Opinion


Minggu, 05 Desember 2021 13:30 WIB

BI View

Temukan “Aku” di Cangkir Kopimu

Hal lain yang saya dapatkan, kopi itu jujur dan personal, jujur dalam mencitrakan dirinya, kopi hanya akan menghadirkan rasa dan karakter yang memang sudah ada di sana, asam, segar, pahit, manis, namun jika dikonsumsi dengan benar, akhirnya menyehatkan.
Melati Erzaldi
1001 warung kopi tak lantas membuat saya bingung untuk menentukan pilihan di kedai kopi mana saya akan berhenti.
“Ikuti kaki saja,” kata hati.
“Nanti juga dia akan berhenti sendiri,” kata otak.
Entah si kaki ini berhenti karena aromanya, atau berhenti karena jatuh hati pada tempatnya, atau karena mata merayu pada tempat yang banyak pengunjungnya.

Akhirnya saya menyerah di kedai sederhana yang aroma kopinya sudah menyeruak dari tadi.
“Apa kabar bu?” sapa Randi salah seorang pemilik kedai kopi yang saya kenal sejak lama.
“Pasti banyak sekali rentetan kegiatan yang harus dilakukan di Belitung ya bu? senang sekali ibu bisa menyempatkan waktu untuk minum kopi di sini,” sapanya ramah sambil mempersilakan saya duduk.
Saya pun tertawa dan menangguk untuk kata “rentetan” kegiatan yang akan dilaksanakan di negeri indah Ini, mengemban beberapa amanah untuk memberdayakan masyarakat tentunya bukan tugas yang mudah, namun saya tahu ini tugas mulia.
“Mau pesan kopi apa bu? Suara pelayan yang tiba-tiba datang ini mengejutkan sekaligus menyenangkan, karena sebentar lagi sepertinya rasa kopi pilihan akan sampai.
“Apa kopi yang recommended  untuk saya?”
“ Hm…..” si pelayan mencoba berpikir.
“Bali Kintamani,“ Jawab Randi dengan tidak susah payah.
“Bali Kintamani? kenapa jenis ini?” tanya saya penasaran.
Kopi Bali Kintamani berasal dari daerah dengan ketinggian di atas 900 mdpl. Di kawasan ini dikenal memiliki iklim dengan suhu udara yang dingin dan kering dengan tanah vulkanik yang subur sehingga membuat jenisbkopi ini berkualitas. Menariknya lagi, kopi ini adalah agro ekosistem. Pertumbuhan kopi Arabika dengan sistem pertaniannya yang homogen sangat terkenal, khususnya di kawasan Kintamani.
“Pahit?” tanya saya penasaran, karena rasa ini bukan rasa favorit.
“Hahhahaha….” tawa nya pecah ketika saya bertanya.
“Rasanya, segar, manis, dan lembut, sedikit asam seperti jeruk (citrus), ini merupakan karakteristik dari Kopi Bali Kintamani yang paling dikenal bu,. selain itu aromanya yang eksotis dengan rasa jeruk yang dominan membuat minum kopi yang satu ini tidak meninggalkan bekas (aftertaste) di mulut.  Tak hanya itu aja,  Body dari Kopi Bali Kintamani juga terbilang sedang, serta tingkat keasaman yang rendah, sehingga kopi ini tidak terlalu pahit (bitter) dan juga tidak sepat (astringent).  Menurut saya ini kopi yang paling cocok untuk ibu,” ujarnya.
“Hahahahahaa…. Jadi maksudnya saya asem gitu?” kata saya mencoba tak terima.
“Tapi kan seger bu…” jawabnya mengecoh.
Suara gelak tawa yang pertama keluar setelahnya, diikuti dengan anggukan tanda setuju kepada pelayan yang sudah berdiri dari tadi.
“Boleh juga Randi, penjelasan kamu tadi,” ujar saya.
“Itu belum selesai bu, masih ada lagi hal menarik yang dapat digali dalam setiap kopi, masyarakat di Kintamani meyakini bahwa kopi ini memiliki nilai religious. Jadi dalam memperlakukan kopi-kopi tersebut, masyarakat Bali berlandaskan pada Tri Hita,” jelas Randi.
“Tri Hita?” tanya saya penasaran.
“Iya, Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup yang mengandung tiga unsur penyebab terciptanya kebahagian menurut masyarakat di sana. Di mana ketiga unsur tersebut meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan alam sekitar, dan hubungan dengan Tuhan. Mereka mempercayai  adanya keseimbangan antara petani dengan tuhan, petani dengan petani, dan petani dengan lingkungan. Sehingga, kelestarian tanaman kopi pada kawasan Kintamani semakin menarik dan juga memesona, disebabkan oleh keseimbangan yang mereka jaga dan percayai itu,” jawab Randi mencerahkan.

Menarik, semua yang baru saja diceritakan Randi memberikan pemahaman baru untuk saya, bahwa dalam sajian segelas kopi,  ternyata banyak campur tangan yang indah di sana.
“Ini  kopinya bu,” ujar pelayan dengan sopan, sembari meletakkan kopi di atas meja.
“Terima kasih ya,” saya berkata sambil mengintip si kopi ini, tak lama kemudian mengangkat gelasnya dan coba untuk meminumnya, mencerna rasanya sekali, dua kali, tiga kali, hingga menemukan si segar, manis, asem seperti yang dijanjikan Randi tadi.
Saya pun tersenyum dan mengangguk tanda setuju dengan deskripsi rasa ini.
“Kami memperlakukan kopi ini sama seperti memperlakukan tiap orang, menganggap mereka spesial,” ujar Randi.
“Maksudnya? tiap kopi treatment nya harus beda?” penasaran saya untuk kedua kalinya.
“Tepat!, khusus untuk kopi ibu minum tadi, supaya mendapatkan karakteristik kopi Arabika seperti yang ibu rasakan, yang sangat perlu perhatikan dalam membuat kopi adalah menyelaraskan antara *Grind Size dengan alat Pembuat Kopi yang digunakan. Jangan sampai alat pembuat kopinya menggunakan *manual Brew namun bubuk kopi yang digunakan adalah Super Fine atau Sangat Halus, Jadi Grind Size yang Kami gunakan adalah Medium,” terang Randi.
“Dalam menuangkan air panas dari teko pun dilakukan secara perlahan, tidak boleh sembarangan harus dari bagian tengah kemudian berlanjut dengan gerakan melingkar. Ini dilakukan agar hasil seduhannya maksimal, dalam setiap gerakan satu lingkaran perlu didiamkan sebentar hingga air yang dituangkan terserap hingga bagian dasar kopi. Langkah ini diulangi seterusnya hingga selesai, sampai akhirnya menjadi kopi yang bisa ibu nikmati,” ujar Randi sebelum akhirnya pamit dengan alasan agar saya dapat lebih menikmati secangkir kopi Kintamani ini.
Setelah mendengar penjelasan Randi tadi, tak hanya menambah pengalaman saya dalam menikmati secangkir kopi.  Nilai-nilai yang dianut para petani kopi untuk menjaga keseimbangan dirinya dengan alam, lingkungan sekitar, sesama petani, bahkan Tuhan, benar-benar memberikan gambaran, bukanlah itu yang seharusnya kita semua lakukan dalam menyajikan sesuatu, secukupnya, sepatutnya, dan berterima kasih setelahnya..
Sama hal nya dalam memberikan treatment yang berbeda untuk setiap jenis kopi, bertemu dengan banyak orang dengan waktu yang hampir berdekatan dan kepadatan yang merayap, memberdayakan masyarakat di berbagai bidang, dengan tujuan untuk berbagi pengetahuan atau pengalaman untuk kemajuan bersama. Meningatkan saya, dengan waktu yang singkat, kita harus bisa memberikan treatment-treatment terbaik untuk orang lain. Sama seperti setiap kopi yang memilki karakteristik yang berbeda, setiap orang juga spesial, mereka berasal dari latar belakang pendididkan, budaya, sudut pandang, bahkan kegemaran yang berbeda.
Kita yang harus bisa menemukan celah-celah kecil pada setiap orang karena mereka memilki bakat dan keinginan masing-masing. Sikap kita terhadap satu dan lain orang bisa saja beragam tergantung dari karakteristik mereka, namun treatment yang berbeda bukan berarti membedakan, karena tujuannya agar dapat memunculkan karakter terbaik dalam setiap orang yang kita temui.
Hal lain yang saya dapatkan, kopi itu jujur dan personal, jujur dalam mencitrakan dirinya, kopi hanya akan menghadirkan rasa dan karakter yang memang sudah ada di sana, asam, segar, pahit, manis, namun jika dikonsumsi dengan benar, akhirnya menyehatkan.
Ibarat kritikan dan masukan yang kita sering dengar dalam hidup, ada yang pahit, asam, jarang segar apalagi manis, namun, jika diolah dan dilihat dengan sudut pandang yang bijak, kritik dan masukan juga ternyata menyehatkan. Tertunduk lagi saya melihat kopi ini, karena dia bertemulah saya dengan banyak nilai dan rasa hari ini.
“Setiap karakter dan arti kehidupan dapat kita temukan dalam secangkir kopi. Selama ada yang namanya kopi, orang-orang dapat menemukan dirinya di sini.”
-Dee Lestari-
Filosofi Kopi
  • *Green size:  tingkat kehalusan bubuk kopi
  • *manual Brew: cara menyeduh kopi menggunakan bantuan peralatan, namun peralatan yang digunakan masih membutuhkan tenaga dari manusia.

#Kopi #Filosofi Kopi
Bagikan :

Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur