Culture


Minggu, 03 April 2022 19:17 WIB

Story

Ayahku Angkuh!

Dia semakin menua. Tubuh yang dulu gagah, tinggi besar, dan berprawakan sangar karena kumis janggutnya, kini kurus, nampak dari kulit yang tak lagi kencang. Dia ayahku! Lelaki yang tak lama lagi berusia 66 tahun. Jika ibu adalah makhluk paling mulia, izinkan aku mengakui jika dia, ayahku, makhluk Tuhan paling hebat.

Ayahku, dia tidak tampan--kata ibuku, tapi persis apa yang dinilai kakekku, itu juga alasan ibuku jatuh hati. Padahal, ibuku banyak yang naksir. Gadis putih, cantik bak 'Amoy' Melayu. Tapi tetap saja, pilihannya, ya ayahku.

Dia ayahku, seorang yang memiliki keterampilan. Sejak usia remajanya, profesi sebagai seorang penjahit ditekuni hingga detik ini. Bahkan, dari cerita mereka (ayah-ibu), dari profesi inilah kakekku merestui hubungan pacaran mereka kala itu. Ya, karena ayah berguru menjadi penjahit dengan ayahnya dari ibuku, kakekku.

Keramahan dan ketekunannya menjadi alasan lain kakekku merestui. Satu lagi, rasa tanggung jawab yang besar! Tidak salah memang apa yang dilihat kakekku puluhan tahun silam, karena semuanya itu kami lihat sendiri. 

Tidak ada dalam benaknya untuk berujar, "Papa sudah tua, papa sudah tidak sanggup lagi (bekerja), nak". 

Tidak! Tubuhnya yang mulai renta itu masih saja 'angkuh' tidak ingin mengaku, bahwa dia butuh waktu untuk mengusap segala peluh di usianya sekarang. 

"Papa masih bisa, nak," begitu saja terus katanya saat kami anak-anaknya mencoba untuk meyakinkan, "istirahat lah pa di usia tuamu. Biarlah kami berbakti, memenuhi kebutuhan kalian dari hasil keringat kami. Tidak usah lagi kau pikirkan makan apa besok, bagaimana kau isi pulsa listrik itu biar tak lagi mengoceh".

Namun, apa jawabnya? 

"Masih bisa lah sedikit-sedikit untuk makan," katanya.

Tapi segera aku tersadar. Beriringan saat dia menjawab, seketika matanya berkaca. Aku tak tahu apa makna air matanya yang enggan jatuh itu, tapi aku mengira ada dua kemungkinan. Ada haru atas kepedulian anak-anaknya, atau justru kecewa dengan dirinya sendiri, jika dirinya (ketahuan) tidak lagi kuat.

Apa makna dari sikapnya yang keras itu? Ku pikir, dia ingin menanamkan bagaimana sebuah tanggung jawab yang harus ditunaikan. Dia berpikir bahwa ada anak dan istri kami yang harus didahulukan, sebagai prinsip utama seorang kepala rumah tangga. Tetapi, jelas itu tak lantas kami melepas, karena ada pula tanggung jawab kami untuk orang tua.

Dia bisa saja berbohong, tapi usianya tidak bisa menipu. Kerasnya dia kami biarkan. Kami anggap dia tetap ingin menunjukkan pada istri dan anaknya, bahwa dia tidak lemah, dia masih seperti dulu, dia bisa. Dia ingin mempertahankan harga dirinya sebagai sang "raja" di kerajaan kami. 

Walaupun usianya menua, tubuhnya tak lagi kuat, tapi wibawanya tetaplah gagah. Dia ayah yang hebat, padahal sekolah pun tak tinggi, hanya tamatan STM jurusan bangunan. Tetapi dia mengajarkan arti hidup dan bersikap santun. Tinggi nada suaranya hanya bermakna teguran, namun marahnya diartikan dalam diam. Jika sudah memerah matanya, jangan coba-coba untuk menantang, tapi itu jarang sekali terlihat.

Seingatku, terakhir dia benar-benar marah, mata memerah saat kakakku coba menantang, menenteng parang (bertahun-tahun yang lalu). Dari luar, sombong meneriaki nama ayah untuk mengajak duel. Sekalinya keluar, langsung ciut. Itu pun jawaban ayahku bernada datar. "Ngape manggil papa? (kenapa memanggil papa?)". Setelah itu, tidak lagi.

Empat anaknya, tak luput ia lindungi. Kami seakan dimanja, padahal kesemuanya lelaki. Tetapi itu bentuk kasih sayangnya ke kami. Prinsipnya diceritakan ibu, "Jangan coba-coba ganggu anakku kalau tidak salah, kalau anakku salah, itu urusanku". Aku bersyukur, sampai usiaku sekarang yang telah dewasa, aku tetap merasa terlindungi. Bedanya, saat ini dia melindungi dengan nasihat.

Satu pesan kami sampaikan kepadanya. Sampai kapan pun, basahnya keringatmu tidak akan kami lupakan. Dari seutas benang hitam yang kau masukkan ke dalam lubang jarum, pegal-sakit kakimu yang kau rasakan selama puluhan tahun karena mengincang mesin jahit, dari sana kau berhasil membawa kami menjadi orang 'ada'.

Aku bangga denganmu ayah! Tugasmu usai mengantarkanku seperti apa yang kau inginkan. Kau telah mengantarkanku sekolah, kau telah mengantarkanku wisuda, kau juga telah mengantarkanku menikah. Sejak dua bulan lalu, kau pun telah menimang anakku. Aku berjanji, ku katakan pula padanya saat besar nanti. 

"Kakekmu orang yang hebat, tapi angkuh".


RGA


#ayah
Bagikan :

Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur