Potret Fientje de Feniks dalam buku karya Pieter van Zonneveld (1992) seorang pelacur dari rumah bordil milik germo Oemar di Batavia. (Pieter van Zonneveld/De Moord op Fientje de Feniks: een Indische Tragedie (1992))
Faktor kemiskinan yang mendera kalangan wanita di Batavia menjadi sebagian aspek yang memperuncing narasi cabul dalam historiografi kolonial. Sebut saja kisah Fientje de Feniks yang berujung tragis.
_____
YAYASAN Untuk Indonesia menerbitkan sebuah buku berjudul Ensiklopedia Jakarta: Culture & Heritage (Budaya dan Warisan Sejarah) yang terbit di tahun 2005. Dalam buku tersebut dikisahkan tentang pilu kehidupan Fientje yang melacur di Batavia.
Dikisahkan pada 17 Mei 1912, sekujur mayat yang membusuk ditemukan mengapung di sluizen (pintu air) kali Baru yang diduga mayat Fientje de Feniks. Agaknya, mayat itu tewas akibat dibunuh.
Ketika mayat Fientje ditemukan, kaki dan tangannya dalam posisi terikat. Pihak kepolisian di Batavia bergegas melakukan investigasi serius untuk mendalami kasusnya.
Baca Juga: Lika-liku Perdagangan Lada dari Romawi hingga Era Nabi Muhammad
Menurut Rosihan Anwar dalam bukunya Sejarah Kecil La Petite Histoire Indonesia (2004), setelah beritanya dimuat di media sosial, masyarakat Batavia yang kepalang gemar membaca cerita cabul, berita seks, kisah penuh sensasi dan kekerasan, meminta kejelasan terhadap kasus pembunuhan Fientje yang menghebohkan.
Polisi akhirnya mendatangi rumah bordil milik germo Oemar untuk mendapatkan sejumlah keterangan dan informasi terkait kasus pembunuhan yang tengah jadi sensasi.
Rosna, kawan dari Fientje de Feniks, menjadi salah satu informan yang membantu pihak kepolisian untuk mengungkap fakta dan motif di balik isu kematian yang menerpa seorang pelacur di rumah bordilnya tersebut.
Rumah bordil di Jakarta sekitar tahun 1948. (Wikimedia Commons)
Fientje, gadis berumur 19 tahun berdarah Jawa-Belanda itu memiliki pelanggan yang amat setia bernama Gemser Brinkman. Diketahui bahwa Brinkman merupakan seorang Belanda berada sekaligus anggota Sociëteit Concordia yang sohor.
Menurut kesaksian Rosna, ia melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Brinkmanlah yang telah membunuh Fientje dengan mencekik leher Fientje. Ia mengaku mengintip dari celah dinding bambu kejadian mengerikan itu.
Baca Juga: Eve's Scandal, Kala Penonton Dukung Pelakor
Dalam persidangan, Brinkman membantah adanya dugaan pembunuhan yang ditujukan padanya dan menganggap Rosna telah berbohong. Namun, Rosna sekali lagi meyakinkan jaksa.
Tuan, saya seorang perempuan, jadi saya penakut, tapi saya katakan sekali lagi laki-laki itu yang telah melakukan pembunuhan."
- Rosna -
Potret seorang PSK di era kolonial
Alhasil, Brinkman tersudut dan mengakui kejahatannya. Brinkman yang kerap menyewa jasa Fientje, menyimpan rasa dan hendak dijadikannya nyai. Motif pembunuhannya berlatar rasa cemburu karena Fientje de Feniks masih menerima tamu-tamu lain.
Akhirnya, vonis hukuman gantung dijatuhkan pada Brinkman. Ia merasa tertekan, "bagaimana bisa seorang kulit putih yang kaya harus membayar nyawanya karena membunuh pelacur indo—Fientje de Feniks," tulis Rosihan.
Baca Juga: Sudah Nonton Filmnya? Saatnya Mengenal Sang Maestro Lukisan Modern Indonesia, Raden Saleh
Sebelum eksekusi itu, Brinkman menjadi depresi dan kerap menangis histeris. Sebelum tiba waktu eksekusinya, ia ditemukan mati bunuh diri di kediamannya. Kematiannya diduga akibat depresi berat.
Sumber: National Geographic