Lifestyle


Senin, 07 Maret 2022 11:51 WIB

Health

Bagaimana Perilaku Orang Lain Mempengaruhi Hidup Kita?

Untuk memahami cara kerja suara batin ini, ada baiknya untuk menelusuri asal usulnya terlebih dahulu. Kritikus batin ini dibentuk dari pengalaman hidup yang diinternalisasi dan mempengaruhi rasa identitas diri. Hal ini sama dengan pengalaman positif mengenai cinta, kehangatan, dan keamanan yang membantu membentuk rasa positif diri kita, pengalaman hidup yang negatif menginformasikan hal negatif kepada batin.

 

 

Kadang pada satu hari, kita merasa kepercayaan kita berada di titik tertinggi. Satu menit kepercayaan diri ini berada pada puncak. Namun, di menit selanjutnya kita merasa gelisah. Persepsi ini sering kali tidak didasarkan pada apa yang sebenarnya terjadi dalam hidup kita, melainkan pada distorsi negatif internal, atau ‘suara batin mengenai negatif’. 

 

Suara batin ini adalah pola pikiran negatif yang terintegrasi dengan baik terhadap diri kita sendiri dan orang lain. selain membayangin diri dan perasaan kita, musuh internal ini semakin mengakar dan menjadi penyebab dari perilaku mal adaptif. Suara ini bukan halusinasi pendengaran, tapi serangkaian pemikiran dan sikap yang kritis, mempertanyakan, dan membatasi diri setiap harinya. 

 

Dalam upaya untuk memahami pengalaman yang menyakitkan, pikiran kita menarik kesimpulan tentang siapa kita dan bagaimana orang memandang kita. 

 

Sikap menyakitkan yang kita dapatkan dari orang tua atau pengasuh kita serta interaksi menyakitkan dari teman sebaya, saudara, atau orang dewasa membantu membentuk suara batin. Orang tua yang menolak atau meremehkan kita mungkin membuat kita merasa tidak penting atau bahkan menjadikan kita sebagai beban. Orang tua mengganggu dan menghakimi mungkin membuat kita merasa kita penuh dengan kekurangan dan menjadi anak yang tidak baik. 

 

Sebagai orang dewasa, kita mungkin terus menjalani kehidupan mandiri, tetapi kita telah menyerap sikap-sikap ini dan membawa bersama kita, seolah seperti orang tua yang kritis berada di kepala kita. Bagian yang sulit dari proses ini adalah bahwa kita jarang mengidentifikasi pikiran-pikiran ini sebagai hal eksternal yang mewarnai sudut pandang realistis kita. Sebaliknya, kita melihat suara hati kita yang kritis sebagai sudut pandang kita yang sebenarnya.

 

Jadi bagaimana suara ini mempengaruhi kehidupan kita sekarang?

 

Suara batin negatif ini cukup rumit, karena tidak hanya memenuhi kepala kita dengan keraguan, komentar negatif, dan penilaian pedas tentang segala sesuatu mulai dari bagaimana kita berperilaku, tetapi juga suara batin ini bisa memenangkan diri kita. Misalnya, kita berpikir apakah kita akan pergi keluar mala mini, dan kita kebetulan melihat diri kita di dalam cermin, maka sering muncul serangan suara-suara dalam diri kita seperti, “emangnya udah cantik mau keluar?”. “buat apa keluar, toh kamu juga gak bisa sosialisasi”. “mending di rumah bisa tiduran rebahan, nonton film. Dari pada keluar bakalan canggung juga”.

 

Suara ini dapat dengan cepat berubah, dari yang tajam ke nada yang lembut. Namun, hasilnya akan sama. Ketika kita memutuskan untuk di rumah saja, akan ada suara yang kuat seperti. “dasar pecundang, keluar aja gak berani. Nah kan, jadi sendirian terus”. Penting untuk diingat, suara ini tidak pernah berada dipihak kita. Sebaliknya, suara ini dirancang untuk menegaskan kembali keyakinan negatif yang pernah kita terima mengenai diri kita. “kamu jelek, gak populer, nerd, kaku, gak asik, dan lain-lain”. 

 

Hal membingungkan dari suara batin ini, ia mendistorsi diri kita ke dua arah yang berbeda. Karena citra diri kita terasa rapuh karena proses pemikiran sadar ini, kita cenderung untuk merendahkan diri dan membela diri. Misalnya, jika pasangan kita memberi tahu kita tentang bagaimana kita bertindak yang mengganggu mereka kita mungkin merasa terancam secara berlebihan dan menjadi defensif. Begitu kita merasa diserang, kita mungkin berargumen seolah seluruh citra diri kita bergantung padanya, karena kritik batin kita membuat kita merasa seperti itu.

 

Kita sering merasa sensitif terhadap kritik yang menyatu dengan suara batin tentang diri kita yang sudah ada sebelumnya. Ini mungkin terdengar kontra-intuitif, karena sepertinya kita hanya setuju dengan kritik semacam itu. Namun, sebenarnya, ketika kita sudah merasa sangat rentan dan tidak aman tentang satu aspek dari diri kita sendiri, orang-orang yang tampaknya membenarkan konsep diri negatif ini terasa cukup tersakiti. Kita mungkin sangat sadar dan kritis terhadap diri kita sendiri, tetapi kita juga cukup defensif untuk mengakui kekurangan apa pun.

 

Kita merasa seperti tidak dapat menangani kritik dari luar, karena suara batin ini menguasai diri ini dan mengubahnya menjadi serangan. Filter yang sama yang menyaring pengakuan positif juga membesar-besarkan yang negatif. Reaksi menyakitkan (yang berlebihan) ini sering kali merupakan akibat dari emosi yang dibangkitkan. Misalnya, kembali ke contoh orang tua yang mengabaikan atau menolak kebutuhan kita, kita mungkin sangat sensitif terhadap orang-orang yang menganggap kita menuntut dengan cara apa pun. Karena emosi yang diaduk sangat terikat dengan masa lalu kita, kita sering merasa terlalu takut akan respon tertentu. Kita bahkan mungkin melebih-lebihkan atau salah menafsirkan apa yang dikatakan pasangan, teman, atau rekan kerja, agar sesuai dengan rasa identitas lama yang menyakitkan.

 

Bagaimana cara menyelesaikannya

 

Tentu saja, proses ini sebagian besar tidak disadari. Kita tidak menyadari pemicu seperti halnya kita tidak menyadari kehadiran suara batin yang ada di kepala kita. Sebaliknya, kita berlomba untuk membela diri, menyerang orang lain, lalu mungkin menyerang diri kita sendiri lagi. Suara batin kita yang kritis dapat melanggengkan lingkaran setan, tetapi kabar baiknya adalah, ini adalah siklus yang dapat kita putuskan.

 

Cara pertama untuk melakukannya adalah dengan merangkul diri. Beri kasih sayang kepada diridiri, tidak seperti harga diri, berfokus pada bersikap baik kepada diri kita sendiri daripada mengevaluasi nilai kita. Kebaikan ini termasuk menyadari fakta bahwa kita sering mendengarkan pelatih internal jahat yang tidak melayani kita. Untuk mengatasi kritik batin ini, kita harus mengidentifikasi kapan itu muncul, memahami dari mana asalnya, memisahkan dan memperkuat sudut pandang kita yang sebenarnya, dan akhirnya, menantang perilaku yang terlanjur terbiasa. Saat kita melakukan ini, kita membutuhkan belas kasih terhadap diri sendiri.

 

DIFFERENTIATION, SELF DEVELOPMENT, SELF-DESTRUCTIVE BEHAVIOR, SELF-ESTEEM

Lisa Firestone, Ph.D.

 

NTA


Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur