Ilustrasi Pilkada (foto: net)
Pimpinan MPR bertemu Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) melakukan pembahasan untuk mengkaji kembali pengembalian Pilkada melalui DPRD, pada Senin (10/10/2022).
_____
KETUA MPR Bambang Soesatyo beserta Wantimpres Jenderal TNI (Purn) Wiranto sebelumnya membahas evaluasi sistem Pilkada imbas banyak kepala daerah yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
“Kita sudah mulai evaluasi, masih banyak yang korupsi, masih banyak kepala daerah yang ditangkap karena korupsi,” kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu di Gedung MPR, Jakarta, Senin (10/10/2022).
Menurut Bamsoet, langkah mengembalikan Pilkada oleh DPRD sah dilakukan. Hal itu juga tak menodai demokrasi dan sesuai dengan Pancasila.
Dia juga menegaskan pengkajian terhadap sistem Pilkada langsung bukan hal terlarang.
“Bukan berarti kajian mendalam terhadap pelaksanaan pilkada langsung tidak boleh dilakukan. Mengingat menurut pasal 18 ayat 4 UUD 1945, gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis," kata Bamsoet.
Mengembalikan pemilihan melalui DPRD, juga sebenarnya demokratis, karena sesuai dengan semangat sila keempat Pancasila,"
- Bambang Soesatyo -
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini juga mengatakan akan mengidentifikasi masalah dalam penyelenggaraan Pilkada langsung. Setelah menemukan urgensi dari pemilihan kepala daerah itu, baru pihaknya akan mengusulkan untuk evaluasi.
Usulan untuk mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada juga tak terbatas karena banyaknya kepala daerah yang tersandung kasus korupsi, tapi juga banyaknya kepala daerah yang meminta sumbangan kepada pengusaha.
Ilustrasi penghitungan suara Pemilu (foto: net)
“Banyak pengusaha yang mengeluh dengan sistem pemilihan langsung di daerah, ini rata-rata dia harus menyumbang tidak hanya 1 calon, tapi 2, 3 calon, di daerah yang sama,” ucap Bamsoet.
Sementara itu, Wiranto mengaku pertemuan dengan MPR dilakukan untuk membahas persiapan Indonesia menghadapi krisis yang tidak terduga karena stabilitas ekonomi global.
“Perbincangan kami juga banyak menyangkut persiapan kita sebagai bangsa. Untuk sikapi itu sesuai keinginan presiden bahwa harus kita hadapi bersama, hadapi krisis unpredictable," kata Wiranto.
Respons Moeldoko
MPR RI mewacanakan pemilihan gubernur (pilgub) kembali dipilih DPRD seperti sebelumnya. Hal itu, karena banyaknya kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK, akibat pemilihan langsung.
Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko, merespons wacana tersebut. Menurutnya, pelaksanaan Pilgub harus dilakukan sesuai aturan yang berlaku saat ini.
"Ya dilihat regulasinya," ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Sementara, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Wiranto, mendukung wacana MPR. Namun, dia enggan menjelaskan secara rinci poin apa saja yang disepakatinya.
"Sama ya (dengan MPR)," ucap dia.
Di lokasi yang sama, Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, menanggapi singkat terkait wacana MPR tersebut.
"Itu kan baru usulan," kata Menko Perekonomian itu.
MPR ingin Pilkada dievaluasi
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, mengatakan pihaknya mewacanakan evaluasi terhadap penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada). Sebab, menurutnya, pilkada berdampak maraknya praktik korupsi.
"Kita sudah mulai evaluasi, masih banyak yang korupsi, masih banyak kepala daerah yang ditangkap karena korupsi,” kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu di Gedung MPR, Jakarta, Senin (10/10/2022).
Bamsoet menegaskan pembahasan evaluasi ini hanya untuk penyelenggaraan pilkada, tak termasuk Pileg dan Pilpres. Dia juga menegaskan usulan itu baru diskusi di MPR saat bertemu dengan Ketua Wantimpres Wiranto.
“Bukan Pilpres atau Pilegnya, tapi kita lebih ke Pilkada,” ucapnya.
Proses pemungutan suara Pemilu (foto: net)
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini juga mengatakan akan mengidentifikasi masalah dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak. Setelah menemukan urgensi dari Pilkada itu, baru pihaknya akan mengusulkan untuk dievaluasi.
Wacana mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada juga tak terbatas karena banyaknya kepala daerah yang tersandung kasus korupsi, tapi juga banyaknya kepala daerah yang meminta sumbangan kepada pengusaha.
“Banyak pengusaha yang mengeluh dengan sistem pemilihan langsung di daerah, ini rata-rata dia harus menyumbang tidak hanya satu calon, tapi dua, tiga calon, di daerah yang sama,” ucap Bamsoet.
Komisi II DPR: Perintah UU Tetap Dipilih Langsung oleh Rakyat
Komisi II DPR merespons usulan MPR terkait pemilihan kepala daerah atau pilkada lewat DPRD. Wacana pengkajian itu kembali mencuat dalam pertemuan pimpinan MPR dan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang, menegaskan hingga saat ini pelaksanaan pilkada tetap dipilih langsung oleh rakyat sesuai perintah undang-undang (UU).
"Perintah Undang-Undang tetap dipilih langsung oleh rakyat," ujar Junimart, Selasa, 11 Oktober.
Legislator PDIP itu menilai perlu dilakukan kajian mendalam terhadap wacana tersebut. Namun, kata Junimart, sampai saat ini pun Komisi II DPR belum membicarakan soal wacana pilkada lewat DPRD.
Pemungutan suara (foto: net)
"Perlu dilakukan kajian akademik yang detail. (Tapi) Sampai saat ini tidak ada pembicaraan itu secara serius di Komisi II," ungkap Junimart.
Menurut Junimart, wacana pilkada lewat DPRD tidak menjadi jaminan untuk menghindari politik transaksional atau upaya praktik korupsi. Bukan masalah setuju tidak setuju, namun kata dia semua harus taat asas dan berpegang pada aturan yang belum diubah.
"Itu relatif dan tidak menjadi jaminan untuk tidak transaksional. Semua kembali kepada politik demokrasi yang bersih," kata Junimart.
Sebelumnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menilai perlu adanya kajian dan evaluasi terkait pilkada, baik pemilihan bupati, wali kota, hingga gubernur. Hal itu muncul saat MPR menggelar pertemuan dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 10 Oktober.
Wakil Ketua MPR Yandri Susanto, mengatakan pemilihan kepada daerah (Pilkada) oleh DPR dan DPRD perlu dikaji kembali lantaran ada sistem demokrasi saat ini yang membuat biaya politik menjadi tinggi dan berdampak pada lahirnya tindakan korupsi.
"Disertasi Pak Gamawan (Fauzi, mantan menteri Dalam Negeri) tentang perlunya kembali ke sistem pemilihan (oleh) DPRD kabupaten/kota dan provinsi. Jadi menurut kami ini yang perlu dikaji, jangan sampai membuat UUD berdasarkan kepentingan, itu tidak boleh," ujar Yandri, Senin, 10 Oktober.
Pemungutan suara (foto: CNN)
Wakil Ketua Umum PAN itu mengungkapkan, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah mengusulkan pilkada dipilih oleh DPR atau DPRD. Saat itu, Yandri merupakan bagian dari panitia kerja (Panja) revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan WaliKota.
"Tapi Pak SBY pulang dari luar negeri kan mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014, dari Perppu itu lahirlah tetap pemilu langsung, pilkada langsung. Lahirlah Undang Undang Nomor 10 tahun 2016," kata Yandri.
Sementara, Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengaku sepakat jika sistem demokrasi hari ini perlu dikaji manfaat dan mudaratnya. Dia juga menyoroti kaitan antara demokrasi dengan korupsi yang marak terjadi saat ini.
Menurutnya, lima periode Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga tak bisa mengatasinya jika evaluasi tak dilakukan. Karenanya, kata Bamsoet, MPR terus melakukan kajian terkait persoalan bangsa yang perlu dievaluasi, termasuk mekanisme dari pemilihan umum (pemilu).
"Jadi kita persilakan nanti DPR untuk mengkajinya kembali. Apakah sistem pemilu yang hari ini kita jalankan, lebih banyak manfaatnya atau justru lebih banyak mudaratnya," kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.
Sumber: IDN Times