News


Minggu, 07 Agustus 2022 10:06 WIB

Info Pilihan

Bharada E, Anak Muda yang Tersesat di Persimpangan Kebenaran

Bharada E (Foto: dok. Istimewa)

Tersangka kasus penembakan Brigadir J, Bharada E akan mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) ke institusi LPSK terkait kasus penembakan di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo. Beranikah ia membuka tabir kasus ini hingga terlihat terang? Babelinsight.id merangkum untuk anda.
_______

Penulis: Tim Babelinsight.id
Editor: Tim Editor Babelinsight.id

 

PENGACARA Bharada E, Deolipa Yumara menjelaskan pengajuan diri sebagai justice collaborator (JC) itu dilakukan untuk membongkar kasus penembakan Brigadir J sebagaimana faktanya. Karena terbaru, Bharada E memutar pengakuannya, bahwa ia bukanlah penembak mati Brigadir J.

"Tentunya kita dalam kacamata konteks hukum ini penting untuk dilindungi sebagai saksi kunci meski tersangka sehingga kami bersepakat ya sudah kita ajukan diri yang bersangkutan sebagai justice collaborate dan kita meminta perlindungan hukum ke LPSK," ujar Deolipa kepada awak media di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Minggu (7/8/2022).

Dalam kesempatan itu, Deolipa juga sekaligus menekankan soal penunjukan dirinya beserta tim, sebagai kuasa hukum baru yang akan mendampingi Bharada E dalam kasus ini.

"Kami malam hari ini ditunjuk sebagai kuasa hukum yang baru dari saudara Richard Eliezer atau Bharada E, status yang bersangkutan adalah tersangka oleh karena sebelumnya pengacara dahulu mengundurkan diri," jelas Deolipa.

Deolipa memaparkan dirinya sebagai kuasa hukum baru juga sudah bertemu kliennya Bharada E. Saat ini menurutnya, kondisi Bharada E dalam keadaan sehat. 

"Kami sempat bertemu dengan yang bersangkutan yaitu Bharada E dan yang bersangkutan dalam keadaan baik sehat, tidak kurang suatu apa pun juga. Dia (Bharada E) bersedia menandatangani surat kuasa untuk pendampingan di wilayah penyidikan," tutupnya.

Apa itu justice collaborator (JC)

Sumber : Kolase tim tvonenews

Justice collaborator (JC) adalah sebutan bagi pelaku kejahatan yang bekerjasama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum.

Melansir lk2fhui.law.ui.ac.id, selanjutnya JC tersebut akan memperoleh penghargaan yang dapat berupa penjatuhan pidana percobaan bersyarat khusus, pemberian remisi dan asimilasi, pembebasan bersyarat, penjatuhan pidana paling ringan di antara terdakwa lain yang terbukti bersalah, perlakukan khusus, dan sebagainya.

Selain itu, keberadaan justice collaborator juga didukung dengan Peraturan Bersama yang ditandatangani oleh Menkumham, Jaksa Agung, Kapolri, KPK dan Ketua LPSK tentang perlindungan bagi pelapor, whistle blower, dan justice collaborator.

Istilah justice collaborator sendiri dapat ditemukan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (justice collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

Hampir sama dengan ketetapan dalam pasal 37 UNCAC 2003, yaitu pasal 26 United Nations Convention Against Transnasional Organized Crime 2000 yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2009.

Kriteria untuk menjadi JC tercantum dalam SEMA No. 4 tahun 2011 pada Angka (9a) dan (b) dan keterangan dari Kementerian Hukum dan HAM, yaitu digunakan dalam mengungkap tindak pidana yang luar biasa/terorganisir.

JC bukanlah pelaku utama, keterangan yang diberikan pelaku harus signifikan, relevan, dan andal.

Pelaku mengakui tindakan yang dilakukannya disertai kesediaan mengembalikan aset yang diperoleh dengan pernyataan tertulis, mau bekerja sama dan kooperatif dengan penegak hukum.

Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut, seseorang dapat dikategorikan sebagai justice collaborator jika:

• Merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut, dan memberikan keterangan sebagai saksi dalam proses peradilan;

• Keterangan dan bukti-bukti yang diberikannya dinyatakan oleh Jaksa Penuntut Umum sangat penting dan dapat membantu pengungkapan kasus, mengungkap pelaku-pelaku lain yang memiliki peran lebih besar, dan mengembalikan aset atau hasil dari tindak pidana tersebut.

Keuntungan menjadi justice collaborator

Ajudan Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bharada E berjalan memasuki ruangan saat tiba di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (26/7/2022).(Dery Ridwansah/ JawaPos.com)

Dalam menjalankan perannya, saksi pelaku akan mendapat perlindungan yang diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Pasal 10 Ayat 1 UU tersebut berbunyi, “Saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.”

Sementara Ayat 2 berbunyi, “Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Atas perannya sebagai justice collaborator, saksi pelaku akan diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan.

Menurut Pasal 10A UU Nomor 31 Tahun 2014, penanganan khusus yang akan diberikan berupa:

• pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa atau narapidana yang diungkap tindak pidananya;

• pemisahan pemberkasan dalam proses penyidikan/penuntutan antara saksi pelaku dengan tersangka/terdakwa yang diungkapkannya;

• memberikan kesaksian di persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.

Selain itu, saksi pelaku juga akan diberikan penghargaan.

Penghargaan atas kesaksiannya berupa keringanan penjatuhan pidana atau pembebasan bersyarat, pemberian remisi tambahan dan hak narapidana lain sesuai peraturan yang berlaku.

Dalam pemberian penghargaan ini, hakim dwajibkan untuk tetap mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.

Jadi apakah Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang menempuh pendidikan di Pusat Pendidikan Brimob, Wakutosek, Jawa Timur pada tahun 2019 itu mau dan berani membuka tabir kebenaran kasus ini dengan segala konsekwensi dan akibat-akibat yang akan ia terima? Kita tunggu.

[Diolah dari berbagai sumber]


Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur