Masyarakatnya Ramah, Tapi Netizennya Mudah Marah
Siapa yang tidak kenal dengan keramahan orang Indonesia? Hingga kerap ditipu karena keramahannya. Pinjam meminjam menjadi fenomena yang sangat biasa. Membantu orang yang tampak kesulitan, padahal sebenarnya yang membantu malah lebih sulit. Saling tukar media sosial untuk dapat terus berkomunikasi. Hal-hal yang masyarakat Indonesia anggap biasa ternyata dipandang tidak biasa oleh wisatawan asing. Kesan yang paling sering terdengar dari wisatawan asing adalah ramahnya penduduk Indonesia.
Keramahan Masyarakat Indonesia Diakui Masyarakat Jepang
Di salah satu akun youtube pernah menampilkan bagaimana orang-orang Jepang terkesima dengan keramahan orang Indonesia. Terlihat dalam cuplikan berdurasi 5.44 detik tersebut, seorang berkebangsaan Jepang ini melakukan sosial eksperimen di Bali. Pertama, ia meletuskan balon dengan menggunakan jarum tepat di sebelah telinga seorang ‘Bule’ yang tampak berasal dari bagian barat, tinggi kulit putih, dan hidung yang mancung. Lantas Bule tersebut langsung terkejut. Menatap lekat orang Jepang yang mengerjainya dan kemudian menjauhinya. Ia terlihat marah dan tidak suka diperlakukan sedemikian rupa.
Kemudian orang jepang tersebut kembali berjalan, mencari orang lain yang bisa dikerjainya. Pada percobaan kedua, ia melakukan aksi yang sama terhadap masyarakat lokal Indonesia. Namun, reaksi yang berbeda didapatkannya. Usai tampak terkejut, orang Indonesia ini malah tertawa. Kegiatan ini sempat di siarkan di stasiun TV Jepang. Tidak hanya di Bali, citra budaya ramah ini terjadi secara menyeluruh di Indonesia.
Kelakuan Dalam Dunia Maya
Tapi mengapa di tengah-tengah keramahan ini, justru tata krama masyarakat Indonesia di dunia maya berubah 360 derajat? Tampak tak asing di kolom komentar akun-akun artis ibu kota, terdapat puluhan pujian berserta hujatannya. Hingga penyanyi dari jebolan acara ‘Indonesia Idol’ Brisia Jodie sempat menyatakan ketidaksanggupannya menghadapi hujatan ini di dunia maya. Ia mengaku membaca seluruh komentar dari para haters, segala jenis cacian hingga body shaming kerap ia dapatkan.
Tak hanya itu, kabar terbaru di dapatkan dari dunia olahraga. Indonesia gagal berlaga di kejuaraan All England. Masyarakat Indonesia beramai-ramai me-report akun All England hingga akun tersebut terblokir. Selain itu, netizen Indonesia menaikkan #BWFunfair hingga trending twitter. Tidak hanya ke Badminton World Federation, tapi ujaran kebencian juga dilontarkan ke pemain bulu tangkis dari negara lain.
Dalam penelitian Microsoft menyebutkan, Indonesia merupakan negara dengan netizen paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Dilakukan survei terhadap 16.000 orang dari 32 negara. Semakin tinggi poin yang diraih maka semakin negatif netizennya. Indonesia mengalami kenaikan poin dari tahun 2019 dengan poin 67, naik 9 poin di tahun 2020 menjadi 76 poin.
Perkembangan teknologi komunikasi mengambil banyak peran. Tiap kanal media sosial berlombo-lomba memberikan fasilitas dan kemudahan dalam berkomunikasi. Dunia maya ini mampu menyediakan tempat menjadi anonymous, atau orang yang tidak dikenal. Ketika menjadi orang yang tidak beridentitas, ia tidak ketakutan untuk menyampaikan apapun yang menjadi keresahannya, termasuk melakukan bullying kepada orang lain. Bayangkan hal ini dilakukan secara massal.
Umpama
Mari ambil contoh, tidak perlu jauh-jauh, cukup diri sendiri. Bayangkan perilaku seperti apa yang akan kita lakukan ketika berada di hall megah, lalu kita berdiri di atas panggung yang biasa menampilkan orkestra. Kita akan memikirkan secara detail bagaimana penampilan kita, gaya bahasa yang dituturkan, gerakan tangan yang dilakukan, hingga langkah kaki yang diambil. Namun, beda ceritanya ketika kita menjadi bagian dari penonton. Beramai-ramai kita menonton pertunjukan sulap yang gagal. Tanpa pikir panjang, kita akan sangat mudah mengambil keputusan untuk menyorakinya.
Ketika bertemu secara langsung, kita akan lebih memperhatikan etika kepada lawan bicara, tata krama mengenai cara berbicara, dan menghargai sesama manusia akan lebih terasa. Namun, beda cerita ketika di dunia maya. Banyak poin-poin etika dan tata krama yang terlewatkan, seperti tidak lagi harus memperhatikan situasi dan kondisi lawan bicara.
Selain itu, sosial media digunakan secara beramai-ramai. Keberanian akan muncul ketika tidak sendirian. Karena aspek ini tawuran antar pelajar tak terhindarkan, begitu pula dunia maya. jika ditarik kesimpulan, tidak ada batasan, segala usia diperbolehkan untuk menghujat secara anonymous, beramai-ramai, juga tidak perlu memandang situasi dan kondisi lawan bicara.
Fenomena ini perlu menjadi perhatian, dalam perkembangannya muncul polisi virtual yang tidak segan-segan menegur ketika terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Karena itu, mulai bijaklah menggunakan sosial media. Pilah dan pilih komentar yang pantas di sampaikan. Sayang rasanya ketika masyarakat Indonesia yang terkenal dengan keramahan, harus tercoreng karena netizen yang kurang berpikir panjang.
Penulis : Natasya
Subscribe Kategori Ini