Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Babel, Toto Haryanto Silitonga/foto: Babelinsight
Rokok masih menjadi komoditi makanan terbesar kedua setelah beras yang memberikan sumbangan pada garis kemiskinan (GK) di Provinsi Bangka Belitung (Babel). Tercatat, rokok memberikan andil sebesar 14,12 persen di wilayah perkotaan dan 14,25 persen di pedesaan.
PANGKALPINANG -- Garis kemiskinan merupakan suatu nilai pengeluaran kebutuhan makanan minuman dan non makanan yang harus dipenuhi masyarakat agar tidak dikategorikan maskin.
Garis kemiskinan di Babel, dari data Basan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2022 sebesar Rp801.437 per kapita per bulan, dibandingkan September 2021 garis kemiskinan naik 4,02 persen, sedangkan dibandingkan Maret 2021 naik 6,55 persen.
Rokok masih menjadi komoditi makanan terbesar kedua setelah beras yang memberikan sumbangan pada garis kemiskinan (GK) di Provinsi Bangka Belitung (Babel). Tercatat, rokok memberikan andil sebesar 14,12 persen di wilayah perkotaan dan 14,25 persen di pedesaan.
Sedangkan beras 14,96 persen di perkotaan dan 16,59 di pedesaan. Disusul komoditi ketiga adalah daging ayam ras 6,69 persen di perkotaan dan 5,45 persen di pedesaan.
Dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp 579.537,-/kapita/bulan dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp 221.901,-/kapita/bulan. Pada Maret 2022, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,55 orang anggota rumah tangga.
Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp3.646.538,-/rumah tangga miskin/bulan.
Dari sisi bukan makanan, komoditi yang memberikan sumbangan terbesar adalah perumahan, listrik, pendidikan, perlengkapan mandi, sabun cuci, pakaian dan lainnya.
Angka kemiskinan di Babel terendah se-Indonesia
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Babel, Toto Haryanto Silitonga menyebutkan, secara umum pada periode Maret 2008-Maret 2022, tingkat kemiskinan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berfluktuasi dari tahun ke tahun, tetapi menunjukkan tren yang menurun.
"Pada periode 2008 hingga Maret 2022 jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 19.92 ribu orang, yaitu dari 86,70 ribu orang pada tahun 2008 menjadi 66,78 ribu orang pada Maret 2022," katanya, Jumat (5/8/22).
Tingkat kemiskinan menurun secara signifikan dari 8.58 persen pada tahun 2008 menjadi 4,45 persen pada Maret 2022. Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode Maret 2020 sampai Maret 2021 disebabkan oleh adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia.
"Persentase penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 4,45 persen, menurun 0,22 persen poin terhadap September 2021 dan menurun 0,45 persen poin terhadap Maret 2021," sebutnya.
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 66,78 ribu orang, menurun 2,9 ribu orang terhadap September 2021 dan menurun 5,93 ribu orang terhadap Maret 2021.
Infografis komposisi garis kemiskinan Babel/foto: BPS Babel
Persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2021 sebesar 3,22 persen, turun menjadi 3,09 persen pada Maret 2022. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada September 2021 sebesar 6,57 persen, turun menjadi 6,26 persen pada Maret 2022.
Dibanding September 2021, jumlah penduduk miskin Maret 2022 perkotaan turun sebanyak 0,8 ribu orang (dari 27,28 ribu orang pada September 2021 menjadi 26,48 ribu orang pada Maret 2022).
Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan turun sebanyak 2,1 ribu orang (dari 42,43 ribu orang pada September 2021 menjadi 40,30 ribu orang pada Maret 2022).
Angka kemiskinan di Babel ini terendah se- Indonesia, dengan garis kemiskinan tertinggi di Indonesia.
"Secara tingkat kemiskinan kita paling rendah, intinya kemiskinan penduduk di Babel sudah menurun," imbuhnya.
Kemiskinan ini menurun, bisa disebabkan karena pengeluaran yang memadai, meningkatnya perekonomian juga menjadi salah satu penyebab.
"Kita melihat dari sisi pengeluaran sudah memadai, karena perekonomian dengan harga rumah cukup tinggi kemampuan mereka juga memberikan support memenuhi garis kemiskinan dan makanan yang 2.200 kalori, perekonomian baik daya beli masyarakat tinggi memicu kemiskinan kita rendah," jelasnya.
Infografis perkembangan penduduk miskin Babel/ foto: BPS Babel
Faktor yang berpengaruh
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan selama periode September 2021- Maret 2022, mulai dari pandemi Covid19 yang berkelanjutan berdampak pada perubahan perilaku serta
aktivitas ekonomi.
Kemudian, kondisi perekonomian Babel pada triwulan 1-2022 membaik dibandingkan triwulan I-2021. Pertumbuhan ekonomi triwulan 1-2022 terhadap triwulan 1-2021 tumbuh sebesar 3.26 persen (y-on-y).
"Hal ini menggambarkan kondisi masyarakat semakin membaik dari sisi ekonomi," ulasnya.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga meningkat. Pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan 1-2022 tercatat sebesar 3,16 persen (y-on-y). Capaian ini lebih baik jika dibandingkan kondisi triwulan III-2021 yang tumbuh sebesar 1,99 persen (y-on-y). Kondisi ini mengindikasikan terjadi peningkatan dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi rumah tangga.
Selama periode September 2021-Maret 2022, angka inflasi umum tercatat sebesar 3.31 persen.
Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2022 sebesar 4,18 persen, turun 0.87 poin persen dibanding TPT Februari 2021 sebesar 5,04 persen. Terdapat 32.164 orang (2,86 persen penduduk usia kerja) yang terdampak COVID-19. Terdiri dari pengangguran karena COVID-19 (2.27 ribu orang). Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena COVID-19 (526 orang), sementara tidak bekerja karena COVID-19 (476 orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena COVID-19 (28,89 ribu orang).
Pada Februari 2022, persentase pekerja setengah penganggur sebesar 2.81 persen. Terjadi penurunan sebesar 4,57 persen poin dibandingkan Februari 2021 yang sebesar 7.37 persen dan menurun jika dibandingkan Februari 2020 yang sebesar 4,40 persen.
Ia berharap, pemerintah daerah bisa berupaya dengan program kebijakan di pemerintah bisa menekan angka kemiskinan di Babel.
"Dari sisi program kebijakan pemerintah mempengaruhi kinerja tingkat kemiskinan, misalnya bagaimana lapangan pekerjaan terpenuhi dan disiapkan, daya beli masyarakat termasuk bagaimana upaya pemerintah untuk mempertahankan agar harga bahan pokok tidak berfluktuasi, pasokan ketersediaan, dan inflasi terjaga," sarannya.