MERABA ke suatu bagian tubuh perempuan oleh lawan jenis bisa dianggap sebagai pelecehan seksual. (Ilustrasi: Tribunjatim)
Tak heran, jika pelaku tergiur untuk melakukan tindakan asusila setelah melihat penampilan si wanita yang menggoda.
-----------------------------------------
PANGKALPINANG - Kian maraknya kasus pelecehan seksual dialami kaum perempuan, bahkan di ruang publik sekalipun urungnya akan membuat rasa aman menjadi barang langka.
Pelecehan seksual ini terjadi, terkadang tak hanya dilatarbelakangi oleh sifat pelaku yang memang sudah busuk, melainkan adanya undangan dari perempuan yang memengaruhi birahi pelaku.
Ya, memang tak dipungkiri, wanita kini demi tampilan yang modis mengikuti trend kerap berpenampilan melebihi batas aurat yang harus ditutupi.
Tak heran, jika pelaku tergiur untuk melakukan tindakan asusila setelah melihat penampilan si wanita yang menggoda.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan Pencatatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3ACSKB) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Asyraf Suryadhin mengatakan, perlakuan pelecehan seksual bukan saja terjadi karena adanya perilaku menyimpang.
"Bukan itu saja, terkadang mohon maaf dari penampilan, pakaian perempuan itu bisa memicu terjadinya pelecehan. Sehingga perempuan juga harus mawas diri dan menjaga dirinya sendiri," kata Asyraf, Senin (1/8/22).
Kepala Dinas DP3ACSKB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Asyraf Suryadhin/foto: babelinsight.id
Ia menyebutkan, pemerintah telah berupaya mensosialisasikan dan memberikan informasi untuk antisipasi dini pelecehan seksual, maupun informasi ketika terjadi kasus pelecehan.
"Maka dari itu kami sudah menyiapkan termasuk rumah aman kita siapkan, tapi kalau bisa jangan ditempati walaupun rumahnya aman kalau ditempati artinya ada kasus, tetapi itu untuk yang dari luar Provinsi Babel sebelum dipulangkan kita tempatkan di situ," sebutnya.
DP3ACSKB tambahnya juga menyiapkan bantuan dan pendampingan bagi korban pelecehan seksual, baik untuk pendampingan psikologis maupun bantuan untuk visum dan lainnya.
"Kita sudah melakukan kerjasama dengan pihak sarjana psikologi, persiapan advokat, ada dua yang kita siapkan termasuk visum, membantu dan mendampingi selama ada permintaan dari pihak penegak hukum," ulasnya.
Ia berharap, di Babel kasus seperti ini dapat diminimalisir. Pihaknya juga berkoordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan upaya pencegahan dan rehabilitasi.
Asyraf juga meminta, korban untuk tak sungkan melapor ketika mengalami pelecehan. Agar pelaku bisa ditindak tegas serta ada efek jera.
ilustrasi: Tindak pelecehan seksual bisa terjadi di mana pun dan jika Anda mengalami pelecehan seksual, ada beberapa langkah yang harus diambil. (ThinkStock/Somkku)
Tiga komponen yang mempengaruhi jiwa
Kami kutip dari news.unair.ac, dijelaskan oleh Dr. M.G. Bagus Ani Putra, Psikolog Sosial Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR), yang juga ahli Sexual Psychology and Interpersonal Relationships UNAIR, dia mengutip pendapat Sigmund Freud, seorang tokoh psikologi, bahwa setiap manusia itu mempunyai tiga komponen dalam jiwanya yang mempengaruhi perilakunya.
Komponen pertama adalah Id, yaitu dorongan, libido, dan keinginan-keinginan yang lain. Komponen kedua adalah Ego yaitu realita yang rasional berdasarkan status individu. Dan ketiga adalah super ego yaitu norma-norma yang ada.
”Pelaku pelecehan cenderung mempunyai Id yang tinggi sehingga mengalahkan Ego dan Super Egonya. Libido yang dibiarkan bebas akan mengalahkan realitanya sebagai professi perawat dan norma-norma atau etika professinya,” kata Dr. Bagus.
Penyebab (anteseden) pelecehan lainnya bisa juga karena perilaku pelecehan seksual ini karena situasional. Misalnya kondisi korban yang lemah menguatkan perilaku pelecehan, dan umumnya pasien ”menyerahkan” keselamatan jiwa raganya kepada petugas medis.
”Inilah yang terkadang dimanfaatkan sebagai situasi yang melemahkan bagi pasien sebagai korban,” tambah Psikolog Sosial UNAIR ini.
Penyebab yang ketiga, perilaku pelecehan seksual bisa diperkuat jika korban dan lingkungan sosial tidak bertindak untuk mencegahnya, misalnya melaporkan kejadian tersebut dan memberi social punishment kepada pelaku.