Dalam hal ini, Food Estate menjadi salah satu solusi untuk menjamin ketahanan pangan nasional, karena merupakan pengembangan konsep produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi melalui kegiatan pertanian, perkebunan dan peternakan di suatu kawasan wilayah yang sangat luas.
Peringatan dari Food and Agriculture Organization (FAO) mengenai kemungkinan krisis pangan dunia akibat Pandemi Virus Corona (Covid-19), telah menyebabkan terjadinya perubahan pada sistem pangan dunia terutama terjadi pada masa awal pandemi.
Menurut FAO beragam sektor merasakan pengaruhnya. Ketenagakerjaan di bidang pertanian diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 4,87%, termasuk produksi pertanian domestik yang diperkirakan menyusut sebesar 6,2%.
Sama halnya dengan impor pangan yang telah mengalami penurunan sebesar 17,11%, serta harganya yang diperkirakan akan naik sebesar 1,20% dalam jangka pendek dan 2,42% pada 2022.
Menuju “Indonesia Maju” melalui “Penyediaan Cadangan Pangan” atau Food Estate yang dicanangkan oleh Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan), menjadikan pembangunan Food Estate sebagai salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor 24 tahun 2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate.
Apa itu Food Estate?
Food Estate merupakan konsep pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi dan terdiri atas pertanian, perkebunan, serta peternakan di lahan yang luas.
Dalam bahasa lokal, Food Estate adalah lumbung pangan dengan skala besar yang peruntukannya menjaga ketahanan pangan nasional. Program pengembangan Food Estate dijadikan sebagai suatu moda produksi yang terintegrasi dari hulu ke hilir, dan diimplementasikan dengan tujuan mewujudkan kebutuhan pangan di Indonesia.
Ketahanan pangan didefinisikan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan sebagai "Kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan".
Dengan demikian, filosofi ketahanan pangan bagi suatu negara dapat dimaknai sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan tanpa mempersoalkan asal-usul sumber pasokan pangan tersebut.
Bagaimana Food Estate di Babel?
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu dari beberapa wilayah yang memutuskan untuk menindaklanjuti pembangunan Food Estate di wilayahnya, untuk mendukung ketahanan pangan Indonesia.
Program pengembangan Food Estate di Bangka Belitung tersebar di enam kabupaten yaitu Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Selatan, dan Kabupaten Belitung Timur.
Jumlah penduduk yang berada di keenam kabupaten tersebut yaitu sebesar 1.237.100 jiwa, dan dengan kepadatan penduduk sebesar 76 penduduk/km2 (BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung). Luas lahan yang digunakan sebagai area usulan pengembangan Food Estate di keenam kabupaten tersebut yaitu seluas 56.069 Ha.
Adanya kebijakan pengembangan Food Estate kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dengan diterbitkannya Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, serta Penggunaan Kawasan Hutan.
Selain itu dilanjutkan dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
Pada peraturan tersebut, KLHK mengamanatkan bahwa pengembangan area untuk ketahanan pangan perlu mempertimbangkan aspek berkelanjutan, dan menjaga kelestarian lingkungan yang direfleksikan oleh berbagai ketentuan yang harus dipenuhi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sehingga, pembuatan dan pelaksanaan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) sangat dibutuhkan penyediaan kawasan hutan. Kajian Pembangunan Food Estate ini bertujuan untuk menjamin pembangunan Food Estate telah berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development).
Apa saja yang dibutuhkan dan dipertimbangkan?
Penyediaan kawasan hutan untuk pembangunan Food Estate ini pada dasarnya melalui mekanisme KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis). Penentuan wilayah deliniasi proyek Food Estate di Babel, serta identifikasi gambaran kondisi umum daerah meliputi kondisi geografis, demografis, keuangan daerah, serta daya dukung dan daya tampung. Selain itu identifikasi dan perumusan isu strategis pembangunan berkelanjutan di dalam ataupun sekitar wilayah pengembangan Food Estate Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dengan mempertimbankan karakteristik wilayah, tingkat pentingnya potensi dampak dan risiko, keterkaitan antar isu strategis pembangunan berkelanjutan, keterkaitan dengan materi muatan Kebijakan, Rencana, dan Program (KRP), dan muatan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH)
KLHS dan Food Estate
Pembuatan dan pelaksanaan KLHS penyediaan kawasan hutan untuk pembangunan Food Estate ini dilaksanakan sejak bulan Januari 2021 sampai dengan Oktober 2021. Pembuatan KLHS Provinsi Bangka Belitung ini diharapkan dapat menghasilkan arahan dan kebijakan strategi untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang dapat menjadi acuan bagi berbagai pihak terkait pelaksanaan pengembangan Food Estate di Bangka Belitung.
Arahan kebijakan dan strategi tersebut juga dapat digunakan sebagai informasi pendukung dalam sistem pengendalian dan evaluasi pelaksanaan pengembangan Food Estate.
Source: DLHK Babel