Tambang timah di Pulau Bangka/foto: net
Dengan cadangan timah Indonesia yang tidak besar lagi maka banyak sengkarut yang harus disoroti dan sekaligus menyelesaikan persoalan industri timah nasional, karena cadangan timah diperkirakan hanya sampai 11-12 tahun ke depan, atau di tahun 2034.
PANGKALPINANG - Hal di atas diungkap Direktur Excutive Energy Watch, Mamit Setiawan dalam seminar timah nasional bertajuk ‘Timah Indonesia dan Penguasaan Negara’, Jumat (22/7).
Mamit melihat perlu adanya tata kelola industri timah yang lebih baik dan tidak hanya berorientasi pada penerimaan negara, tetapi juga terhadap masyarakat sekitar.
"Pelarangan ekspor timah harus dipikirkan kembali dampaknya bagi industri timah sendiri, industri dalam negeri, masyarakat, pemerintah daerah dan pastinya terhadap penerimaan negara," katanya dalam seminar itu.
Mamit juga menilai, tata niaga pertimahan masih lemah, maka ia mendukung pemerintah melakukan tata kelola pertambangan ke arah yang lebih baik. Kemudahan proses perizinan harus dilakukan agar masyarakat tidak terjebak di pertambangan liar.
"Tata niaga timah yang masih lemah dan belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah baik pusat maupun daerah," kata dia.
"Rawan terhadap terjadinya konflik sosial masyarakat terkait perbedaan ekonomi yang cukup luas. Terhadap lapangan pekerjaan dan isu-isu lainnya," sebutnya.
Dia pun menyoroti konsumsi timah domestik yang masih rendah, dan hilirisasi timah yang lambat.
"Kalau konsumsi sedikit, dan industri hilirisasi lambat, akan sulit untuk industri ini di masa depan," katanya.
Selain itu, ia menilai penerimaan negara dan daerah dari hasi timah yang masih kurang signifikan dan belum berimbang, diperlukan konsistensi penegakan hukum.
Sementara, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Bambang Patijaya mendorong pemerintah melakukan tata kelola pertambangan. Ia menilai, pertambangan ini harus dikelola dengan melihat tiga parameter.
"Pertama bagaimana masyarakat bisa mendapatkan penghidupan dari sektor pertambangan, kedua aturan ditegakkan dan negara dapat pendapatan, serta ketiga
lingkungan terjaga," ujarnya.
Mamit Setiawan, Direktur Excutive Energy Watch/foto: twitter
“Bagaimana kita melegalkan yang ilegal tersebut, kita berharap segera memformalkan apa yang disampaikan Dirjen Minerba, karena setahu saya perlu terobosan yang cepat untuk merealisasikannya,” terangnya.
BPJ menambahkan, Komisi VII akan memantau langkah-langkah pemerintah Pusat dalam menata pertambangan timah di Indonesia, baik pembentukkan satgas maupun regulasi, jangan sampai menimbulkan dampak sosial.
Terpisah, Plt Gubernur Babel, Ridwan Djamaluddin mengatakan saat ini pemerintah daerah sedang menata pertambangan ilegal, pihaknya juga membentuk satgas dan membantu memfasilitasi masyarakat dalam mengurusi perizinan.
“Dalam kapasitas saya sebagai Pj Gubernur Bangka Belitung, yang saya lakukan adalah menata pertambangan ilegal agar dapat jadi ilegal, Bagi masyarakat yang ingin terlibat, saya menyediakan tempat pengurusan perizinan. Saya menyediakannya di eks rumah dinas Wakil Gubernur sebagai tempat mengajukan bantuan perizinan. Sehingga tidak ada alasan pihak yang melakukan kegiatan ilegal tidak mampu mengurusnya. Pemerintah sudah membuka jalan,” pungkasnya.
Uka