Lelaki Ini, Rahasia, Dan Kisah Malam
Pagi ini, sesampai di tempat kerjaku, aku harus bisa beradaptasi dengan kondisi apapun. Memang, kehadiran lelaki itu yang secara tiba-tiba di hidupku sedikit banyak memang telah mengganggu beberapa rutinitasku.
Dia kadang bikin jengkel, tapi tak lupa sering juga bikin merindu. Pria tak seberapa ini sebetulnya bukanlah orang yang ku impikan untuk menghentikan kesendirianku yang lama ku nikmati. Tapi kebangsatannya itulah yang membuat ruang rindu kembali menganga. Menghangatkan raga di kala dingin dan mendinginkan kepala kala dirasa panas.
Pagi ini, di tempat kerjaku, aku harus melupakan dia sejenak. Bukan karena tak mau lagi, tapi aku terlalu profesional untuk ter- distract oleh lelaki bangsat sampai-sampai mengganggu kerja. Aku selalu ingin menjadi panutan di kotak yang ku beri nama 'ruang pekerjaan'. Tidak. Cukup saja kau ganggu aku di jelang malam.
Tiba-tiba.
"Tingggg..."
Notifikasi Telegramku berbunyi.
Aduhai! Hanya satu manusia yang ku izinkan menyapaku di Telegram. Orang itu cuma si lelaki ini.
Aku merasa enggan untuk membuka Hp. Aku sedang kerja. Jangan kau ganggu!
Ah, tapi rasa penasaran lebih besar. Penasaranku, kira-kira kejutan apa lagi yang dia berikan sepagi ini?
"Timing yang pas saat matamu melihat kejadian itu".
Itu tulisnya di Telegram.
Ternyata lelaki itu sedang menonton live acara yang kami datangi. Dan saya ada di situ, kebetulan tersorot kamera sedang mengambil bunga yang jatuh milik seorang ibu pejabat.
Lagi-lagi dia membuktikan dia memang lelaki yang punya kepekaan bahkan sekecil momen yang tak lebih dari 3 detik.
Lelaki ini terlalu peka. Aku malah khawatir dengan terlalu pekanya dia, karena suatu hari, kelak, akan aku ceritakan kepada kalian bahwa kepekaan inilah yang akhirnya membuat kami harus berpisah. Dia punya intuisi yang tinggi--itu pengakuannya.
-------------
Lelaki ini, ia begitu mudah membuatku damai. Sama mudahnya dengan ia membuatku marah. Terkadang sifatnya benar-benar menunjukkan kedewasaannya, bahkan lebih 'sangar' daripada cerita-cerita soal dia yang aku dengar dari orang.
Pemarah? Memang.
Egois? Memang.
Emosian? Memang.
Itu yang orang kenal.
Tapi orang tak akan pernah tahu bagaimana ia menitikkan air mata di depanku.
Terkadang pula, dia bisa berubah menjadi kekanak-kanakan jika sudah terbentur dengan masalah dan logika.
Tapi apapun dia bagaimanapun dia, dia tetaplah lelaki yang pernah aku pilih untuk menemani hari-hariku. Melagaiku dalam heningnya malam. Lelaki yang ku pilih untuk membelai rambutku sebelum tidur. Lelaki yang ku izinkan membawa kunci rumahku. Lelaki yang ku jaga jati dirinya di depan teman-temanku.
Tidak. Aku harus kembali fokus dengan tugasku. Biarlah lelaki itu menunggu balasan Telegram dariku. Jika dia cukup sabar menghadapi kerasnya perangaiku, maka harusnya dia juga sabar menunggu balasan Telegramku.
Aku dan lelaki itu memilih menggunakan Telegram karena kami menyepakati, bahwa hanya dengan itulah kami bisa berkomunikasi dengan lancar tanpa mendapat prasangka-duga dari teman-teman. Karena teman dia, juga adalah temanku. Pun begitu sebaliknya. Kami berdua sepakat untuk sebisa mungkin tidak menghebohkan lingkungan kami.
Jam di tangan kananku menunjukkan angka 12.30 WIB. Jam krusial untuk pekerja lapangan sepertiku. Di mana lapar kadang bisa membuat otak dan otot saling bermusuhan. Beruntung, seorang ibu yang teramat cantik menyuguhiku mie ayam jamur yang menggoda selera makan, ada ayam cincang, potongan jamur yang tampak jelas, sayuran dan mie keriting kecil. Alamak, disiram pula pakai kuah kaldu yang masih berasap.
----------
Tiba malam hari.
Menjadi kebiasaan beberapa hari terakhir, aku mengabarkan jika sudah bersiap pulang ke rumah kepada lelaki itu.
"Pulaaaaaang.."
Aku berencana ngopi malam itu. Tapi ternyata belum juga aku sampai ke tempatku biasanya ngopi, lelaki itu keburu mengirimkan Telegram.
"Dari kantor, aku ke rumahmu"
Ah, terpaksa aku merubah rencana. Tetap ngopi tapi di rumah saja. Berdua. Karena malam ini kami akan menghabiskan waktu berdua hingga sesuka kami.
Satu lagi soal lelaki ini. Aku teramat sangat mengenal dia. Dia selalu akan mengatakan "Tidak" bahkan untuk makan sekalipun. Harga diri manusia satu ini memang unik, dia lebih memilih untuk tidak melakukan apa-apa daripada harus ikuti kata orang. Karena terlalu unik, makanpun menunya sangat sederhana, telor dadar dan mie instan. Pantas saja lelaki ini kurus.
Tiba dirumah, seperti biasanya aku langsung menyiapkan diri untuk bersih-bersih diri, menyiapkan kopi di atas meja dan meletakkan juga plastik cemilan yang tadi ku beli di perjalanan pulang.
Dia datang.
"Aku tinggal mandi ya" kataku sedikit menggoda. Karena memang dengan aktifitasku yang segudang, terkadang lelaki bangsat ini tak punya waktu walau hanya untuk mengecup bibirku dua detik. Tapi jika sudah punya waktu berdua, kami akan menggunakan itu dengan segala apa yang kami inginkan.
Tapi, sebelum masuk kamar mandi, aku berusaha menyembunyikan ekspresi terkejut saat dia mengatakan sesuatu yang di luar dugaan, tentang seseorang... (Bersambung)
Penulis: Frisia
(Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian/cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan)