik Uwais. Berbulan-bulan kemudian anak sapi tersebut telah menjelma menjadi sapi yang besar. Tubuh Uwais pun jauh lebih kuat dari sebelumnya, tangannya kekar dan berotot.
Musim haji pun tiba Uwais sampaikan kepada ibunya, “Ibu, mari kita berangkat ke Makkah!”
“Dengan apa kita kesana? Ibumu ini lumpuh dan kita tidak punya kendaraan,” ucap ibunya dengan sedih.
“Aku akan menggendong ibu,” jawab Uwais.
Maka pada hari itu Uwais pergi ke Makkah dengan menggendong ibunya. Di punggungnya, Uwais menggantungkan perbekalan makanan berupa roti dan air minum. Orang-orang yang sebelumnya mengejek Uwais kali ini mereka tertegun.
Uwais menggendong ibunya dari Yaman ke Makkah yang jaraknya sekitar 1.200 kilometer atau setara Banten Banyuwangi. Berkat Uwais, sang ibu berhasil melihat Baitullah dan dapat beribadah haji.
Setelah kembali ke Yaman, sang ibu bertanya, “Uwais, doa apa yang engkau panjatkan di Makkah?”
Uwais menjawab, “Aku berdoa agar Allah mengampuni dosa-dosa ibu.”
“Lalu bagaimana dengan dosa-dosamu sendiri?” tanya ibunya.
“Jika dosa ibu diampuni, ibu akan masuk surga. Jika ibu rida terhadap saya maka saya juga akan masuk surga.”
“Berdoalah agar Allah menyembuhkan penyakitmu,” pinta sang ibu.
“Biarlah aku jalani apa yang sudah Allah tetapkan bu,” jawab Uwais yang sedikit keberatan dengan permintaan ibunya.
Uwais tidak pernah berjumpa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suatu hari, Uwais sangat ingin berjumpa dengan kekasih Allah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hari demi hari berlalu, dan kerinduan Uwais Al-Qarni untuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya, kapan ia bisa bertemu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memandang wajah beliau dari dekat.
Uwais datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan mohon ijin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Ibu Uwais Al-Qarni yang semakin uzur, merasa terharu dengan ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarni seraya berkata, “Pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.”
Betapa gembiranya hati Uwais Al-Qarni mendengar ucapan ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat. Namun, ia tak lupa menyiapkan keperluan ibu yang akan ditinggalkannya, serta berpesan kepada para tetangga agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sembari mencium ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qarni menuju Madinah.
Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al-Qarni sampai di kota Madinah. Ia segera mencari rumah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan kekasihnya yang ingin dijumpai. Namun ternyata Nabi tidak berada dirumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran.
Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah Radhiyallahu 'anhu, istri Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi, tetapi Nabi tidak dapat dijumpainya.
Hati Uwais Al-Qarni bergolak, perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari medan perang. Tapi Ia terngiang dengan pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Uwais juga diminta cepat pulang ke Yaman oleh Ibunya.
Sebab ketaatan kepada sang ibu, Uwais mengurungkan keinginan hati dan rindunnya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi. Uwais Al-Qarni dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah Radhiyallahu 'anhu untuk segera kembali ke Yaman. Dia hanya menitipkan salam untuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu, Uwais Al-Qarni pun segera berangkat mengayunkan langkahnya dengan perasaan amat haru.
Terkenal di Langit
Peperangan telah usai dan Nabi pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Siti Aisyah Radhiyallahu 'anhu tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni langit.
Mendengar perkataan Nabi, Siti Aisyah Radhiyallahu 'anhu dan para sahabat tertegun. Siti Aisyah Radhiyallahu 'anhu, menerangkan perihal kedatangan dan kepulangan Uwais. “Memang benar ada yang mencari Nabi dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.”
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al-Qarni. “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih ditengah talapak tangannya.”
Sesudah itu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam memandang kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu dan Umar bin Khattab Radhiyallahu 'anhu seraya berkata, “Suatu saat, ketika kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”
Waktu terus berganti, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khatab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi Muhammad Saw kepada sahabat Ali bin Abi Thalib ra.
Pertemuaannya Dengan ‘Umar bin Al Khattab Radhiyallahu ‘anhu.
Dari Usair bin Jabir, ia berkata, Umar bin Al Khattab ketika didatangi oleh serombongan pasukan dari Yaman, ia bertanya, “Apakah di tengah-tengah kalian ada yang bernama Uwais bin ‘Amir?” Hingga Umar mendatangi Uwais dan bertanya, “Benar engkau adalah Uwais bin ‘Amir?”
Uwais menjawab, “Iya, benar.”
Umar bertanya lagi, “Benar engkau dari Murod, dari Qarn?”
Uwais menjawab, “Iya.”
Umar bertanya lagi, “Benar engkau dahulu memiliki penyakit kulit lantas sembuh kecuali sebesar satu dirham.”
Uwais menjawab, “Iya.”
Umar bertanya lagi, “Benar engkau punya seorang ibu?”
Uwais menjawab, “Iya.”
Umar berkata, “Aku sendiri pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Nanti akan datang seseorang bernama Uwais bin ‘Amir bersama serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murad kemudian dari Qarn. Ia memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya. Seandainya ia mau bersumpah pada Allah, maka akan diperkenankan yang ia pinta. Jika engkau mampu agar ia meminta pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya.
Umar pun berkata, “Mintalah pada Allah untuk mengampuniku.”
Kemudian Uwais mendoakan Umar dengan meminta ampunan pada Allah.
Umar pun bertanya pada Uwais, “Engkau hendak ke mana?” Uwais menjawab, “Ke Kufah”.
Umar pun mengatakan pada Uwais, “Bagaimana jika aku menulis surat kepada penanggung jawab di negeri Kufah supaya membantumu?”
Uwais menjawab, “Aku lebih suka menjadi orang yang lemah (miskin).”
Subscribe Kategori Ini