JOHANES Hubertus Eijkenboom. Barangkali jika mendengar nama itu masih asing di telinga kita. Pasti banyak yang bertanya-tanya, siapa dia? Tetapi, bagaimana jika saya tuliskan Johny Indo? -
Itu adalah nama akrabnya sedari kecil, yang tidak sengaja ditahbiskan oleh lingkungan tempat tinggalnya dulu untuk membedakan dua anak yang punya nama yang sama, yaitu "Johny". Johny Indo digunakan karena ia anak keturunan londo dari sang ayah, Mathias Eijkenboom.
Johny Indo lahir di Garut, Jawa Barat, 6 November 1948 dari pasangan Mathias Eijkenboom dan Sophia. Jika melihat trahnya, ayah Johny bukan orang sembarang di masa itu. Dia seorang serdadu Belanda yang datang ke Indonesia saat Agresi Militer Belanda I, Juli 1947, yang kemudian kepincut oleh wanita setempat, dan akhirnya mengikrarkan setia dengan kaum republiken.
Minder dan Patah Hati
Johny awalnya tak pede dengan kenyataan bahwa dirinya terlahir sebagai seorang keturunan. Prawakannya yang tampan, bertubuh tinggi, bermata biru, dan berhidung mancung, kerap menjadi bahan olok-olokan teman sebayanya. Dia minder, dan akhirnya harus menahan diri. Belum ada jalan keluar untuk dirinya bebas dari olok-olokan, Johny lagi-lagi 'sakit'. Dia patah hati oleh seorang gadis bernama Stella, cintanya ditolak.
Sewajarnya orang yang sedang kasmaran tapi gagal atas nama cinta, apalagi saat itu masih pada masa puber, Johny terpuruk, menyendiri dan menyiksa diri. "Anak laki-laki tak boleh cengeng". Begitu tegasnya sang ayah melihat anaknya yang lembek karena cinta. Tersentak kata-kata ayahnya, perjuangan dimulai. Terus-menerus Stella dipepet, sampai akhirnya luluh juga. Mereka pun memutuskan menikah muda di usia 16 tahun.
Hidupi Keluarga dari Tangan yang Menghitam
Keputusannya mempersunting Stella memang membuat Johny bahagia bukan kepalang, hingga mereka dikaruniai empat anak. Tetapi, demi waktu Johny muda mulai merasakan beratnya beban seorang kepala keluarga yang harus dipikulnya. Saat anak-anak diusianya masih berkutat dengan pergaulan ala-ala remaja, dia sudah dewasa lebih dulu dan harus memikirkan 5 orang yang harus tetap hidup.
Tampangnya yang oke, akhirnya harus kalah dengan tanggung jawab. Segala cara yang masih halal dihajar demi uang. Siang-malam dia harus banting tulang, entah berapa tetes keringat yang diseka, lelah pun tak terasa, putih tangannya harus hitam karena oli mengalir. Ya, dia harus menjadi montir di bengkel ayahnya, hingga menjadi sopir truk trailer.
Jadi Perampok Adalah Pilihan
Johny galau dengan kehidupannya. Menjadi sopir tidak bisa memenuhi kebutuhan. Tapi dia tidak sendiri. Kondisi ekonomi yang sulit juga dirasakan temannya, uang tak sesenpun, pekerjaan pun tak banyak membantu, keahlian tak punya. Mereka saling curhat hingga ada obrolan yang betul-betul menjadi titik ubah dalam hidup Johny.
"Bagaimana kalau kita merampok saja," kata temannya. (Hangguman- dikutip dari Historia.id).
Otaknya berpikir, tak lama tapi. Johny meng-iya-kan tawaran gila itu. Seketika, Johny si pemalu tiba-tiba liar. Pengalamannya mengutil ilmu kriminal dari buku-buku karya Nick Carter jadi modal. Merampok jadi profesi yang menggiurkan baginya. Tidak ada lagi perasaan minder, malu laiknya ia kecil. Jalannya sudah dipilih, merampok, tapi yang berkelas!
Melansir laman grid.id, Johny mengaku kalau target perampokannya adalah orang kaya asing. “Saat itu yang menjadi target rampok saya adalah orang-orang kaya asing di Indonesia,” papar Johny.
Dari akhir tahun 1970an sampai awal 1980an, Ibukota gempar. Rangkaian aksi perampokan yang dimulai dari kawasan Cikini, Jakarta Barat terjadi di sana-sini. Lokasinya toko emas. Total 'Prestasi' dari hasil rampokan pun fantastis, 129 kilogram. Siapa pelakunya? tak lain adalah Johny cs, atau yang mereka namai kelompoknya yaitu Pasukan Pachinko (Pasukan China Kota).
Gelar 'Robin Hood' Indonesia Tersemat
Perampokan yang dilakukan Johny dengan kelompok Pachinko-nya benar-benar terbilang sadis memang jika melihat hasilnya. Tetapi ada secuil kebaikan yang diterapkan secara konsisten oleh sang kepala genk. Johny mengeluarkan aturan-aturan yang harus dipatuhi, semacam kode etik perampokan. Pertama, korban adalah orang-orang kaya asing, pejabat serakah, dan orang-orang parlente yang sombong.
Kode etik lainnya yang wajib dijalankan komplotannya terkesan aneh jika menilik dari identitas 'perampok' yang terkenal dengan jahat dan sadis. Mereka tidak boleh melukai korban, tidak boleh membunuh sekalipun pistol selalu dalam tentengan. Mereka juga diharamkan memperkosa. Jika melanggar Johny murka.
Emas yang jumlahnya sangat banyak tersebut tidak hanya dinikmati oleh dirinya beserta komplotan. Ia bagikan kepada masyarakat miskin. “Mereka juga banyak mengambil harta dari Indonesia, makanya saya rampokin dan uangnya saya bagi-bagikan ke masyarakat miskin,” katanya.
Dari sinilah, kisah Johny yang dianggap laiknya Robin Hood, persis! Sosok tokoh dalam cerita rakyat Inggris. Ia seorang bangsawan yang menjadi musuh Sheriff of Nottingham atau Prince John, melawan pejabat yang korupsi untuk kepentingan rakyat. Robin Hood dikenal sering mencuri untuk berbagi kebaikan kepada orang-orang yang tidak mampu dalam segi ekonomi.
Berakhir, Tertangkap, Kabur
Setahun yang cukup singkat komplotan ini beraksi, tapi sejarah hitam yang begitu membekas bagi kisah masyarakat di masa itu. 26 April 1979 menjadi akhir karirnya sebagai 'Robin Hood'. Ia ditangkap sebagai orang terakhir dari para komplotan Pachinko di sebuah goa persembunyian di kawasan Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat. Cemooh seantero Jakarta jadi panganan baru baginya, tak terkecuali diterima keluarga. "Mampus saja kau!" begitu kira-kira bahasanya.
Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Nusakambangan jadi rumahnya selama 14 tahun vonis pertanggungjawaban. Di sana, dia tidak lantas langsung taubat. Dia justru mengkreasikan kisah jilid II. Bersama 34 penghuni penjara lainnya, mereka kabur. Pusing lagi polisi dibuat Johny. Perintah tembak di tempat pun dikeluarkan bagi para pembangkang. Ada yang mati tertembak, mati karena kelaparan, dan ada yang menyerah mengurai hutan Nusakambangan. Johny pun menyerah setelah 12 hari pelarian.
Jadi Aktor, dan Taubat di Akhir Hayat
27 Februari 1988 menjadi hari terakhirnya jadi tuannya penjara. Kisah kerasnya hidup sejak dini, harus menanggung beban berat di usia remaja, dan terpaksa memilih jalan hitam di masa dewasa, namun terselip jiwa sosial yang besar itu, ternyata menarik perhatian. Pada 1987, ia mengambil gambar untuk film berjudul "Johny Indo" saat masih menjalani masa tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Malang, Jawa Timur. Film itu laris-manis, jadilah penjahat itu sebagai aktor.
Tercatat, ia telah membintangi sejumlah film seperti “Badai Jalanan”, “Titisan Si Pitung”, “Misteri Cinta”, “Tembok Derita”, dan sebagainya.
Semasa di penjara, Johny pernah mengirimkan sepucuk surat yang ditujukan untuk anak-anaknya yang menanti. "Kita tidak akan selamanya hidup sengsara. Ada saatnya yang segera datang untuk kebahagiaan kita," tulis Johny seperti termuat di Aktuil. Dia berjanji memperbaiki diri. Sepulangnya bersama keluarga, dia memang lebih religius.
Dikutip dari biografiku.com, Johny Indo diketahui masuk Islam dan menjadi seorang mualaf. Ia kemudian memiliki nama baru bernama Umar Billah. Tak jarang ia melakukan dakwah dari daerah ke daerah. Ia menikah dengan wanita bernama Stella Tiah. Setelah bebas dan menjadi muallaf, ia kemudian menikah dengan wanita bernama Vonny Soraya. Kisah Johny Indo selama menjadi penjara, juga ia tuliskan ke dalam sebuah buku berjudul Johny Indo : Tobat dan Harapan.
Johny dinyatakan meninggal dunia pada 26 Januari 2020. Ia wafat pada usia 72 tahun di kediamannya di Tangerang, Minggu, pukul 07.45 WIB, setelah divonis mengidap penyakit Hernia. Johny Indo kemudian dimakamkan keesokan harinya, di TPU Selapanjang Tanggerang, Banten.
Penulis : Rangga