Juliete. Aku ingin katakan bukan ragu yang memaksaku bisu, bukanlah pula karena aku tak mampu seperti maumu. Tapi goresan itu sudah alang kepalang. Aku takkan ma(mp)u seperti Romeo-Romeomu yang lalu.
Juliete...
Bukan. Ini bukan soal berapa besar aku cinta dan kamu cinta. Ini juga bukan tentang aku memilikimu setengah, di antara setengahnya milik Romeomu, dan kamu memilikiku setengahnya pula. Yang setengah lagi kita sisakan di ruang yang lain.
Ini tentang kuat dan tidaknya aku. Karena setiap waktu aku bersemuka melihatmu, yang terbayang cuma cerita 'malam itu'. Setiap wajahmu hadir, yang kuingat cuma sakit itu. Sakit saat Romeomu mencurimu dariku saat aku tertidur di sampingmu. Karena aku tak sehebat Romeo-Romeomu yang pandai menakar karena punya baju yang rapi. Baju yang kau puja-puji.
Juliete...
Aku memang tak segagah Romeo-Romeomu yang pernah, dan masih kau belai manja. Tapi, aku pun tak mau seperti meminta Juliete memutuskan Romeonya karena ingin mencoba.
Karena aku telah mencoba mengalah demi Romeomu. Memberi ruang sampai kalian tenang. Tapi selalu aku laksana menahan bara api yang kalian sulut. Sakit.
Juliete...
Sakit hati tak terbilang kala ku tahu nyatanya ada sepuluh Romeo lain yang mengecup bibirmu kemarin, kala aku dipaksa melihat mereka memeluk tubuh indahmu. Engkau paksa aku menerima. Padahal aku tak sekuat itu.
Mungkin Romeomu mampu menerima karena mereka memang tak cinta. Mereka cuma ingin menghisap sari-sarimu. Cuma ingin melumat apa-apa milikmu. Lalu kau paksa aku menerima itu? Yang mencintaimu dengan segala kamu?
Juliete...
Lalu kau bilang aku cengeng. Cengeng karena tak bisa seperti Romeomu yang lain, yang mudah lupa setelah turun dari peraduanmu. Aku cengeng katamu? Kau salahkan aku karena aku diam.
Lalu kenapa aku harus seperti Romeomu? Mereka orang yang dibungkus pakaian mahal, dengan baju gagah dan mahkota di kepala. Sedangkan aku? Cuma goresan tak berujung dari tinta dengan titik tiga.
Juliete...
Panas memang hati ini tiada terguris. Lemah ini seakan tiada bertopang. Hausnya aku akan kamu membuatku kadang buta diri. Niatku melawan Romeomu, tapi aku kalah karena bagiku Romeomu-lah pemenangnya.
Bahkan, sebelum aku ingin bertarung, kau dan Romeomu telah bermufakat membuat khianat di malam sebelum aku ingin menghunus dendam dalam-dalam. Dendam kepada kalian atas malam itu. Malam di mana Romeo mencurimu dariku.
Kau tahu canda dan tawa yang sempat kuberi? Tidakkah kau hitung itu sebagai harga dari usaha? Jiwa kerdil ini cuma bisa menoreh tawa saja, tak mampu memeluk erat kuat seperti Romeomu dan menyanderamu lewat orang terdekatmu.
Juliete...
Walau tiada berharga, namun aku yakin tiada canda-candu yang mampu Romeo-romeomu beri seperti aku juga pandai memberimu air mata.
Dan, Juliete...
Ini karena kau dan Romeomu sudah menggores luka dalam. Luka di masa lalu masih mengganggu di antara seribu bujuk rayumu. Luka yang sengaja kalian goreskan malam itu, membekas tegas di tiap hariku.
Selamat tidur, Juliete...
Maaf, kadang sering aku tak mampu. Pernah inginku menarik janji malam itu. Lalu meminta "Kembalilah ke rumah Romeomu," karena di sanalah harusnya Juliete bersemayam.
Tapi Juliete...
Sebelum kau benar-benar ingin terlelap, ingatkan dirimu bahwa cinta dan upayaku lebih sakral dibanding Romeomu. Mereka tak mampu mencapai batas imaji cintaku.
Sayangnya manusia hanya mengenal Romeo dan Juliete. Padahal selalu ada tokoh 'tak bertuan' dalam setiap kisah. Dia yang terpinggirkan. Dia yang disimpan di dalam lumbung. Dia yang orang bilang sebagai 'biang' di dalam cerita cinta, seperti Rosaline di antara Romeo-Juliete. Sang cinta pertama namun yang terbuang. Begitu juga aku.
Ah, Juliete, sudahlah, hari sudah mulai malam. Pergilah. (Harusnya) mimpimu hari ini masih untukku karena cintamu (harusnya) masih punyaku.
Karena walau Romeomu gagah dengan bajunya yang kau puja, jangan paksa aku seperti dia atau mereka, yang jika dia rasa dingin di tempat lain, datang ke pelukmu untuk hangat sesaat, lalu pergi lagi ke pelukan hangat yang lain.
Membuatmu layaknya pelabuhan, cuma untuk ia melempar jangkar sebentar, setelah itu pergi untuk berlabuh di tempat lain meninggalkan gores untukmu, dan akan kembali lagi jika tak rasa hangat pelukan di sana. Terus begitu sampai kau tercabik sepi suatu hari.
Ingatlah Juliete, tiada jangkar berkarat yang menetap kecuali ia sekarat. Harusnya kau tak sudi disisakan karat. Karena seorang puteri harus diperlakukan layaknya seorang puteri. Bukan tempat melekatnya karat dari laut-laut yang pernah jangkarnya hinggapi.
Tapi Juliete...
Aku punya rencana menulis cerita lain atas dirimu. Berilah aku waktu di antara waktumu dengan Romeo. Dan harapku (jangan) tinggalkan aku (jangan) nikahi Romeomu. Karena aku yakin bisa menjadi pemenang atasmu, karena aku percaya kata William Shakespeare "Mencari cinta adalah baik, tapi memberi cinta lebih baik." Karena aku tak mau menjadi sang sayang yang kau buang.
(Penulis terinspirasi dari lagu 'Cemburu' dan 'Juliete' Dewa 19)
Pai