Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan (kiri) mengunjungi stadion Mandala Krida Yogyakarta. (IDN TImes/Tunggul Kumoro)
Mungkin ke depannya kalaupun PSSI harus diubah strukturnya, jangan lagi pakai aparat keamanan seperti polisi atau ABRI atau TNI.
_____
KOORDINATOR KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) Fatia Maulidiyanti mengatakan, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sebaiknya mencari Ketua Umum PSSI baru yang tidak berasal dari anggota kepolisian seperti Mochamad Iriawan atau Iwan Bule.
Hal ini, kata dia, sebagai pelajaran dari tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang akibat penggunaan gas air mata. Fatia mengatakan, PSSI harus diubah, diisi oleh orang yang paham dengan olahraga, khususnya soal bola.
"Mungkin ke depannya kalaupun PSSI harus diubah strukturnya, jangan lagi pakai aparat keamanan kayak polisi atau ABRI atau TNI gitu untuk menjadi ketuanya, yang itu sarat akan kekerasan dan bisa mewajarkan bentuk-bentuk kekerasan kayak gitu. Harus diisi sama orang-orang yang memang olahraga, khususnya bola gitu," kata dia dalam diskusi Change.org 'Belum Selesai: Usut Tuntas Kanjuruhan' di twitter space, dilansir Rabu (19/10/2022).
Internalisasi regulasi jadi dasar, gas air mata tak boleh ditembakkan di ruang tertutup
Suasana doa bersama dan tabur bunga untuk korban tragedi kerusuhan Stadion Kanjuruhan bersama pemain dan warga pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)
Fathia menjelaskan, hal-hal seperti tragedi Kanjuruhan seharusnya bisa dihindari karena aturannya sudah diinternalisasi ke dalam tubuh PSSI atau kepolisian sendiri.
"Mestinya tahu bahwa gas air mata itu gak boleh ditembakkan di ruang tertutup gitu, kan gak perlu pakai pasal FIFA sebelumnya ya, tapi mereka punya aturannya sendiri soal pertap, pengendalian massa, soal standar HAM, itu kan peraturan internal yang harusnya mereka tahu gitu," kata dia.
Butuh reformasi struktural dan kultural dalam tubuh Polri
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)
Dia mengatakan, yang jadi pertanyaannya selama ini aparat keamanan tidak pernah ada internalisasi aturan soal pertandingan, contohnya seperti FIFA Stadium Safety and Security Regulations, yang seharusnya bisa diimplementasikan dengan baik dalam sistemnya.
Makanya butuh reformasi struktural dan kultural dalam Polri,"
- Fatia Maulidiyanti -
Imbas persatuan sepak bola diisi aparat keamanan
Iwan Bule berusaha menghindar usai dimintai keterangan di Komnas HAM pada Kamis (13/10/2022). (IDN Times/Santi Dewi)
Dia mengungkapkan, tragedi Kanjuruhan adalah akibat dari persatuan olahraga atau sepak bola diisi oleh aparat keamanan seperti mantan polisi, yang dinilai tidak terlalu paham dengan banyaknya regulasi FIFA yang sebenarnya adalah hal dasar dalam aturan pertandingan.
"Inilah akibatnya kalau persatuan olahraga atau sepak bola itu diisinya sama mantan aparat keamanan ke polisi yaitu Iwan Bule gitu, dia polisi juga gitu loh jadi mungkin gak paham soal bagaimana sepak bola itu sendiri," katanya.
Presiden FIFA bertemu Jokowi, tak berpihak korban Kanjuruhan
Presiden Jokowi dan Presiden FIFA Gianni Infrantino bertemu Istana Merdeka, Jakarta. (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang tergabung dalam Tim Gabungan Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil, menyoroti langkah pertemuan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dengan Presiden FIFA, Gianni Infantino, Selasa, 18 Oktober 2022.
Pertemuan tersebut berlangsung pasca-tragedi pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang menyebabkan 133 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Dalam pertemuan tersebut, setidaknya menghasilkan tiga kesepakatan bersama antara pemerintahan Indonesia dengan FIFA.
"Kami menilai, ketiga kesepakatan bersama antara pemerintah dengan FIFA justru sama sekali tidak memperlihatkan keberpihakan pada korban tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022," kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, dalam keterangannya, Rabu (19/10/2022).
Kesepakatan dengan FIFA soal ambisi pemerintahan saja
Presiden Jokowi dan Presiden FIFA Gianni Infrantino bertemu Istana Merdeka, Jakarta. (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Tiga kesepakatan itu jika dirangkum yang pertama adalah pemerintah dan FIFA sepakat melakukan transformasi sepak bola, dan sepakat tragedi Kanjuruhan adalah pelajaran penting bagi persepakbolaan Indonesia maupun dunia. Transformasi tersebut meliputi kelayakan stadion sepak bola di Indonesia.
Kedua, dalam pertemuan itu disepakati juga bahwa agenda terkait dengan Piala Dunia U20 pada 2023 akan tetap berjalan. Ketiga, adalah kesempatan terakhir soal upaya pengkajian ulang pemangku kepentingan sepak bola di Indonesia.
Dari ketiga kesepakatan tersebut, KontraS lebih menyoroti soal poin kedua. "Kami menyoroti ambisi tinggi pemerintahan untuk terus dapat menjalankan Piala Dunia tanpa memperhatikan permasalahan yang terjadi pada tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 lalu," kata Fatia.
Ambisi yang tak kedepankan perlindungan penghormatan pada HAM
Koordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti diwawancarai wartawan di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (19/7/2022). Dahrul Amri/IDN Times Sulsel
Menurut Fatia kesepakatan tersebut justru hanya berfokus kepada ambisi pemerintahan, untuk dapat menjadikan Indonesia sebagai episentrum sepak bola di Indonesia, bahkan dunia.
"Dalam hal ini, kami menilai ambisi tersebut tidak mengedepankan perlindungan, pemajuan, dan penghormatan hak asasi manusia (HAM), terutama bagi para korban jatuhnya 133 korban jiwa, serta ratusan orang lainnya. Bahkan, tidak menjadi pokok bahasan utama dalam kesepakatan antara pemerintah dan FIFA pada pertemuan tersebut," kata dia.
Kedatangan Presiden FIFA tidak relevan dengan kondisi saat ini
Presiden FIFA, Gianni Infantino bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta (IDN Times/Ilman Nafi'an)
KontraS juga menilai kedatangan Infantino ke Indonesia untuk bertemu Jokowi dan PSSI, adalah langkah yang justru tidak relevan. Mengingat, situasi dan kondisi penuntasan korban belum selesai dan pemangku kepentingan justru fokus membahas upaya transformasi sepak bola Indonesia secara keseluruhan, bukan pada pemulihan, pemenuhan hak-hak korban. Terlebih soal penggunaan kekuatan dalam tragedi Kanjuruhan yakni gas air mata.
"Perlu diingat pula oleh Presiden FIFA dan Presiden Indonesia bahwa peristiwa Kanjuruhan merupakan peristiwa terbesar kedua di dunia, yang tentu saja telah melanggar hak asasi manusia bagi warga Indonesia," kata Fatia.
Pemerintah diminta pastikan hak korban dari psikologis hingga fisik
Suasana Stadion Kanjuruhan pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)
Karena itu, KontraS mendesak empat hal mulai dari Presiden Jokowi untuk memastikan tragedi Kanjuruhan tidak akan terulang kembali, dan berjalannya proses investigasi berjalan secara akuntabel serta transparan, dengan memerhatikan pertanggung jawaban komando.
Kemudian, memastikan hak korban mulai dari psikologis hingga fisik, dengan memperhatikan hak korban untuk pemulihan, kebenaran, keadilan, dan jaminan ketidak berulangan. Ketiga, Komnas HAM harus segera melakukan investigasi peristiwa Kanjuruhan sebagai kasus pelanggaran HAM berat.
"Keempat, Presiden FIFA harus segera memberikan sanksi kepada PSSI sebagai bentuk pengimplementasian Human Rights Policy and Programme, agar tidak hanya menjadi aturan tertulis semata," ujar Fatia.
Sumber: IDN Times