Babel Economic Forum yang digelar Bank Indonesia, di Novotel, Selasa (26/7/22)/foto: babelinsight.id
"Hilirisasi harus mampu memberi benefit, meningkatkan harga jual nilai tambah, serta mendorong pertumbuhan ekonomi,"
Devi Valierani
Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung (UBB)
PANGKALPINANG - Sebesar 90 persen produksi logam timah masih diekspor ke luar negeri. Hal ini sebetulnya peluang bagi pemerintah untuk mengembangkan industri hilirisasi, memanfaatkan logam timah menjadi produk yang siap pakai ataupun setengah jadi.
Tetapi pada kenyatannya, hilirisasi yang sejak dulu digaungkan akan dibangun di Bangka Belitung (Babel) daerah penghasil timah terbesar di Indonesia dan pemasok nomor dua di dunia, masih belum memiliki pabrik hilirisasi logam timah.
Direktur Utama PT Timah Industri, Ria W. Pawan/foto: babelinsight.id
Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung (UBB), Devi Valierani berharap, hilirisasi yang dikembangkan pemerintah memberikan kontribusi untuk daerah penghasil.
Ia menegaskan, harus ada benefit yang dihasilkan oleh daerah, baik untuk pendapatan pemerintah maupun membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Saat ini, kata dia, hilirisasi yang dibangun PT. Timah justru berada di kawasan industri Cilegon yang dikelola oleh PT. Timah Industri.
"Hilirisasi harus mampu memberi benefit, meningkatkan harga jual nilai tambah, serta mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Devi, usai Babel Economic Forum yang digelar Bank Indonesia, di Novotel, Selasa (26/7/22).
Dari hilirisasi yang ada saat ini, belum berdampak langsung terhadap masyarakat Babel dan pertumbuhan ekonomi di Babel, karena dampak Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) masuk ke daerah di mana industri tersebut berada.
"Karena pabrik hilirisasi di Cilegon itu, PDRB-nya di daerah di mana pabrik berproduksi, artinya ketika dilakukan tidak memberi benefit di Babel, itu juga dipertegas kepala BPS bahwa yang menjadi perhitungan PDRB lebih ke sektor pertambangan timah, industri pengolahan logam di mana pabrik itu berada," jelasnya.
Ia berharap, jika industri hilirisasi dibangun maka paling tidak memberikan manfaat bagi Babel.
"Kita berharap memiliki dampak, mungkin nanti ada pabrik lain di Babel, dan ini merupakan tantangan bagi Babel bagaimana menarik menggaet investor untuk berinvestasi di Babel," harapnya.
Penjabat (Pj) Gubernur Babel, Ridwan Djamaluddin menginginkan hilirisasi yang lebih hilir lagi, menghasilkan produk untuk lebih dekat ke industri hilir.
"Indonesia menghasilkan timah, yang saya maknai menginginkan hilirisasi yang lebih hilir lagi, menghasilkan yang lebih dekat dengan produk hilir," kata Ridwan melalui aplikasi zoom dalam 'Babel Economic Forum, Hilirisasi Timah untuk Mendorong Ekonomi di Babel'.
Ia menyebutkan perlu beberapa hal untuk mempercepat hilirisasi dilakukan, pertama terkait tataran teknis teknologi dan sebagainya.
Tak hanya itu, untuk membangun hilirisasi juga memerlukan dana yang tak sedikit. Ia berharap Bank Indonesia juga mendorong perbankan agar bisa berpartisipasi dalam hilirisasi
"Tantangan kebijakan baik secara nasional maupun lokal, ketersediaan lahan, kemudian untuk mendapatkan tenaga kerja serta perizinan," urainya.
Ridwan menambahkan, hilirisasi ini jalan membuka lapangan pekerjaan. Pemerintah, kata dia, akan mempermudah regulasi ketika investor akan berinvestasi dalam program hilirisasi.
"Kami akan mudahkan, saya akan berusaha sekeras termasuk cari celah regulasi yang selama ini masih sempat dan yang kemudian menyiapkan lahan, beberapa kawasan industri sudah disiapkan, kami akan permudab dan juga menyiapkan sumber daya manusia," tuturnya.
Sementara, Analis Operasi dan Produksi Pemasaran Mineral Kementerian ESDM, Tri Hartanto membeberkan, sumber daya timah di Babel sebanyak 2,88 juta ton logam timah.
"Artinya masih ada banyak potensi bahan baku yang dapat dikembangkan untuk memproduksi timah, dan 90 persen logam timah diekspor, masih ada peluang untuk mengembangkan industri lanjutan dalam negeri," sebutnya.
Ia merinci, tahun ini rencana produksi timah 70.000 ton logam timah; baru tealisasi produksi per Juni 2022 13.509 Ton dan penjualan per Mei 11.021 Ton.
Menurutnya, peluang hilirisasi ini masih sangat besar. Mengingat masih sedikit industri hilirisasi di tanah air.
Direktur Utama PT Timah Industri, Ria W. Pawan mengatakan, Timah Industri telah melakukan hilirisasi logam timah dengan membuat produk tin chemical dan tin solder untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor ke Amerika, India, China, Taiwan dan beberapa negara Eropa.
Saat ini, Timah Industri memiliki 3 pabrik kimia dan 1 pabrik tin solder yaitu Stannic Chloride (SnCl4) berkapasitas 3.000 ton dengan merek BANKASTANNIC, Dimethyltin Dichloride (DMT) berkapasitas 8.000 ton dengan merek BANKASTAB DMT Series, kemudian, Methyltin Stabilizer (MTS) berkapasitas 10.000 ton dan tin solder berkapasitas 2.000 ton.
Ria menerangkan, produk tin solder digunakan pada industri elektronik dan otomotif, sedangkan tin chemical digunakan pada industri Polyvinyl chloride (PVC) sebagai bahan aditif tin stabilizer untuk pembuatan pipa konstruksi, profile, plastik PVC transparan dan lainnya.
"Kami menginginkan adanya kompetensi ada di Indonesia, bukan sekedar jual timah murni tapi hilirisasi. Tujuannya ekspor karena konsumsi dalam negeri memang masih kecil," tutupnya.
Uka