Petani sedang memanen sawit (foto: sawitindonesia.com)
Pada Rakernas HKTI yang diselenggarakan di JCC Jakarta pada 1/7/2022, sudah disampaikan langsung mengenai melemahnya harga sawit di daerah, namun upaya tersebut tidak berpengaruh langsung.
______
TOBOALI - Jika ada yang mengklaim harga sawit naik sebulan belakangan ini, maka itu bukanlah yang sebenarnya terjadi di daerah, Bangka Belitung khususnya.
Karena kata Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Bangka Selatan Yopi Jamhar, sampai saat ini ia pribadi masih sangat prihatin atas melemahnya harga tandan buah segar (TBS) sawit yang tidak memihak kepada kesejahteraan para petani sawit.
Selain masih murahnya harga perkilo buah sawit, Yopi menjelaskan mahalnya harga pupuk tidak sebanding dengan biaya pemeliharaan dan biaya angkut.
"Sangat memprihatikan lantaran harga buah sawit tidak sesuai dengan harga pupuk yang didapatkan petani dari kios pertanian. Yang dipatok dengan harga Rp 800 ribu per karung (50 Kg)," ujar Yopi kepada babelinsight.id, Senin (8/8/22).
Dengan harga perkilo sawit dihargai oleh pabrik hanya Rp 1.400, tidak sesuai dengan biaya operasional dan upah para pemanen tidak tertutupi oleh petani.
Meski demikian, harga yang ditetapkan oleh pabrik penampung buah sawit diketahui oleh dia, memang beranjak naik dari harga sebelumnya pada angka Rp 400 perkilogram. Akan tetapi pemotongan persen hasil yang dilakukan oleh pabrik terkadang tidak sesuai.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Bangka Selatan,Yopi Jamhar/foto: babelinsight.id
Di pabrik harga mereka tidak konsisten (berubah-ubah) pemotongan juga luar biasa kepada petani yang menjual ke pabrik mereka,"
- Yopi -
Pada Rakernas HKTI yang diselenggarakan di JCC Jakarta pada 1/7/2022, sudah disampaikan langsung mengenai melemahnya harga sawit didaerah, namun upaya tersebut tidak berpengaruh langsung.
"Pada Rapat HKTI di Jakarta kemaren sudah kita sampaikan namun tidak berpengaruh, malah harga pupuk luar biasa mahal," ungkapnya.
Petani sawit keluhkan harga pupuk tinggi
Meski harga naik dari sebelumnya, seorang petani sawit mengeluhkan ketersediaan pupuk untuk menyuplai perkembangan tumbuh sawit.
"Pupuk non-subsidi kita harus beli per karung 50 kilogram dengan harga Rp 700 sampai Rp 800 ribu, berbanding hasil panen yang kita dapat dengan harga buah sawit dihargai Rp 1.300 perkilo. Jadi se-ton buah sawit hanya mendapatkan sekarung pupuk," ungkap Yadi yang menekuni jadi petani sawit 5 tahun terakhir.
"Untuk pupuk subsidi kita wajib berkelompok untuk mendapatkannya memang murah sekarung harganya Rp 150 ribu, tapi hanya dapat dua karung jatahnya," jelas Yadi.
Yadi berharap kepada pihak terkait agar melakukan pembenahan, agar tidak merugikan petani sawit lokal.
"Kami harus ke mana lagi mengadu, panen sekarang tidak sesuai dengan hasil materi yang didapat. Setidaknya pihak terkait bergerak bantulah kami petani lokal," pungkasnya.