Kekasih, tahukah engkau bahwa malam tak pernah menyelingkuhi gelap? Dan siang kerap berdusta dengan terang? Kekasih, sejujurnya, malam lebih setia daripada siang.
SAAT malam mengganti siang, entah dari mana aku mendapat perumpamaan itu. Tapi yang pasti, terucap begitu saja saat kekasih terkasih menggerutu.
Saat malam mulai melempar siang, kekasihku selalu berkata katanya malam terlalu hitam untuk dia yang tak suka kelam. Ia benci dengan bayangan yang tak tampak. Kadang ia bermetafora dengan liar.
Saat malam mulai menggelayut siang, sesekali aku mengeluh atas itu. Tapi mau bagaimana, dia kekasih terkasih. Ia bebas mengeluh karena memang nyaris tak ada bahagia yang ku beri kala gelap menyelimut.
Saat malam mulai memainkan perannya, kekasihku ini bukanlah kekasih biasa. Dia berbeda dengan kekasih yang pernah ku punya. Dia bisa menjadi penjaga raga sekaligus pembunuh sukma. Ia bak seorang putri dengan belati yang siap menghujam ulu hati. Tanpa belas kasih.
Saat malam mulai melangkahi siang, kadang aku bertanya, adakah ia ratu penggerutu? Kekasih yang tak mau tahu jika terang telah ditelan sumirnya gelap. Sering pula teriakan dan kuatnya suara argumen menikahi kami, kala siang perlahan diganti malam.
Saat malam mulai membunuh siang, kekasihku ini selalu berceloteh. Ia tak tahan dengan gelap. Terlalu kelam katanya. Saat malam, ia rindu riuhnya siang. Selalu rindu belantaranya kemunafikan sahaya. Itu kekasihku.
Saat malam selesai dijamu siang, kekasihku ini tak pernah lupa akan salah dan dosaku. Seakan dengan hadirnya malam adalah detik-detik berharga untuk membongkar labirin laknat masa silamku. Kekasihku memang begitu.
Pernah suatu malam yang gulita, nyaris tanpa cahaya, aku ingin tuliskan kata Andrea Hirata kepadanya. Begini kira-kira:
"Orang cerdas berdiri dalam gelap, sehingga mereka bisa melihat sesuatu yang tak bisa dilihat orang lain. Mereka yang tidak dipahami oleh lingkungannya, terperangkap dalam kegelapan itu. Orang yang tidak cerdas hidup di dalam terang. Sebuah senter menyiramkan sinar tepat di atas kepala mereka dan pemikiran mereka hanya sampai batas batas lingkaran cahaya senter itu."
Sayangnya, kekasihku tak pernah menerima. Karena aku memang tak kuasa melempar kata. Dia bosan katanya.
Saat malam mengalahkan jatah siang, gelap tidak pernah mengutuk takdirnya. Meski selalu dihina, dibenci bahkan dihindari. Entah karna tidak bisa atau memang ikhlas menerima jalannya. Tapi gelap dan malam tetaplah menjadi mereka. Tak iri dengan siang dan tak pernah menyelingkuhi kodrat.
Hai, kekasih terkasih. Engkau menggurutu soal malam karena sebenarnya engkau malu mengaku, mirip kata W.S. Rhendra, "Hidup macam kau. Di taman yang gelap kamu orang menjual badan, agar mulutmu tersumpal makan".
Tapi apa daya, saat malam membunuh siang, tetap aku yang salah di mata kekasih terkasih. Karena aku tak mampu memberinya lampu. Kini, sang kekasih pergi mencari cara menyetubuhi siang bersama jejaka yang ia simpan di kotak bernama: Selingkuh.
Penulis: PAI