Pria Murah Senyum 'Pengoleksi' 100 Kepala Wanita
Manusia dianugerahi dan dibagi menjadi empat jenis karakter. Yaitu sanguinis, melankolis, plegmatis dan koleris.
Di karakter terakhir yaitu manusia yang berkarakter koleris, jarang ditemui di lingkungan sosial. Biasanya orang dengan karakter ini sangat pandai menyimpan segala sesuatu. Bahkan, bisa merubah karakter dalam waktu sepersekian detik sesuai dengan kebutuhan dan kemauannya. Hingga lawan bicara akan kesulitan menebak karakter asli yang sedang ia tunjukkan. Mudah memperdaya orang hanya dengan senyuman.
Menurut laman sehatq.com, karakter koleris ini punya ciri umum seperti, cerdas, analitis dan logis, tidak terlalu ramah, lebih suka bekerja sendiri, tidak terlalu suka basa-basi, menyukai percakapan mendalam, lebih suka berkumpul dengan orang-orang dengan sifat yang sama, konsisten dengan tujuannya, percaya diri, ekstrovert, mandiri, cenderung keras kepala, kreatif dan biasanya tidak mudah terbawa arus pergaulan.
Biasanya, manusia dengan karakter seperti ini dikelompokkan sebagai orang dengan pendekatan psikopat. Orang yang sangat kurang berempati dan kebiasaan melanggar peraturan, dan cenderung melakukan tindakan kriminal.
Salah satu contoh adalah seorang pria bernama Theodore Robert Bundy.
Siang itu, saya random menonton sebuah acara di Channel Fox Crime. Saya tertarik membaca sinopsis yang ditampilkan, yaitu kisah seorang anak manusia bernama Theodore Robert Bundy. Yang kemudian 'memaksa' saya untuk menonton sebuah film semi-dokumenter tentang perjalanan hidup Bundy.
Adalah film "Extremely Wicked, Shockingly Evil and Vile" judulnya.
Film itu diangkat dari kisah nyata Theodore Robert Bundy, sang psikopat ganteng berdarah dingin pembunuh 100 wanita dan mengoleksi kepala-kepala korbannya ke dalam lemari es.
Film inilah yang membuat saya menyadari satu hal, bahwa pencitraanlah awal dari kasus pembunuhan terkeji di Amerika di tahun 70an itu.
Bundy adalah pria yang ramah, terpelajar, baik, menawan dan selalu bisa mengambil hati calon korbannya dengan seribu pesona. Namun dia seorang psikolog yang psikopat. Ia membunuh. Lalu mengoleksi kepala korbannya untuk kenang-kenangan. Dipotong dengan gergaji saat korban masih hidup. Ia senang melihat korbannya menggelepar. Kehabisan darah. Lalu mati tak berdaya. Kadang ia memaksa korban untuk menatap dirinya saat memotong leher korban.
Bundy kerap lolos dari jeratan hukum. Kejahatannya nyaris sempurna. Tak pernah meninggalkan bekas, saat itu.
Namun, tak ada kejahatan yang sempurna. Begitu juga Ted, justru 'kalah' dan terbongkar kekejiannya hanya gara-gara sebuah tanda gigitan di paha salah satu korban. Sebuah kesalahan kecil dari seorang Ted Bundy yang dikenal sangat detail terhadap kejahatannya.
Saat ia tertangkap dan diadili, di sinilah letak menariknya. Ted Bundy ternyata mendapat banyak dukungan dan simpatik karena kelihaiannya bermain watak di depan kamera saat negara memutuskan sidangnya harus disiarkan live untuk pertama kali dalam sejarah peradilan Amerika.
Melalui kamera dan televisi ia berhasil 'menyihir' sebagian rakyat Amerika dengan kehebatannya memperdaya. Bukan hanya pengunjung sidang saja. Tapi seluruh Amerika ia bikin terperdaya dengan senyumnya.
Begitu banyak dukungan hingga ribuan orang menggalang orasi agar Ted Bundy dibebaskan dari hukuman mati, yang kemudian menyalahkan para korban. Ted terus tersenyum. Dia sadar bahwa pencitraan yang ia buat mampu menjadikan orang-orang terperdaya.
Hingga sesaat ia meninggal dalam hukuman mati di kursi listrik, hampir sebagian Amerika menangis. Tapi setelah itu, beberapa tahun, ia 'dinobatkan' sebagai psikopat tersadis sepanjang sejarah Amerika, dan Amerika menolak namanya.
Pelajaran yang bisa kita ambil, berhati-hatilah dengan tingkah laku orang yang tak betul-betul kita kenal. Karena, bukan tak mungkin orang tersebut adalah pembunuh berdarah dingin yang bermoduskan sosok orang yang ramah, murah senyum dan kalem. Kenali sekeliling kita. Cermati tindak-tanduk dan waspadalah.
Ted dihukum mati dengan menggunakan kursi listrik, setelah 12 tahun menjalani hukuman usai kejahatan kemanusiaannya terbongkar.
Penulis: Putra Mahendra
Subscribe Kategori Ini