Lifestyle


Rabu, 05 Oktober 2022 15:25 WIB

Health

LGBT dan Gender Netral, Siapkah Orang Tua Hadapi ini?

ilustrasi seksual pria dan wanita/ foto:unsplash

Dalam psikologi LGBT ini jika mengacu dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders)  yang lama edisi ke 1-6 masuk dalam gangguan. Namun selanjutnya pada edisi tujuh, LGBT tak lagi dimasukkan karena ada sejarah panjang dan gerakan politik tertentu yang akhirnya LGBT bukan lagi gangguan. 

------------------------------

Penulis: Wahyu Kurniawan, M,Psi
Editor: Nekagusti


Bangka belitung dikejutkan dengan angka kemunculan pengidap HIV yang angkanya mencapai 500-an lebih. Jika ditelisik lanjut dari angka tersebut, banyak yang mengidap HIV/AIDS karena dilatarbelakangi dengan ragam penyebab, contohnya; penyuka sesama jenis dan seks bebas. Kegiatan orientasi seksual ini juga didominasi oleh laki-laki yang menyukai laki-laki (Gay). 

Menurut salah seorang Psikolog yang mengajar di STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung, Wahyu Kurniawan mengatakan bahwa fenomena kemunculan gay ini sebenarnya sejak dahulu sudah ada, namun kita perlu akui bahwa semakin hari semakin meningkat dari tahun ketahun. Hal ini misalkan ditandainya gerakan  pro tentang gay, lesbi dan gerakan-gerakan yang mengatasnamakan hak asasi manusia. 

Dan ditambah lagi terdapat fenomena baru, dimana seseorang ada yang belum tau menentukan gender dan jenis kelaminya apa dan ia menyatakan bahwa ia gender netral, padahal secara hakikatnya dia adalah laki laki.  Non-binary alias non biner atau bisa disebut juga gender netral adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan seseorang yang tidak mengidentifikasi dirinya secara eksklusif sebagai laki-laki atau perempuan. 

Dalam psikologi LGBT ini jika mengacu dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders)  yang lama, edisi ke 1-6 masuk dalam gangguan. Namun selanjutnya pada edisi tujuh, LGBT tak lagi dimasukkan karena ada sejarah panjang dan gerakan politik tertentu yang akhirnya LGBT bukan lagi gangguan. 

Menindaklanjuti ini, tanpa mampu merumuskan apakah munculnya kasus penyuka sesama jenis menjadi penyumbang angka adanya Hiv/Aids, tentu saja tidak, namun lagi-lagi disinyalir hal ini bisa menjadi penyebab utama. 

Pentingnya pendidikan seks sejak dini 

Psikolog yang mengajar di STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung, Wahyu Kurniawan/ Foto: docpribadi

Membaca keadaan ini, sangat diperlukan adanya pendidikan seks sejak dini. Anak harus diajarkan bahwa ia laki-laki atau ia perempuan, mana yang boleh dan mana tidak, mana yang bagus mana tidak, serta mana peran laki laki dan mana peran perempuan. Perlu pula edukasi yang digencarkan tentang pola asuh yang benar dan bagaimana menumbuhkan konsep diri, identitas yang benar sesuai fitrahnya manusia agar kelak anak-anak bangsa ini sehat dan tak akan ada lagi mengalami disorientasi seksual. 

Dari sisi psikologi sosial, tentu saja kawan-kawan yang terafiliasi digerakkan atau menjadi penyuka sesama jenis, harusnya mulai memberanikan diri membuka mata dan hati, bahwa ada yang harus diubah dalam dirinya baik konsep diri, gaya bertindak dan lainnya. Dan sekedar saran, juga harus intens melakukan konseling. 

Terkait para penyandang HIV/AIDS sendiri yang telah terdata, harapannya semoga mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah dan khusus ke masyarakat, setidaknya masyarakat harus mulai menyadari ternyata angka tersebut harus membuat kita belajar hidup sehat. Sehat yang dimaksud tentunya tentang aktifitas seksual, menjaga diri dari perbuatan yang di anggap melanggar agama dan norma (prostitusi).


Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur