Culture


Selasa, 13 April 2021 00:01 WIB

Muazin Pertama Dalam Sejarah Islam

Ketika Masjid Nabawi selesai dibangun, Rasulullah Saw mensyariatkan azan. Bilal dipilih untuk melantunkan azan karena suaranya yang merdu dan lantang. Lalu, Bilal mengumandangkan azan sebagai pertanda dilaksanakannya shalat lima waktu. Sejak saat itu, Bilal mendapat julukan sebagai Muadzdzin ar-Rasul dan ia menjadi muazin pertama dalam sejarah Islam.

Bahkan, ia menjadi muazin tetap saat Rasul masih hidup. Tidak ada orang lain yang menggantikan Bilal. Yang lain pun tak keberatan Bilal melakukannya.

Namun, saat Rasul Saw wafat, salat hendak dilaksanakan dan azan dikumandangkan, jasad Rasulullah Saw masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Bilal berusaha berdiri melaksanakan kewajibannya untuk melantunkan azan.

Maka, ketika Bilal sampai pada kalimat, "Asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)," tiba-tiba suaranya terhenti. Bilal menangis. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Bilal merasakan betapa sedihnya ditinggalkan oleh manusia yang paling dicintainya.

Siapa pun umat muslim yang mendengarkannya, juga akan turut terbawa suasana duka. Teringat kembali bagaimana sikap ketika Rasulullah Saw masih hidup di tengah kaum muslimin.

Sedemikian sedihnya Bilal akan kehilangan Rasulullah, tiap sudut kota selalu mengingatkan dirinya kepada Rasulullah. Bilal mengabdikan dirinya untuk Allah dan Rasulullah. Bilal menjadi orang pertama kepercayaan Rasulullah yang melakukan azan di Mekkah.  Meski berkulit hitam dan sempat menjadi budak, Rasulullah memperlakukan Bilal sebagai sahabatnya yang beriman. Bilal tak kuasa membendung kesedihannya, ia sempat meminta izin kepada khalifah agar diperbolehkan pergi dari Madinah. Sebab, kenangan-kenangan akan tetap menghantuinya. 

Bilal menemui Abu Bakar (khalifah pertama setelah kepergian Rasulullah) dan berkata, “Wahai khafilah Rasulullah, aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘amal orang mukmin yang utama adalah berjihad fi sabilillah’”. 

Abu Bakar bertanya, “Jadi apa maksudmu, hai Bilal?”. 

Bilal menjawab, “Aku ingin berjuang di jalan Allah sampai aku meninggal dunia”.

 “Lalu, siapa lagi yang akan menjadi muazin bagi kami?” lantas tanya Abu Bakar.

Dengan air mata berlinang Bilal menjawab, “Aku takkan menjadi muazin lagi bagi orang lain setelah Rasulullah.”


Kisah Bilal Menurut Ibnu ‘Abd al-Barr
Kelanjutannya, dikisahkan oleh Ibnu ‘Abd al-Barr, seorang ulama mazhab Maliki kelahiran Andalusia tahun 978 M, dalam kitabnya yang berjudul Al-Isti’ab bahwa, sepeninggal Rasulullah, Bilal tidak pernah melakukan azan lagi. 

Ibnu ‘Abd al-Barr mengisahkan, “Ketika Nabi wafat, Bilal ingin pergi ke Suriah. Namun, Abu Bakar menyuruhnya untuk tetap berada dalam pengabdian. Bilal berkata, ‘jika engkau telah membebaskanku untuk dirimu sendiri, maka buatlah aku tertawan lagi; Tapi jika engkau telah membebaskan aku untuk Allah, maka biarkan aku pergi di jalan Allah.’ Abu Bakar meninggalkannya sendirian.”

Setelah Bilal pergi dari Madinah, Bilal menghabiskan sisa hidupnya di Suriah. Suatu saat Umar bin Khattab (khalifah kedua) berkunjung ke Suriah. Pada kesempatan tersebut, orang-orang meminta khalifah untuk meminta kepada Bilal agar mengumandangkan walau hanya satu salat saja. Konon, itu adalah azan terakhir Bilal

Kisah Bilal Pada Versi Lain, Mengumandangkan Azan Terakhirnya di Madinah
Pada suatu malam yang istimewa di Suriah. Malam di mana saat Bilal sedang tertidur lelap, dia bermimpi didatangi seorang yang sangat dicintainya, seorang teladan sejati. Malam itu, dia bermimpi didatangi Rasulullah Saw. Dan satu pertanyaan tertuju padanya, “Wahai Bilal, mengapa engkau tak pernah mengunjungiku?”.

Sontak, Bilal terperanjat. Jantungnya berdebar. Dia terbangun, lalu dengan sigap ia bersiap-siap untuk menempuh perjalanan ke Madinah. Sesampainya di sana, dia berziarah di makam Nabi Muhammad Saw. Di Kota Madinah yang penuh kenangan bersama Rasulullah Saw, Bilal menangis tersedu menumpahkan rasa rindu. Rindu kepada Sang Nabi yang telah menunjuknya menjadi muazin. Saat air mata membasahi pipinya, tiba-tiba datanglah dua orang pemuda berjalan mendekat, mereka adalah cucu Rasulullah Saw, Hasan dan Husain.

Dengan mata sembab Bilal menatap keduanya. Dia bergerak mendekat, memeluk kedua cucu kesayangan Nabi Muhammad Saw itu. Salah seorang dari mereka bicara, “Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan azan untuk kami? Kami ingin mengenang kakek kami”.

Bilal bin Rabah RA yang sudah semakin tua, hatinya luluh, tak kuasa untuk tidak memenuhi permohonan orang-orang kesayangan Rasulullah Saw yang lama jauh darinya. Bilal pun memenuhi permintaan mereka. Ketika waktu salat telah tiba, dengan pijakkan kaki yang teguh, Bilal menaiki tangga ke tempat di mana dahulu dia biasa mengumandangkan azan. Ia menarik nafas dalam, memulai suaranya. Lantunan kumandang azan pun menyapa pendengaran banyak orang.

“Allahuakbar Allahuakbar….” Bilal memulai azan, Kota Madinah tiba-tiba saja menjadi senyap. Penduduk Madinah terkejut, suara yang telah hilang selama bertahun-tahun terdengar lagi. Ketika sampai pada kalimat, “Asyhadu an laa ilaha illallah….” orang-orang berlari dari segala penjuru menuju sumber suara itu. “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah,” sedu tangis penduduk Madinah menggema, air mata mereka membanjir. 

Sebagian penduduk bertanya-tanya apakah Rasulullah telah kembali? Suara Bilal membawa kembali kenangan mengenai sosok yang paling lembut bahkan kepada semut sekalipun. Luapan rindu yang dalam kepada Sang Utusan, Muhammad Saw tak terbendung sudah. Penduduk Madinah menangis.

Terkenanglah masa-masa saat Rasulullah Saw masih berada di tengah-tengah mereka. Bilal sendiri yang tengah azan pun tercekat, dia tidak sanggup meneruskannya. Air matanya berderai-derai di pipi. Hari itu, Madinah berluapan rasa rindu nan syahdu. Tak ada pribadi agung yang begitu dicintai seperti Nabi Muhammad SAW. Azan Bilal lah yang mengawali salat berjamaah yang biasa dipimpin oleh Rasulullah Saw. Lantunan azan Bilal bin Rabah-lah yang memantiknya menjadi nyala cahaya. Itulah azan terakhir dalam usia senja sang muazin pertama dunia. Azan yang tak pernah dia bisa tuntaskan karena tak kuasa kehilangan Rasulullah Saw. 

(Capt/LR)

#
Bagikan :

Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur